Hentikan Usulan Pasal Pencalonan Anggota TNI/Polri Tanpa Mundur di Draft Revisi UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah

Hentikan Usulan Pasal Pencalonan Anggota TNI/Polri Tanpa Mundur

di Draft Revisi UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menolak dengan keras adanya usulan beberapa fraksi di DPR untuk mengubah pasal terkait pencalonan anggota TNI/Polri dalam pemilihan kepala daerah tanpa perlu mundur dari jabatanya pada draft revisi UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Alasan penghapusan yang menjadi pembenar sejauh pemantauan KontraS adalah membuka peluang sumber daya manusia yang ikut pencalonan, dikaitkan dengan memutar frasa pada UUD 1945 yang membolehkan warga negara utk dipilih dan memilih, hingga alasan mencegah pengusungan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah 2017. Alasan pembenar yang dilontarkan tidak lantas menjadi justifikasi yang harus diikuti mengingat karakteristik aparatus keamanan bersenjata kita berpotensi tinggi melakukan abuse of power. KontraS disini meminjam kutipan dari Lord Acton “Power Tends to Corrupt, Absolute Power Corrupt Absolutely” dimana kekuasaan besar yang tidak diimbangi dengan pengawasan dan pengendalian sangat rentan untuk disalahgunakan.

Perlu diingat, TNI/Polri merupakan alat negara yang mempunyai senjata, pasukan, dan patuh pada struktur hierarkis dan garis komando. Karakteristik yang memiliki kekuatan besar tersebut rentan disalahgunakan dalam pengerahan kekuatan melalui instruksi petingginya. Kita #masihingat dengan beberapa kasus pelanggaran HAM berat yang kental keterlibatan militer pada masa dwifungsi ABRI pada Orde Baru yang hingga saat ini masih belum terselesaikan. Momentum Simposium Nasional Membedah Peristiwa 1965 #Simposium65 yang diselenggarakan Menkopolhukam pada bulan ini juga menyegarkan kembali ingatan kita akan keterlibatan militer pada tahun 1965/1966.

Lebih lanjut, penghapusan syarat mundur anggota TNI/Polri juga bertolak belakang dengan Pasal 47(1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mengatur: “Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan” dan UU No.2/2002 tentang Polri.

Sudah beberapa kali muncul kebijakan yang mencoba mencampurkan kekuatan sipil dan militer, seperti terdapat sedikitnya 31 MoU antara TNI dengan sejumlah instansi seperti kementerian dalam beberapa tahun terakhir yang bertentangan dengan operasi militer selain perang (OMSP) dimana pada Pasal 7 (3) UU TNI harus didasarkan pada kebijakan dan keputusan politik negara, bukan melalui MoU.#1 Serta adanya kebijakan wajibnya mengikuti Bela Negara yang diselenggarakan Kementerian Pertahanan.

Padahal hingga saat ini mekanisme koreksi di TNI/Polri belum dijalankan dengan baik dan akuntabel. Baru-baru ini sidang putusan pembunuh Jopi, aktivis lingkungan, hanya divonis rendah dua tahun penjara di peradilan militer sementara fakta kuat yang dihadirkan tidak menjadikan peradilan militer merasa penting untuk memberikan hukuman yang berat pada si pelaku.#2 Vonis rendah dan berkualitas buruk ini terjadi karena belum adanya reformasi Peradilan Militer melalui revisi UU 31 Tahun 1997. Harusnya DPR lebih memprioritaskan reformasi atas peradilan militer daripada memberikan keistimewaan hak untuk dipillih, bahkan tanpa mundur dari jabatannya. Revisi nantinya hanya akan menghambat agenda reformasi TNI/Polri, terutama dalam tugas dan fungsinya yang profesional dan akuntabel karena akan terseret permainan politik.

Belum lagi adanya masalah prakitk bisnis militer yang sudah lumrah menjadi ajang kerjsama antara oknum korporasi-pejabat-militer yang acapkali merenggut hak asasi manusia masyarakat di daerah. Ini didukung dengan celah UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS) dimana dalam keadaan konflik, kepala daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) dapat meminta penggunaan kekuatan TNI. Kondisi ini telah menciptakan tata kelola keamanan dan bernuansa militerisasi karena memungkinkan peran militer dalam menghadapi kelompok petani, buruh, mahasiswa dan masyarakat lainnya akibat dari defenisi konflik sosial yang karet dan tidak ada indikator eskalasi ancaman dalam undang-undang ini serta adanya kewenangan penetapan status keadaan bahaya oleh kepala daerah (Pasal 16 dan Pasal 18).#3 Revisi pasal pada UU Pemilihan Kepala Daerah hanya akan menambah potensi militerisasi lebih jauh jika militer berpolitik.

 

Berdasarkan hal di atas, KontraS mendesak untuk:

  1. Meminta DPR menghentikan dan menolak segala bentuk usulan yang muncul dalam perumusan revisi UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah untuk mengubah pasal terkait pencalonan anggota TNI/Polri dalam pemilihan kepala daerah tanpa perlu mundur dari jabatanya yang juga sarat dengan kepentingan partai politik dan kelompok tertentu mengingat kemendesakan revisi UU Pilkada di ranah legislatif.
  2. Mendesak Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dan struktur komando tertinggi untuk mengawal dan mempertahankan keseimbangan kekuatan sipil-militer di Indonesia.
  3. Mendesak Panglima TNI dan Kapolri untuk menolak segala bentuk keterlibatan TNI/Polri dalam pencalonan pemilihan umum tanpa pengunduran diri demi menjaga profesionalitas dan akuntabilitas TNI/Polri kedepannya

 

 

Jakarta, 19 April 2016

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar, M.A.

Koordinator

 

Lebih lanjut lihat Siaran Pers Koalisi, MoU TNI Bentuk Kemunduran Reformasi dan Bertentangan dengan Undang-Undang, 26 Agustus 2015. Dapat diakses di http://www.imparsial.org/en/2010/mou-tni-bentuk-kemunduran-reformasi-dan-bertentangan-dengan-undang-undang.html diakses pada 19 April 2016

Lihat Siaran Pers KontraS. 2016. Buruknya Proses Peradilan Militer dalam Perkara Pembunuhan Jopi Peranginangin. Artikel dapat diakses di: http://kontras.org/home/index.php?module=pers&id=2261 diakses pada 19 April 2016

Lihat Siaran Pers KontraS. 2014. Penanganan Bentrok Maluku: Pengerahan Perbantuan Pasukan TNI (Belum) Tepat. Artikel dapat diakses di: https://www.kontras.org/home/index.php?module=pers&id=1926 diakses pada 19 April 2016

 

Sumber foto: gresnews.com