Aksi Teror Jakarta

Aksi Teror Jakarta

LBH Jakarta dalam konferensi persnya bersama YLBHI, Imparsial, dan KontraS, menyampaikan beberapa hal:

  1. LBH Jakarta berbelasungkawa kepada seluruh korban aksi teror.
  2. BIN dan Kepolisian “kecolongan” dalam pencegahan teror.
  3. LBH Jakarta mensinyalir BIN dan POLRI tidak sinergi dalam penanganan keamanan. Hal tersebut terlihat dengan adanya perbedaan pendapat antara Kapolri dan Ka.BIN dalam kasus Din Minimi. Kemudian terlihat juga dari usulan Ka.BIN agar BIN memiliki kewenangan menangkap yang tidak disepakati oleh Kapolri melalui berbagai media.
  4. Usulan Ka.BIN agar BIN memiliki kewenangan penangkapan bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang menjelaskan peran dan fungsi intelijen hanyalah untuk preventif atau antisipasi ancaman.
  5. Menyayangkan tidak ada sistem yang komprehensif untuk menanganan teror. Ini terlihat dari beberapa hal, antara lain:
    – Tidak adanya sterilisasi lokasi ketika bom pertama meledak,
    – Lambatnya mobilisasi ambulan dan pemadam kebakaran,
    – Tidak ada saluran komunikasi resmi dari polisi/pemerintah sehingga warga menjadi panik karena isu bom juga terjadi di Alam Sutera, Slipi, Palmerah, Cikini, dan Salemba. Mediapun akhirnya memperkeruh situasi dengan menyebarkan berita “hoax”.
    Sistem penanganan teror harus dibuat, siapa yang “in charge” dan siapa saja pemangku kepentingan yang terlibat ketika terjadi teror.
  6. Program deradikalisasi tidak akan berhasil jika problem ketidakadilan tidak diselesaikan. Sebagai contoh terpidana terorisme tidak akan berubah jika praktek penyiksaan masih dilakukan aparat, keluarga tidak diberi akses yang mudah untuk membesuk, dan seterusnya.

Jakarta, 17 Januari 2016

LBH Jakarta – YLBHI – Imparsial – KontraS