Penanganan Kasus Penyiksaan Oleh Polri; Pernyataan Kabareskrim dan Kadiv Humas Mabes Polri Telat dan Tidak Relevan

Penanganan Kasus Penyiksaan Oleh Polri;
Pernyataan Kabareskrim dan Kadiv Humas Mabes Polri Telat dan Tidak Relevan

 

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pada hari Senin, 24 Agustus 2015 melakukan Siaran Pers mengenai Darurat Penghentian Praktik Penyiksaan, Pemberatan Hukuman Pelaku Penyiksaan dan Hentikan Kriminalisasi Bagi Korban/Keluarga Penyiksaan http://kontras.org/home/index.php?module=pers&id=2149.

 

Dalam siaran pers tersebut, KontraS menyampaikan bahwa pada bulan Mei – Agustus, KontraS mendapatkan empat [4] laporan peristiwa penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Republik Indonesia [Polri] pada saat proses ditingkat penyidikan, 4 peristiwa penyiksaan tersebut menyebabkan setidaknya 7 (tujuh) orang korban meninggal dunia dan 16 (enam belas) orang korban mengalami luka – luka.

 

Terhadap isi siaran pers tersebut, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso, meminta KontraS melakukan pelaporan ke Propam http://nasional.kompas.com/read/2015/08/25/14354511/Kabareskrim.Minta.Kontras.Laporkan.Penyiksaan.oleh.Polisi.ke.Propam  dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan menyatakan akan menindak tegas Penyidik yang melakukan penyiksaan http://news.metrotvnews.com/read/2015/08/24/424179/mabes-polri-bakal-tindak-tegas-penyidik-yang-lakukan-kekerasan

 

Terhadap pernyataan tersebut, kami menilai pernyataan tersebut tidak relevan dan “sangat telat” disampaikan. KontraS juga menguji kesungguhan dari kedua pernyataan tersebut, dalam pandangan kami meski respon tersebut bernada positif, tapi sesungguhnya respon tersebut telat diberikan dan terkesan hanya ditujukan untuk membangun citra Kepolisian, karena terhadap empat peristiwa penyiksaan tersebut, 3 peristiwa diantaranya KontraS  dan keluarga korban telah melakukan sejumlah pelaporan;

 

1.     Penyiksaan terhadap RA telah dilaporkan ke Polda Kalimantan Timur dengan tanda bukti laporan Nomor: STPL/131/V/2015/SPKT III tanggal 12 Mei 2015, laporan tersebut dibuat berdasarkan bukti Putusan PN Samarinda No.628/Pid.B/2012/PN.Smda a/n M. Anwar yang mana dalam putusan tersebut Majelis Hakim dalam pertimbangannya menjelaskan bahwa “..kematian korban Rahmadhan .. merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan sejak korban ditangkap pada Minggu tanggal 16 Oktober 2011 sekitar pukul 03.30 Wita sampai dengan pemeriksaan korban di Ruang Opsnal Jatanras Polresta Samarinda” dimana Putusan tersebut didasarkan atas Laporan Polisi Nomor: TBL/1190/X/2011/Kaltim/Resta Smd yang hanya menjerat 1 (satu) orang anggota sebagai pelaku yang menyebabkan kematian korban. Untuk kasus ini, keluarga korban juga sudah melakukan pelaporan ke Propam dengan bukti laporan Nomor: SPSP2/2028/VI/2015/BAGYANDUAN Mabes Polri.

2.      Penangkapan 19 (Sembilan belas) Warga Lampung Timur oleh anggota Polsek Serpong telah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri dengan Tanda Bukti Laporan No: TBL/120/II/2015/Bareskrim dan dilimpahkan ke Polda Metro Jaya, namun hingga saat ini tidak ada informasi terkait dengan perkembangan kasus tersebut dari pihak penyidik. Selain itu Kuasa Hukum Korban telah melaporkan kasus ini ke Propam Polda Metro dan sudah dilakukan proses Berita Acara Pemeriksaan [BAP] namun hingga saat ini tidak ada perkembangan dari kedua laporan tersebut.

3.     Penyiksaan terhadap VA telah dilaporkan ke Polres Tuban dengan tanda bukti laporan Nomor: STPL/125/VI/2015/Reskrim tanggal 18 Juni 2015, yang hingga saat ini tidak ada informasi terkait dengan perkembangan kasus tersebut, yang terjadi justru saat ini ada indikasi upaya “kriminalisasi” atas keluarga korban yang melaporkan dan menuntut penyelesaian kasus ini secara hukum.

4.     KontraS juga telah melakukan audiensi dengan Wairwasum Mabes Polri terkait dengan kasus RA dan VA, sejumlah bukti dan fakta sudah kami serahkan, kami juga  telah mengirimkan surat desakan baik yang ditujukkan kepada Kapolri maupun melalui tembusan[1]. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Bareskrim dan Humas Mabes Polri berkoordinasi secara internal dengan Irwasum untuk menindaklanjuti laporan yang sebelumnya sudah kami sampaikan sebelum kami menyampaikan fakta – fakta tersebut ke publik pada Siaran pers kemarin.

5.     Kami melakukan pelaporan melalui mekanisme pidana dengan pertimbangan agar tindak pidana yang dilakukan bisa segera diselidiki mengingat untuk kasus – kasus penyiksaan terkait erat dengan pembuktian visum dan hal – hal yang berkenaan dengan luka – luka pada tubuh korban, selain itu kami juga menghkhawatirkan pelaporan di Propam tidak berjalan dengan objectif, cepat dan transparan karena ada unsur “conflict of interest”, dan selama ini beberapa pelaporan kami Propam tidak jelas tindaklanjutnya.

 

Oleh karenanya, dari pada sekedar memberikan pernyataan publik, Polri harusnya dapat segera  menunjukan tindakan yang cepat dan profesional dalam penanganan kasus –kasus di atas,  untuk membuktikan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh Kabareskrim dan Kadiv Humas Mabes Polri bukan upaya membangun citra di mata publik namun sesungguhnya Polri tidak bekerja baik untuk kepentingan keadilan bagi korban dan keluarga korban. 

 

Jakarta, 27 Agustus 2015
Badan Pekerja

 

Yati Andriani – Wakil Koordinator Bidang Advokasi
Arif Nur Fikri – Staf Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik


[1] Lihat http://kontras.org/home/index.php?module=pers&id=2149