Hari Penghilangan Paksa Internasional: Presiden Jokowi, Segera Cari dan Kembalikan Kawan Kami!

Hari Penghilangan Paksa Internasional :

Presiden Jokowi, Segera Cari dan Kembalikan Kawan Kami!

 

30 Agustus pada setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional.  Peringatan ini ditujukan untuk mengingatkan publik akan nasib orang-orang yang ditahan, disiksa bahkan dibunuh di suatu tempat, tanpa sepengetahuan keluarga dan/atau kuasa hukum mereka.

 

Fenomena praktik Penghilangan Paksa  di dunia masih terus berlangsung.Hingga saat ini, sebanyak 53.986 kasus dari 84 negara telah dilaporkan kepada Kelompok Kerja PBB untuk Penghilangan Paksa (UNWGEID) sejak 1980-2012 (lihat Laporan UNWGEID 2013 http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G13/104/18/PDF/G1310418.pdf?OpenElement) dan meningkat sebanyak 419 kasus menjadi 54.405 kasus dari 88 negara dalam kurun waktu 2012-2014 (Laporan UNWGEID 2014 http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G14/099/81/PDF/G1409981.pdf?OpenElement). Angka tersebut hanya berdasarkan kasus yang dilaporkan kepada UNWGEID, sehingga tidak menutup kemungkinan jumlah penghilangan paksa yang terjadi di seluruh dunia jauh melebihi itu.

 

Di Indonesia, praktik penghilangan paksa diantaranya terjadi pada 7 dari 10 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki Komnas HAM, yakni dalam Tragedi 1965, Petrus 1982-1985, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, Penculikan dan Penghilangan Paksa 1997-1998, Timor Timur 1999,serta peristiwa Wasior 2001-2002. Penghilangan paksa juga  terjadi pada masa konflik di Aceh (1989-2005) dan Papua (penghilangan paksa Aristoteles tahun 2001).

 

Sampai dengan saat ini, negara masih bungkam atas kasus – kasus penghilangan paksa yang pernah terjadi. Presiden Jokowi sejauh ini hanya memberikan janji melalui Visi Misi saat Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Nawacita yang menegaskan akan menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Penghilangan Paksa 1997-1998 secara berkeadilan.

 

Presiden Jokowi, harusnya tidak (lagi) hanya mengumbar janji untuk menyelesaikan kasus – kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu, termasuk Penghilangan Paksa 1997-1998, payung hukum dan kapasitas politik yang ada telah cukup memadai untuk segera Presiden membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc, membentuk tim pencarian dan menemukan korban yang masih hilang, dan memberikan pemulihan bagi korban dan keluarganya(Rekomendasi DPR RI 2009). Terutama dalam hal ini, publik tentu masih ingat dengan pernyataan presiden Jokowi bahwa “yang hilang (diculik) harus dicari” mestinya segera ditindaklanjuti dengan aksi nyata.

 

Pemerintah Indonesia juga memiliki kewajiban untuk terlibat aktif dalam mendorong penghentian praktik penghilangan paksa di dunia, diantaranya dengan segera meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Setiap Orang dari Tindakan Penghilangan Orang secara Paksa yang telah ditandatangani pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri pada 27 September 2010. Langkah ini sejalan dengan posisi pemerintah yang kembali terpilih Anggota Dewan HAM PBB untuk periode 2015-2017.

 

Jakarta, 30 Agustus 2015

 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI)