Ada Hak Publik Untuk Tahu Siapa Pelaku Pembakaran Hutan Dan Lahan Di Indonesia

ADA HAK PUBLIK UNTUK TAHU SIAPA PELAKU

PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI INDONESIA

Laporan Keterbukaan Akses atas Informasi dan Status Penegakan Hukum Kejahatan Korporasi

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) secara konsisten menyoroti penegakan hukum atas peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan masifnya  kerusakan lingkungan hidup termasuk kualitas udara milik publik, hingga mendapatkan sorotan keras baik dari dalam maupun luar negeri. Kali ini dalam memantau penegakan hukum, KontraS melakukan korespondensi aktif dengan 7 Kejaksaan Tinggi (Kejati) dengan 6 diantaranya memberikan jawaban melalui mekanisme Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Kejati tersebut antara lain berada di Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. KontraS mengapresiasi langkah hukum yang diambil oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Tinggi dalam bekerja sama, mendorong dan dan memastikan bahwa fungsi penegakan hukum tidak bekerja diskriminatif utamanya pada kejahatan korporasi.

Namun demikian, satu Kejati pada provinsi Sumatera Selatan cukup mengecewakan karena tidak memberikan jawaban apapun atas permintaan keterbukaan informasi publik yang KontraS layangkan. Padahal Provinsi Sumatera Selatan memiliki kasus kebakaran hutan dan lahan yang cukup serius dimana berdasarkan informasi dari Polda Sumatera Selatan, luasan lahan yang masuk ke lingkup pidana lingkungan seluas 3864,2 Ha dengan menjerat 4 korporasi dan 24 perseorangan.

Dalam informasi yang diberikan oleh Kejati, KontraS menemukan sejumlah keterangan penting:

  1. Terdapat total 72 perseorangan dan 10 korporasi yang akan diperkarakan di pengadilan dengan sebelumnya korespondensi dengan beberapa Polda di Indonesia menemukan total 205 perseorangan dan 19 korporasi.
  2. Pada Provinsi Riau terdapat 4 korporasi dan 4 perseorangan yang menjadi subyek hukum.
  3. Provinsi Jambi terdapat 1 korporasi dan 11 pelaku perorangan dimana terdapat 1 orang yang sudah meninggal dunia dan dijadikan subjek hukum.
  4. Provinsi Kalimantan Selatan setidaknya 2 perusahaan korporasi dan 7 pelaku perseorangan telah dijadikan tersangka.
  5. Provinsi Kalimantan Tengah menjerat dengan angka paling banyak, yaitu 40 pelaku perseorangan dan 2 pelaku korporasi dengan 3 orang meninggal dunia yang dijadikan subjek hukum, Provinsi Kalimantan Timur terdapat setidaknya 7 pelaku perseorangan.
  6. Provinsi Kalimantan Barat setidaknya 5 pelaku perseorangan terlibat dalam kejahatan pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat dengan informasi menarik karena sebelumnya Korespondensi KIP antara Polda Kalimantan Barat tidak memberikan jawaban apapun, tetapi Kejati Kalbar memberikan informasi 5 perkara perorangan sudah masuk ke tahap P-19.
  7. Mayoritas perkara dituntut menggunakan kombinasi pasal yang diatur dalam UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, UU No. 32/2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan walaupun di Kalimantan Tengah menggunakan beberapa Peraturan Daerah No. 5/2003, No. 15/2010, dan No. 5/2013.

Informasi menarik yang perlu menjadi perhatian adalah keterlibatan korporasi besar dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan:

  1. Satu dari korporasi di Kalimantan Tengah bernama PT Globalindo Alam Perkasa merupakan grup pengelola kelapa sawit terbesar di Indonesia yakni Grup Musim Mas milik taipan Bachtiar Karim –orang nomor 7 terkaya di Republik Indonesia, di mana produk salah satunya adalah minyak goreng bermerek Sunco.  Perusahaan ini dapat dikategorikan multinasional karena beroperasi tidak hanya di Indonesia.
  2. KontraS juga menemukan nama perusahaan lokal bernama PT Hasnur Citra sebagai anak perusahaan dari Hasnur Grup yang dimiliki oleh konglomerat daerah bernama Haji Leman. Haji Leman diketahui merupakan bagian dari Partai Golkar, sempat menjabat sebagai ketua DPD I Golkar 3 kali berturut-turut. Hasnur Grup memiliki fokus bisnis pada industri batubara, dan kelapa sawit.
  3. PT. Langgam Inti Hibrido yang merupakan anak perusahaan grup Saratoga Sentra Business milik Sandiaga Uno pada 21 September 2015 berdasarkan SK MenLHK tanggal 21 September 2015 dibekukan izinnya. Akan tetapi pada 25 Januari 2016, setelah empat bulan dibekukan, izin perusahaan tersebut diberlakukan kembali  melalui SK.390/Menlhk/Setjen/Kum.4/I/2016 meskipun proses pidana masih terus berjalan di Kejaksaan Tinggi Provinsi Riau.

