Bentrok Berbuntut Tewasnya Dua Orang Warga Ternate: Potret Kegagalan Aparat Kepolisian Dalam Penyelesaian Konflik Di Masyarakat

Bentrok Berbuntut Tewasnya Dua Orang Warga Ternate:

Potret Kegagalan Aparat Kepolisian Dalam Penyelesaian Konflik Di Masyarakat

 

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), turut berbelasungkawa atas tewasnya dua orang warga Ternate, Maluku Utara oleh anggota Satuan Pengendalian Massa [DALMAS] Polda Maluku Utara pada 10 Januari 2016 silam. Kami juga mengecam tindakan penyalahgunaan Standar Operasional Prosedure [SOP] dan penyalahgunaan penggunaan senjata api oleh anggota Dalmas Polda Maluku Utara saat tengah melakukan pengamanan terkait dengan insiden bentrokan antar warga di Ternate tersebut sehingga mengakibatkan dua warga Ternate yang tidak bersalah menjadi korban.

Dari informasi dan kronologi sementara yang kami peroleh di lapangan, diketahui bahwa sebelum terjadinya peristiwa yang menewaskan dua orang warga tersebut, terjadi bentrokan antar kampung pada tanggal 10 Januari 2016, sekitar pukul 04.00 WIT. Buntut dari bentrokan tersebut, sejumlah aparat kepolisian kemudian mendatangi lokasi kejadian dengan tujuan untuk mengendalikan situasi. Namun demikian, upaya pengendalian situasi oleh aparat Dalmas di lapangan justru sebaliknya. Aparat Dalmas justru menembakan peluru tajam ke arah warga dan melakukan sejumlah tindakan di luar prosedur pengendalian massa sehingga berdampak pada situasi yang semakin tak terkendali. Akibatnya, satu orang warga akhirnya dinyatakan tewas akibat senjata tajam setelah sebelumnya melukai tiga orang di lokasi kejadian. Selain itu, anggota kepolisian diketahui sengaja menabrak dan menggilas dua warga Ternate yang berada di lokasi sehingga mengakibatkan satu orang warga langsung tewas di tempat.

Upaya Kapolda Maluku Utara mengendalikan situasi melalui anggota Dalmas yang melakukan penembakan dengan menggunakan peluru tajam merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang. Hal itu membangkitkan kemarahan warga dan menimbulkan peristiwa susulan yakni pemblokadean jalan dan pelemparan ke arah Polres Ternate dan Rumah Dinas Kapolres Ternate. Alih-alih melakukan pengamanan, Kapolda Maluku Utara justru membiarkan anggota Brimob Polri mendatangi dan merusak rumah-rumah warga pasca peristiwa sehingga menimbulkan rasa trauma dan tidak aman bagi warga. Dalam kondisi tersebut, Kapolda Maluku Utara seharusnya menarik anggotanya di lapangan guna menghindari potensi konflik di masyarakat yang lebih besar.

Dalam konteks pencegahan dan pengendalian massa, tindakan – tindakan yang dilakukan oleh anggota kepolisian di Ternate sangat tidak profesional dan menyalahi aturan Standar Operasional Prosedure [SOP] sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat 1 Peraturan Kapolri Nomor 16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa yang menyatakan“Larangan sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 6 huruf d adalah: a. bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa; d. membawa senjata tajam dan peluru tajam; dan h. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang – undangan.” Anggota Dalmas juga telah menyalahi Pasal 2 Ayat 2 huruf a Peraturan Kapolri Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian bahwa“Tujuan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian adalah: a. mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang sedang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum”

Untuk itu, guna mencegah tindakan susulan serta sebagai bentuk pertanggungjawaban atas peristiwa penyalahgunaan senjata api dan penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh anggota Polri, kami mendesak:

Pertama, Kapolri harus segera melakukan penindakan terhadap Kapolda Maluku Utara dan Kapolres Ternate sebagai bentuk dari pertanggungjawaban komando dan akuntabilitas institusi kepolisian atas tindakan anak buahnya di lapangan dalam mengendalikan massa bentrok di Ternate;

Kedua, Kapolri juga harus melakukan pengusutan secara tuntas dan transparan terhadap anggota Dalmas Polda Maluku Utara yang terbukti melakukan penembakan ke arah warga Ternate dengan senjata tajam serta melakukan tindakan penyalahgunaan penggunaan kekuatan sehingga mengakibatkan dua orang warga tewas di tempat serta tiga orang lainnya mengalami luka – luka;

Ketiga, Kapolri harus melakukan evaluasi dan pengawasan yang ketat terhadap setiap anggotanya di lapangan dalam hal penggunaan kekuatan, khususnya penggunaan senjata api, dan tidak mentolerir tindakan – tindakan anggotanya yang menggunakan kekuatan secara berlebihan dan tidak sesuai dengan prinsip proposionalitas. Kapolri juga harus melakukan pemeriksaan dan audit senjata api dan amunisi secara berkala yang digunakan oleh anggotanya di lapangan sebagai bentuk tindakan preventif atas peristiwa lainnya yang dapat terjadi ke depan;

Keempat, Lembaga – lembaga Pengawas Eksternal Negara (Komnas HAM, Ombudsman RI dan Kompolnas) harus segera melakukan pemantauan dan pengawasan terkait dengan peristiwa penyalahgunaan wewenang Anggota Dalmas Polda Maluku Utara sesuai tugas dan wewenang yang dimiliki;

 

 

Jakarta, 12 Januari 2016

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar

Koordinator