Pemutakhiran Pemantauan Relokasi Mantan Anggota Gerakan Fajar Nusantara KontraS

Pemutakhiran Pemantauan Relokasi Mantan Anggota Gerakan Fajar Nusantara

Hari ini (23/1) KontraS melakukan pemantauan di sejumlah titik pusat relokasi pengungsi mantan anggota Gafatar yang mulai dipindahkan secara bertahap dari Kodam 12 Tanjung Pura dan Brigif Singkawang, Pontianak, Kalimantan Barat. Diketahui ratusan pengungsi serta anak-anak telah di tempatkan di Panti Sosial Bina Insan Budaya (Cipayung, Jakarta Timur) dan Rumah Perlindungan dan Trauma Center (Bambu Apus, Jakarta Timur). Kami menemukan ada sejumlah situasi yang tidak memenuhi kriteria jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia yang harus diberikan kepada para pengungsi. Temuan kami adalah sebagai berikut:

1. Pada tempat pertama, Panti Sosial Bina Insan Budaya 2 Ceger Jakarta Timur, terdapat 121 pengungsi Gafatar yang terdiri dari laki-laki, perempuan dan juga anak-anak. Berdasarkan keterangan dari petugas (petugas keamanan dan Tim Tanggap Bencana) di tempat tersebut, pengungsi tidak dapat ditemui oleh keluarga pengungsi selama masih berada pada jam besuk. Terdapat beberapa aparat keamanan yaitu, polisi sebanyak lima orang, petugas Satpol PP sebanyak enam orang dan petugas dari Tim Tanggap Bencana dan Dinas Sosial sekitar 8 orang. Di tempat ini, jurnalis diperbolehkan untuk meliput keadaan pengungsi mantan anggota Gafatar. Tetapi, untuk keluarga pengungsi yang berusaha menemui keluarganya tidak diperbolehkan hingga pukul 15.00. Akses sangat terbatas untuk memasuki ruangan para pengungsi berada dan petugas setempat masih mendata identitas-identitas para pengungsi. Menurut keterangan dari petugas Tim Tanggap Bencana, mereka akan ditampung di Panti Sosial Bina Insan Budaya 2 selama 4-5 hari. Disana mereka akan dipulangkan ke tempat asal masing-masing menggunakan fasilitas dari Kementerian Sosial.

2. Di tempat kedua, Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Cipayung Jakarta Timur, terdapat total 432 orang pengungsi yang terdiri dari:

Rombongan Pertama:

Dewasa    : 84 Orang
Anak-Anak    : 46 Orang
Balita        : 26 Orang
Lanjut Usia    : 2 Orang

Rombongan Kedua:
Dewasa    : 137 Orang
Anak-Anak    : 88 Orang
Balita        : 46 Orang
Lanjut Usia    : 3 Oran

Pada siang harinya, berdasarkan keterangan dari petugas yang berjaga di depan RPTC, lokasi karantina masih sangat tertutup untuk diakses jurnalis maupun keluarga korban yang hendak mengunjungi korban, dikarenakan masih menunggu pernyataan resmi dari Menteri Sosial terkait pengungsi mantan anggota Gafatar. Rombongan pengungsi di atas tiba di RPTC Sabtu subuh dan hingga laporan ini diturunkan, belum ada pihak yang diizinkan untuk masuk ke  dalam lokasi karantina. Jumlah aparatus yang berada di lokasi ini; Polisi 9-10 orang, Satpol PP 6 orang, dan petugas keamanan Dinas Sosial 2 orang. Kondisi di sekitar lokasi terpantau terjaga ketat, dimana disekililingnya dipagar tembok setinggi 4 meter yang dililit kawat di atasnya.

3. Dari keterangan anggota yang berada di lokasi RPTC, salah satu anggota mereka di “interogasi” oleh aparat kepolisian terkait akidah, transfer uang sebagai sumber dana setiap bulannya, aliran yang mereka anut, hubungan mereka dengan pemimpin Al-Qiyyadah Al-Islamiyah, Ahmad Mussadeq dan lain sebagainya. Mereka mengemukakan kekhawatiran apabila mereka dikembalikan ke tempat asal di masing-masing daerah; karena dari wacana yang bergulir selama ini di masyarakat mereka telah dinyatakan sesat, bergabung dengan aliran organisasi sesat sehingga mereka khawatir nantinya akan menimbulkan dampak resistensi dan konflik sosial baru. Sejauh ini pemenuhan kebutuhan mereka di lokasi penampungan tidak cukup baik terutama persoalan konsumsi dan fasilitas sanitasi. Belum lagi, mereka merasa seolah diisolasi bersama-sama dengan orang-orang yang dianggap sebagai penyakit oleh masyarakat seperti pekerja seks dan kelompok ISIS.

 

Dari temuan hari ini, KontraS telah menemukan bahwa rangkaian persekusi keyakinan atas ribuan mantan anggota Gafatar yang berujung pada pengusiran serta relokasi paksa yang difasilitasi oleh negara, khususnya Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri akan membawa masalah baru terutama pada beberapa isu dan jaminan hak di bawah ini:

  1. Potensi diskriminasi horizontal yang muncul di tengah masyarakat, apabila masyarakat tidak mau menerima para pengungsi masuk pada kehidupan sosial dan ekonomi sehari-hari. Hal ini kemudian akan berujung pada potensi terlanggarnya jaminan hak atas rasa aman yang harus bisa dinikmati oleh siapapun;
  2. Potensi terlanggarnya hak atas rasa aman, ketika Pemerintah Daerah tidak siap untuk menerima kedatangan para pengungsi di wilayah administrasinya;
  3. Potensi terlanggarnya jaminan perlindungan hak untuk beragama, beribadah dan berkeyakinan, mengingat ada pertanyaan-pertanyaan interogasi yang bernada diskriminatif atas keyakinan para pengungsi yang dilayangkan oleh aparat kepolisian yang tugas pokok dan fungsinya tidak terkait dengan persoalan urusan mengatur akidah warga negara Indonesia;
  4. Potensi terlanggarnya akses pendidikan, mengingat fasilitas yang tersedia belum menyediakan prioritas akses pendidikan kepada anak-anak yang masih wajib sekolah;
  5. Minimnya fasilitas sanitasi, kesehatan dan lain sebagainya akan bermuara pada memburuknya kesehatan dari para pengungsi.

Ketidaksiapan sistem cepat tanggap pemerintah pada persoalan pengusiran paksa dan sewenang-wenang ini kemudian akan melahirkan repetisi konflik sosial sebagaimana yang masih terjadi pada kasus pengungsi Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Transito NTB dan Syiah di Sampang Madura yang hingga kini masih hidup terlantar di pengungsian tanpa adanya kejelasan status dari Pemerintah.

KontraS masih membuka layanan hotline dinomor: 087877728281untuk menerima pengaduan masyarakat atas hilangnya anggota keluarga, termasuk peristiwa-peristiwa diskriminasi yang potensial dialami oleh para mantan anggota Gafatar.

 

 

Jakarta, 23 Januari 2016

 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)