Menolak Peradilan Militer Sebagai Upaya Penegakan Hukum Atas Kasus Penembakan Oleh Anggota TNI AD di Timika

MENOLAK PERADILAN MILITER SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN HUKUM ATAS KASUS PENEMBAKAN OLEH ANGGOTA TNI AD DI TIMIKA

 

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] mendorong agar proses hukum terhadap kasus penembakan oleh anggota TNI AD Yonif 754 dan Kodim 1710/Mimika terhadap warga sipil di Timika yang terjadi pada tanggal 28 Agustus 2015 lalu segera diproses melalui Peradilan Umum. Pasca peristiwa penembakan tersebut, Komandan Komando Resor Militer [Danrem] 174/Merauke, Brigjen TNI Supartodi telah meminta maaf dan menyatakan bahwa pihaknya saat ini telah menangkap dan menahan para pelaku yang telah mengakibatkan Yulianus Okoare dan Emanuel Mairimau meninggal dunia dan 4 [empat] orang lainnya luka-luka. Ketiga anggota TNI tersebut kini telah ditahan di Sub Detasemen Polisi Militer [POM] Mimika guna menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

 

Kami mengkhawatirkan  bahwa proses hukum terhadap para pelaku lagi-lagi akan diselesaikan melalui mekanisme Peradilan Militer yang tidak transparan, sulit diakses oleh publik dan tidak akuntabel. Dalam catatan KontraS selama tahun 3 [tiga] tahun terakhir, yakni tahun 2013 – 2015 setidaknya terdapat 7 (tujuh) kasus tindak pidana (Terlampir) yang melibatkan anggota TNI selalu dibawa ke mekanisme Peradilan Militer meski faktanya Peradilan Militer justru kerap kali mengabaikan proses penegakan hukum dan keadilan bagi korban karena tidak transparan dan akuntabel.

 

Berdasarkan beberapa pengalaman penanganan kasus tersebut, kami berpendapat bahwa mekanisme Peradilan Militer hanya dijadikan panggung sandiwara dan alat impunitas dalam proses penegakan hukum terhadap anggota TNI yang terbukti melakukan tindak pidana. Ketiadaan proses hukum yang adil pun pada akhirnya telah menghasilkan preseden yang buruk terhadap proses akuntabilitas di institusi TNI itu sendiri. Terkait dengan hal tersebut, guna menjamin asas persamaan di hadapan hukum dan keadilan bagi korban, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] mendesak:

 

Pertama, Pangdam Cenderawasih untuk menyerahkan kasus penembakan tersebut ke institusi kepolisian agar diproses melalui mekanisme peradilan umum. Hal ini sebagai bagian dari asas persamaan di hadapan hukum untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara warga sipil maupun militer di hadapan hukum. Selain itu, proses persidangan di peradilan umum tidak tertutup dan dapat diakses oleh publik sehingga dapat berjalan secara transparan dan akuntabel;

Kedua, Pangdam Cenderawasih harus memastikan bahwa tidak ada ancaman dan teror terhadap korban maupun keluarga korban pasca peristiwa penembakan dan penangkapan anggota TNI AD Yonif 754 dan Kodim 1710/Mimika tersebut;

Ketiga, Komnas HAM untuk memantau seluruh proses pemeriksaan hingga persidangan nantinya terhadap anggota TNI AD Yonif 754 dan Kodim 1710/Mimika yang terlibat dalam penembakan terhadap warga Timika;

Keempat, Pemerintah dan DPR RI untuk segera melakukan revisi terhadap UU Peradilan Militer, sehingga agar setiap anggota TNI yang melakukan tindak pidana kriminal tunduk pada peradilan umum sebagai bentuk jaminan atas asas persamaan di hadapan hukum yang dijamin dalam Undang – Undang Dasar 1945.

 

Jakarta, 1 September 2015

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar

Koordinator

 

Lampiran

No

Kasus

Pelaku

Peristiwa

Keterangan

1.

Kasus Penembakan terhadap Arliance Tabuni (anak dibawah umur) di Papua

Lettu Petrus Paramayuda Prabowo

2013

Kasus di-SP3 karena tidak didukung oleh alat bukti yang cukup dan perbuatan yang disangkakan terhadap pelaku sebagaimana diatur dalam Pasal 126 KUHPM jo Pasal 359 KUHP. Oditur militer juga tidak memasukkan Pasal dalam UU Perlindungan Anak untuk menjerat pelaku

 

2.

Kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa terhadap Dedek Khaeruddin di Sumatera Utara

Kapten Bambang Tri Nugroho

2013

Pengadilan Militer I-02 Medan berdasarkan putusan nomor  74-K/PM I-02/AL/VI/2014 menjatuhkan vonis selama 1 [satu] tahun dan 5 [lima] bulan terhadap pelaku, namun keberadaan Dedek Khaeruddin hingga saat ini masih belum diketahui keberadaannya

 

3.

Kasus Penembakan 4 [empat] orang tahanan titipan Mapolda Yogyakarta di dalam kamar sel Lapas Cebongan

Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, Koptu Kodik dan 5 [lima] orang terdakwa lainnya

2013

Serda Ucok Tigor Simbolon divonis 11 tahun penjara, Serda Sugeng Sumaryanto divonis 8 tahun penjara dan Koptu Kodik divonis 6 tahun penjara dan dipecat dari institusi TNI.

Sementara 5 pelaku lainnya divonis rendah, yakni 1 tahun 9 bulan dan tidak dipecat dari institusi TNI

 

4.

Kasus Pembakaran terhadap juru parkir di Monas

Pratu Heri Ardiansyah

2014

Pelaku dituntut selama 1 [satu] tahun. Namun tidak ada informasi yang disampaikan kepada publik terkait vonis atas putusan Pengadilan Militer terhadap pelaku

 

5.

Kasus Penyiksaan dan Penghilangan Paksa 11 orang warga di Batam

Belum terungkap

2015

Kapolres Batam mengatakan penyelidikan masih berlanjut dan sedang fokus mengungkap identitas para pelaku.

 

6.

Kasus Penembakan di Paniai, Papua

Belum terungkap

2015

Tim Ad Hoc Kasus Paniai dari Komnas HAM meminta korban dilakukan otopsi untuk melengkapi alat bukti. Namun sejauh ini dalam penyidikan belum berhasil mengungkap nama pelaku. Pihak kepolisian membantah sementara pihak TNI tidak mau diminta keterangannya.

 

7.

Kasus penusukan hingga tewas aktivis lingkungan, Jopi Peranginangin

Praka Joko Lestanto

2015

Pasca ditangani oleh POM AL dan dilakukan rekonstruksi peristiwa, tidak ada perkembangan penyidikan yang disampaikan kepada keluarga korban maupun publik. Penyidik juga hanya menetapkan 1 [satu] orang pelaku meski saksi-saksi menyatakan pelaku lebih dari 1 [satu] orang