Menolak Eksekusi Mati dan Kebijakan yang Tidak Transparan

Menolak Eksekusi Mati dan Kebijakan yang Tidak Transparan

 

“Eksekusi secara diam-diam, merupakan bagian dari ketidakterbukaan proses penegakan hukum yang sarat dengan penyalahgunaan wewenang dan prosedur”.

Saat ini pemerintah akan kembali melakukan eksekusi lanjutan bagi para terpidana mati. Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati,  prihatin dan menolak rencana eksekusi tersebut. Koalisi juga mendesak agar pemerintah tidak menutup-nutupi proses eksekusi terpidana mati tahap ketiga.

Koalisi melihat ada upaya untuk melakukan eksekusi secara diam-diam, dan ini merupakan bagian dari ketidakterbukaan proses penegakan hukum yang sarat dengan penyalahgunaan wewenang dan prosedur. Lebih dari itu, Koalisi memandang bahwa seharusnya rencana eksekusi tahap tiga ini ditinjau kembali oleh Pemerintah dan segera mencari solusi hukum yang lebih tepat dan manusiawi.

Ketertutupan pemerintah terhadap proses eksekusi memunculkan banyak pertanyaan, karena di sisi yang lain proses penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari kondisi ideal. Ketertutupan terhadap daftar terpidana mati kemudian menutup peluang adanya pengawasan secara eksternal terhadap siapa eksekusi dilakukan. Pemerintah perlu diingatkan bahwa dalam proses eksekusi sebelumnya, beberapa nama terpidana justru merupakan korban peradilan yang tidak fair dan akuntabel.

Keterbukaan proses eksekusi yang menjadikan kasus Marry Jane dapat terungkap ke publik dan membuktikan adanya kesalahan prosedur dalam proses peradilan. Bila kemudian eksekusi dilakukan secara diam-diam, maka peluang tersebut tertutup dan kesewenangan itu semakin terbuka lebar.

Selama ini Pemerintah tidak pernah transparan terhadap proses yang berlangsung terhadap terpidana mati, baik  prosedur, kriteria pemberian atau penolakan grasi dan penentuan siapa saja yang masuk dalam tahapan eksekusi mati.  Sehingga penentuan terpidana mati pun membuka peluang penyelewenangan kewenangan yang besar.

Koalisi memandang bahwa ketertutupan proses peradilan dan eksekusi terpidana mati ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip rule of law dan fair trial, yang mengarah pada diskriminasi, penyalahgunaan wewengan, serta membuka peluang pelanggaran HAM serius terkait nyawa manusia.

Koalisi juga memandang bahwa pelaksanaan eksekusi mati gelombang III, baik terhadap WNI maupun WNA hanya akan memperlemah posisi tawar pemerintah Indonesia dan minimnya dukungan Internasional terhadap perlindungan WNI yang terancam hukuman mati di Luar Negeri. Di sisi yang lain, Koalisi terus mendesak pemerintah untuk meninjau ulang hukuman mati sebagai solusi kejahatan yang dianggap serius.

Untuk itu, kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk:

Pertama, melakukan Moratorium dan  meninjau kembali rencana eksekusi terpidana mati sebagai solusi penegakan hukum, mengingat saat ini rancangan perubahan KUHP yang mengatur tentang pidana mati masih dalam proses pembahasan antara Pemerintah dan DPR RI.

Kedua, memastikan proses  grasi, serta penentuan daftar terpidana mati, dilakukan secara terbuka dan transparan untuk menghentikan adanya penyalahgunaan wewenang dan praktik koruptif.

Ketiga, membentuk tim yang secara khusus melakukan evaluasi dan kajian terhadap perkara kasus terpidana mati untuk memastikan adanya proses hukum yang fair, adil dan akuntabel, sehingga menutup peluang adanya kesalahan hukuman.

 

Jakarta, 11 Mei 2016

 

 

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati

Imparsial, KontraS, ICJR, ELSAM, HRWG, FIHRRST, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, LBH Pers, Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), YLBHI, Yayasan Satu Keadilan, PBHI, Migrant Care, IKOHI.