Penegakan Hukum Tak Serius, Mafia Tambang Jalan Terus

Penegakan Hukum Tak Serius, Mafia Tambang Jalan Terus

 

Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS) bersama dengan sejumlah lembaga masyarakat sipil lainnya, menyayangkan terjadinya peristiwa teror serta ancaman terhadap seorang aktivis anti-tambang pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015 dan sejumlah jurnalis media TV yang diduga kuat berkaitan dengan praktik mafia tambang pasir ilegal di Lumajang, Jawa Timur pada 5 November 2015 lalu. Akibat peristiwa tersebut, sedikitnya 4 (empat) orang mengalami intimidasi, serta seorang lainnya mengalami kerugian material akibat pengerusakan rumah.

Berdasarkan catatan KontraS, peristiwa terror dan ancaman pertama menimpa seorang aktivis anti-tambang, atas nama Abdul Hamid, pada hari Minggu, 1 November 2015 lalu. Saat itu, rumah milik Abdul Hamid dilempari batu oleh seorang warga yang merupakan adik dari tersangka kasus pembunuhan alm. Salim Kancil. Tidak hanya itu, pelaku juga sempat melontarkan ancaman pembunuhan terhadap korban didepan rumahnya.

Selanjutnya, peristiwa terror dan ancaman juga menimpa 3 jurnalis media televisi yang sedang melakukan liputan investigasi terkait praktik tambang pasir ilegal di desa Selok Awar-Awar, Lumajang. Ancaman dalam bentuk SMS tersebut di terima pada tanggal 5 November 2015, dalam pesannya, pelaku yang mengaku dari Tim 32, mengancam akan melakukan pembunuhan dan terror bom bondet/bom ikan apabila ketiga orang jurnalis tersebut masih terus memberitakan praktik tambang pasir ilegal di Lumajang, Jawa Timur.

Kedua peristiwa tersebut, tidak hanya jelas-jelas bertentangan dengan pasal 5 (a) UU 13 tahun 2006 Perlindungan saksi dan korban & upaya memberangus kebebasan pers yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) dan dijamin melalui Pasal 4 (1) & 8 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Kebabas Pers, namun juga bertentangan dengan pasal 65 dan 70 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang secara jelas menjamin peran serta masyarakat dalam memperjuangkan lingkungan yang sehat dan baik, serta perwujudan dari bentuk serangan terhadap pembela HAM sebagaimana yang dijamin melalui Pasal 100 UU No. 39 T.ahun 1999 tentang HAM

Kegagalan anggota Polda Jatim dalam menterjemahkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (PERKAPOLRI) untuk memberikan jaminan perlindungan bagi saksi yang diamanatkan melalui Pasal 2 (b) & 51 (1) PERKAPPOLRI No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Polisi serta gagalnya Lembaga Perlindungan Sasksi dan Korban (LPSK) guna memberikan upaya perlindungan yang efektif terhadap saksi dalam kasus tersebut, semakin memberikan celah bagi mafia tambang untuk terus melakukan aksinya dengan menebar terror serta ancaman terhadap pihak-pihak yang dianggap merugikan mereka.

Disisi lain, kami melihat tindakan tersebut merupakan buah dari lemahnya upaya penegakan hukum yang dilakukan  terhadap pelaku mafia tambang pasir ilegal oleh anggota Polisi. Pasca satu bulan peristiwa pembunuhan alm. Salim Kancil yang dilatar-belakangi oleh praktik tambang pasir ilegal, pihak kepolisian nyatanya hanya mampu menetapkan 32 orang pelaku lapangan sebagai tersangka, serta menjatuhkan hukuman disiplin terhadap 3 orang anggota Polisi setingkat Kepolisian Sektor (Polsek), tanpa mampu menyeret mafia-mafia besar dalam kasus tersebut.

 

Oleh karna itu kami mendesak sejumlah pihak untuk:

Pertama, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) melalui Kepolisian Daerah Jawa Timur (POLDA JATIM) untuk mengusut pelaku dibalik segala bentuk terror dan ancaman kepada Aktivis Anti-Tambang dan Jurnalis, serta menjamin upaya penegakan hukum yang akuntabel dan transparan dalam kasus tersebut, termasuk dalam kasus tambang pasir ilegal di Lumajang.

Kedua,  POLDA JATIM juga untuk dapat memberikan jaminan keselamatan bagi setiap orang yang memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat termasuk jurnalis dalam rangka kebebasan pers sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, UU No. 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers, serta UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM

Ketiga, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama dengan POLDA JATIM untuk secara serius dapat memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban, sebagaimana yang diamanatkan melalui Pasal 5 (2) UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Pasal 2 (b) & 51 (1) PERKAPPOLRI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Polisi.

 

 

Hormat Kami,

Badan Pekerja KontraS

 

Haris Azhar, MA

Kordinator KontraS