Surat Terbuka: Pertemuan Presiden Komisi Eropa dengan Presiden Indonesia

Hal      : Pertemuan dengan Presiden Indonesia Joko Widodo

 

Kepada Yang Terhormat,

  1. Jean-Claude Juncker

di Tempat

 

Dengan hormat,

Kami berharap dapat mengekspresikan perhatian serius kami terhadap isu-isu penting hak asasi manusia di Indonesia kedepannya dalam pertemuan anda dengan Presiden Joko Widodo pada 21 April. Kami memohon dengan hormat untuk menyampaikan perhatian kami ini kepada Bapak Joko Widodo.

Kami meminta untuk anda menuntut Indonesia agar menghentikan seluruh eksekusi dan memperkenalkan moratorium resmi dalam pengimplementasian hukuman mati sebagai langkah pertama menuju penghapusan hukuman mati.

Pada tanggal 7 April, Jaksa Agung mengindikasikan bahwa eksekusi untuk terpidana mati terkait dengan pelanggaran narkotika akan berlanjut dalam beberapa bulan kedepan. Pada 18 April, Presiden Joko Widodo mempertahankan hukuman mati untuk pelanggaran narkotika. Di bawah administrasi Presiden Joko Widodo, pada tahun 2015 Indonesia mengeksekusi 14 orang yang telah bersalah dalam kasus pelanggaran narkotika. Pada pembebanan hukuman mati yang sedang berlangsung, khususnya terkait dengan pelanggaran narkotika, merupakan sebuah pelanggaran dari kewajiban hukum Indonesia di bawah Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Kami juga ingin meminta kepada anda untuk Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah nyata terhadap investigasi atas pelanggaran hak asasi manusia masa lalu. Ini merupakan langkah yang harus termasuknya pengesahan mengenai mandat legislatif dari Pengadilan HAM ad hoc yang telah ditugaskan dan dipublikasikan dan telah lama ditunggu untuk pelanggaran HAM masa lalu. Pelanggaran HAM masa lalu yang masih belum juga terselesaikan termasuk mengenai penghilangan paksa dari 13 aktivis dan mahasiswa pro demokrasi di tahun 1997-1998 dan pembunuhan terhadap pembela HAM dan pendiri KontraS Munir Said Thalib. Pada 7 September 2007, Munir ditemukan meninggal pada penerbangan dari Jakarta menuju Belanda. Otopsi yang dilakukan oleh pemerintah Belanda mengindikasikan adanya racun arsenik. Sementara, tiga orang yang dinyatakan bersalah dan terkoneksi dengan pembunuhan ini, tidak ada upaya untuk mengidentifikasi, menuntut dan menghukum mereka yang telah merencanakan dan memerintah atas pembunuhan Munir.

Kami juga memperhatikan mengenai proses yang sedang berlanjut pada parlemen Indonesia mengenai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 mengenai legislasi Anti Terorisme. Amandemen yang diajukan untuk UU tersebut dapat mengizinkan otoritas untuk menahan terduga tanpa pengawasan yudisial apapun selama beberapa waktu yang jauh lebih panjang dibandingkan dengan yang diatur saat ini pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebagai tambahan, draf legislasi mengandung ketentuan yang kabur dalam penghasutan atas terorisme yang dapat sangat membatasi kebebasan berekspresi. Rancangan Undang-Undang ini juga memberikan beberapa pelanggaran jelas mengenai hukuman mati. Amandemen yang diajukan mengenai legislasi anti terorisme, jika diadopsi dalam bentuk terkini, akan sangat jelas tidak konsisten dengan kewajiban hukum internasional Indonesia memperhatikan mengenai kebebasan fundamental untuk kemerdekaan dan hak untuk pengadilan yang tidak memihak. Kami meminta anda untuk mengingatkan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia memiliki tujuan yang sah untuk mlawan ancaman terorisme harus dilakukan dalam kerangka hukum yang didukung dengan instrumen hak asasi manusia yang relevan dan telah diratifikasi oleh negara pihak, yang merupakan ICCPR.

Terakhir, kami kesulitan dengan dampak negatif yang serius dari operasi perusahaan bisnis, khususnya yang merupakan industri ekstraktif, yang berada diantara masyarakat lokal di berbagai bagian di Indonesia. Angka yang besar terhadap kasus mengenai penyitaan lahan dan pengusiran paksa tanpa kompensasi yang layak dan relokasi terus berlanjut dan terekam. Pada Mei 2014, Komite Ekonomi, Sosial dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCESCR) menemukan bahwa implementasi dari proyek ekstraktif minim pemantauan yang layak dari dampak hak asasi manusia dan lingkungannya. Sebagai tambahan, UNCESCR  mencatat bahwa proyek-proyek ini tidak membawa manfaat yang nyata untuk para masyarakat lokal. Dalam beberapa kasus, masyarakat tang terdampak tidak diberikan pemulihan yang efektif and telah dijadikan subjek untuk kekerasan dan penganiayaan, menurut UNCESCR. Pembela HAM bekerja dalam kasus ini juga mengalami serangan. Pada tahun 2014 sendiri, terdapat 562 kasus terdokumentasikan, termasuk pembunuhan, penculikan, ancaman dan intimidasi. Kami meminta anda untuk mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah kongkret untuk segera menangani akar permasalahan yang menyebabkan dampak negatif dari operasi bisnis dan berdampak terhadap masyarakat dan untuk menuntut pemerintah dalam melindungi pembela HAM.

Kerjasama hak asasi manusia dan penghormatan untuk hak asasi manusia fundamental ada di antara prinsip-prinsip kunci dari Kesepakatan Kerjasama dan Kemitraan (PCA) antara Indonesia dan Uni Eropa. Ketika tanggung jawab untuk menyampaikan referensi isu diatas di dasari dengan kekuatan eksekutif, legislatif dan yudisial pemerintah Indonesia, Uni Eropa memiliki pengalaman kewajiban, mekanisme yang layak dan pengaruh politik yang diperlukan untuk mendorong Jakarta untuk mengambil langkah yang berarti dalam arah yang tepat.

Ini merupakan yang paling penting dari pentingnya promosi hak asasi manusia yang fundamental masih berada dalam agenda teratas kebijakan luar negeri Uni Eropa. Kami percaya bahwa dengan mengedepankan isu penting mengenai hak asasi manusia secara langsung kepada Presiden Joko Widodo, anda dapat berkontribusi dalam menyusun suasana kejujuran dan kerjasama bermanfaat secara mutual antara Indonesia dan Uni Eropa.
Terima kasih atas perhatian anda dalam perihal penting ini.

 

Salam Hangat,

Karim Lahidji
Presiden FIDH

Haris Azhar
Koordinator KontraS

CC
Martin Schulz, President, European Parliament
Donald Tusk, President, European Council