Segera Sahkan Aturan Pidana Mengenai Tindak Penyiksaan Dan Perbuatan Tidak Manusiawi Lainnya
Jaringan Korban dan Pendamping Anti Penyiksaan (KontraS, LBH Padang, Humanum, LBH Buton Raya, KPKC, Somasi NTB, Piar NTT, ELSHAM Papua, Korban dan Keluarga Tindak Penyiksaan) mendesak Presiden RI dan jajarannya untuk segera merumuskan aturan pidana yang melarang tindak penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi lainnya. Memasuki bulan November 2015, maka sudah 17 tahun sejak Indonesia meratifikasi Kovenan Menentang Penyiksaan ke dalam sistem hukum Indonesia. Dampaknya hingga saat ini angka peristiwa penyiksaan tetap saja tinggi. Menurut catatan KontraSm pada periode Juli 2014 hingga Mei 2015 saja telah terjadi 84 kasus penyiksaan di Indonesia. Selain jumlah tersebut, masih banyak kasus penyiksaan di tahun-tahun sebelumnya yang hingga kini proses hukumnya masih belum berjalan sebagaimana mestinya.
Sejak 27 Oktober 2015, 15 korban dan pendamping korban penyiksaan dari berbagai wilayah di Indonesia berkumpul di Jakarta untuk menyatukan komitmennya mengadvokasi kasus penyiksaan. Selama tiga hari mereka berdiskusi mengenai situasi kasus penyiksaan di Indonesia dan menyimpulkan sebagai berikut:
Terhadap kesimpulan tersebut, Jaringan Korban dan Pendamping Anti Penyiksaan memutuskan untuk membuat Gerakan Nasional Anti Penyiksaan yang akan diluncurkan di beberapa wilayah di Indonesia seperti Ambon, Papua, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, NTT, NTB, dan DKI Jakarta. Gerakan ini juga akan berfungsi sebagai wadah bersama mengadvokasi korban-korban penyiksaan di seluruh Indonesia. Gerakan ini juga akan menjadi tempat korban-korban penyiksaan saling bertukar informasi dan pemantauan kasus-kasus penyiksaan.
Berdasarkan hal di atas, maka Jaringan Korban dan Pendamping Anti Penyiksaan mendesak:
Pertama, Presiden RI untuk segera merumuskan aturan hukum acara untuk memproses tindak pidana penyiksaan;
Kedua, Kapolri untuk membentuk aturan internal mengenai proses penyidikan yang dapat mencegah terjadinya tindak penyiksaan;
Ketiga, Kapolri untuk membuat mekanisme khusus dalam proses etik untuk memeriksa anggota Polri yang diduga melakukan penyiksaan;
Keempat, LPSK untuk merumuskan mekanisme khusus pengajuan restitusi bagi korban-korban tindak penyiksaan.
JARINGAN KORBAN DAN PENDAMPING ANTI PENYIKSAAN
(KontraS, LBH Padang, LBH Buton Raya, Humanum, KPKC, Somasi NTB, Piar NTT, ELSHAM Papua, Korban dan Keluarga Korban Tindak Penyiksaan)