KontraS masih melihat lemahnya koordinasi yang tidak dikelola dengan baik oleh Polri dalam kejahatan yang sifatnya mendesak. Di mana selain itu terdapat ruang pembuktian yang harus dikawal bahwa asap dan kebakaran hutan ini bukan merupakan fenomena alam. Laporan KIP ini memang belum sampai membongkar jejaring pertanggungjawaban korporasi berskala besar dan multinasional yang bahkan telah menyebutkan beberapa nama perusahaan yang kerap memiliki skandal kejahatan ekonomi pembangunan di Indonesia. Namun demikian, KontraS tetap mendorong digunakannya mekanisme yudisial sebagai mekanisme utama. Mekanisme ini penting untuk ditempuh mengingat ada ruang pemulihan hak-hak korban dari kejahatan pembakaran hutan dan asap yang hingga kini tidak jelas nasib pemulihannya. Dalam laporan ini KontraS telah menemukan beberapa tipologi penegakan hukum yang bisa dikritisi:

  1. Dihadirkannya subyek hukum yang telah meninggal dunia sebanyak 4 orang. Dengan meninggalnya terdakwa maka sesuai dengan Pasal 77 KUHP menyatakan bahwa kewenangan menuntut pidana dihapus, jika terdakwa meninggal dunia. KontraS menilai dengan menghadirkan subyek hukum yang telah meninggal dunia amatlah tidak strategis, karena fokus penyidikan tidak diarahkan kepada kemampuan dari aparat untuk membongkar modus, jejaring keterlibatan antara pelaku perseorangan dengan pelaku korporasi.
  2. KontraS juga menemukan terdapat 12 perusahaan baik berskala korporasi multinasional maupun nasional yang masuk dalam daftar tuntutan dari beragam kejaksaan tinggi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Keterlibatan perusahaan-perusahaan itu baik dilakukan atas nama korporasi maupun 6 individul yang berafiliasi dengan korporasiDiakses pada 15 Maret 2016. ahkan kepada pidana koprorasi mungkin ditafsirkan untuk tidak mengharuskan individu yang melakukan t dapat ditinjau dari hukum internasional. Dari sisi analisis hukum internasional keterlibatan pelaku individual yang melekat pada satu entitas korporasi memiliki ruang pertanggungjawaban individual yang melekat dengan aktivitas korporasi. Dalam beberapa dekade terakhir ini negara-negara demokratik telah banyak mengadopsi instrumen-instrumen internasional yang pada akhirnya berupaya untuk menempatkan kejahatan korporasi multinasional sebagai apa yang disebut sebagai, “kejahatan internasionalisasi”. Pola kejahatan ini jamaknya dijaring melalui praktik korupsi melalui instrumen Konvensi PBB Melawan Korupsi.[1] Dalam konteks Indonesia, temuan fakta adanya korporasi sebesar Grup Musim Mas dan Grup Hasnur (taipan lokal) menunjukkan bahwa kuat diduga perusahaan akan menggunakan konsep pertanggungjawaban individual sebagai model ‘kambing hitam’, juga dalam situasi sebaliknya manajemen perusahaan akan berlindung di balik nama besar korporasi untuk mengalihkan pertanggungjawaban.
  3. Telah dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang artinya koordinasi telah dimulai antara penyidik dan JPU. Dalam sistem peradilan pidana terpadu ketika SPDP sudah dikeluarkan maka Jaksa Penuntut Umum sudah mulai mengambil ancang-ancang untuk mengkoordinasikan kemajuan kasus, termasuk memberikan masukan-masukan kepada tim penyidik. Meskipun dalam praktiknya koordinasi kerap tidak berjalan mulus.
  4. Proses hukum yang tengah dilakukan oleh tim penyidik dan JPU di Sumatera dan Kalimantan tidak banyak diketahui didukung oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Penilaian ini terlihat dari minimnya pemberitaan yang muncul di harian media nasional, meskipun informasi banyak dikembangkan di media-media lokal serta adanya perbedaan penggunaan pasal dan UU yang berbeda-beda di berbagai daerah menunjukkan tidak ada sinergitas antar pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan penegakan hukum atas karlahut yang dalam hal ini juga terdapat daerah yang menggunakan Perda untuk menjerat pelaku.
  5. Namun KontraS mengapresiasi digunakannya ukuran penegakan hukum berbasis peraturan-peraturan daerah sebagaimana yang telah digunakan di Kalimantan Tengah. Mereka banyak menggunakan sumber-sumber peraturan daerah progresif yang bisa dijadikan argumentasi adanya pelanggaran hukum.

Konsep pertanggungjawaban pidana korporasi memang masih didorong untuk menemukan format yang universal dan dapat diaplikasikan dalam standar pidana di tingkatan nasional. Namun demikian ada banyak inisiatif yang mulai didorong guna mempertegas hadirnya fungsi pertanggungjawaban korporasi. Hadirnya Guiding Principles on Business and Human Rights: Implementing the United Nations “Protect, Respect, and Remedy” Framework[2] (2012) merupakan langkah progresif yang harus dihadirkan negara dalam menjamin ketersediaan jaminan perlindungan, penghormatan dan keterlibatan korporasi dalam pemulihan hak-hak dari para korban yang menjadi bagian dari ruang pertanggungjawaban mereka harus dihadirkan dengan membuat strategi dan mekanisme efektif.

Merespons situasi dengan baik dan mengedepankan hak-hak konstitusional warga negara adalah tujuan dari laporan ini dibuat. KontraS sebagai bagian dari masyarakat Indonesia ingin menjelaskan bahwa masih ada ruang pertanggungjawaban negara untuk menuntut para pelaku pembakaran hutan dan lahan agar jera dengan tindakan yang mereka lakukan, sembari menjamin bahwa tindakan serupa tidak akan terjadi di masa depan. Tak lupa, hak-hak korban juga harus mendapatkan perhatian utama dari pemerintah, karena tindakan semacam ini rentan terulang dan bisa menyebabkan masifnya korban dalam skala besar.

 

 

Jakarta, 16 Maret 2016

Badan Pekerja KontraS

 

Haris Azhar, M.A

Koordinator

 


[1] Lihat: Ole & John Stigen. Corporate Responsbilities Behind Corporate Institutions. Dokumen diakses di:

https://www.jus.uio.no/ior/personer/vit/olefa/dokumenter/corporate-resp.pdf. Diakses pada 15 Maret 2016.