Indonesia: Amandemen Undang-Undang Anti Terorisme Merupakan Sebuah Serangan Kepada Hak Asasi Manusia

Indonesia: Amandemen Undang-Undang Anti Terorisme Merupakan Sebuah Serangan Kepada Hak Asasi Manusia

Bangkok & Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia harus menolak pengajuan amandemen Undang-Undang Anti Terorisme yang sesungguhnya bertolak belakang dengan hukum internasional, menurut International Commission of Jurists (ICJ), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan The Indonesian Human Rights Monitor (IMPARSIAL) pada 18/3.

“Penyerangan yang mengerikan terjadi di Jakarta menyoroti kewajiban pemerintah Indonesia untuk melindungi masyarakat dari aksi terorisme, namun pengalaman dari seluruh dunia yang telah mempertunjukkan perlawanan terhadap terorisme harus belangsung bersamaan dengan perlindungan hak asasi manusia, tidak hanya dalam pelanggaran kewajiban hukum Indonesia,” menurut Sam Zarifi, Direktur ICJ Kawasan Asia dan Pasifik.

ICJ, KontraS dan IMPARSIAL mencatat bahwa pengajuan amandemen dapat membenarkan keberlanjutan penahanan terduga yang tidak semestinya, memasukkan mereka kedalam resiko penyiksaan, perlakuan kejam, penghilangan paksa dan penahanan sewenang-wenang.

Amandemen tersebut juga termasuk mengenai penentuan penahanan administratif, menurut Zarifi, “hal tersebut secara umum dilarang dalam hukum internasional, disimpan dalam situasi yang paling luar biasa jauh lebih sempit dari penetapan dibawah amandemen.” Surat yang dikirimkan oleh organisasi-organisasi ini kepada DPR memaparkan rekomendasi-rekomendasi mengenai penetapan yang dapat di revisi, yang tidak akan melanggar hak para tahanan.

Selanjutnya, Haris Azhar, Koordinator KontraS menyatakan, “Tidak adanya refensi dimanapun dalam amandemen mengenai tahanan dapat menuntut keabsahan dari penahanan mereka. Hal ini harus jelas dalam hukum dimana pemulihan ini tidak tersedia untuk mereka.”

Dalam pengulasan pengajuan amandemen, kombatan Indonesia di mancanegara yang masih merupakan warga negara Indonesia, Poengky Indarti, anggota dewan IMPARSIAL menyatakan bahwa ini sangat bertentangan dengan hukum internasional, ini akan mengubah mereka menjadi tak bernegara. Ia menyatakan, “Kewarganegaraan adalah hukum yang mengikat atas individu kepada negara-negara yang bersangkutan. Ini merupakan prasyarat esensial mengenai penikmatan dan perlindunagn dari hak asasi manusia yang menyeluruh.”

Mereka pun menyatakan bahwa penetapan atas penghasutan terorisme harus terlalu berbatas sebagai pidato politik, khususnya mengenai pandangan yang bertolak belakang dari orang-orang yang memiliki kekuatan dan otoritas, seperti opini pada penentuan nasib sendiri atau perubahan pada hukum dan struktur konstitusional.

Pengajuan amandemen memaksakan hukuman mati terhadap beberapa kejahatan. ICJ, IMPARSIAL dan KontraS menolak hukuman mati dalam semua kasus tanpa terkecuali, sebagaimana adanya pelanggaran hak hidup dan hak untuk tidak menjadi subjek dari perlakuan kejam, tidak manusiawi dan menurunkan martabat. Dalam suratnya, mereka mengingatkan pemerintah Indonesia untuk segera melakukan moratorium dalam penggunaan hukuman mati, dengan menuju penghapusan hukuman mati secara total.

ICJ, IMPARSIAL dan KontraS mendesak anggota DPR untuk menekankan pada benak mereka bahwa pendekatan apapun yang Indonesia gunakan untuk melawan terorisme harus selaras dengan hukum internasional dan perlindungan hak asasi manusia.

 

Kontak Media:

Bangkok – Emerlynne Gil, Penasehat Hukum Internasional Senior ICJ

Email: emerlynne.gil@icj.org telp. no. +66 840923575

 

Jakarta (KontraS) – Fatia Maulidiyanti, Desk Internasional, KontraS

Email: fatia@kontras.org telp. No. _6221 391 9097/98

 

Jakarta (IMPARSIAL) – Poengky Indarti, Anggota Dewan IMPARSIAL

Email: poengky1970@gmail.com telp. No. +62 812 8362 8659