Melacak Jejak Putusan-Putusan Yang Ditumpulkan:
Memahami Kejanggalan Mekanisme Aliran Uang 1,4 Juta Pil MDMA
Putusan Achmadi
(Putusan No. 2153/pid.sus/2012/PN.JKT.BAR)
Pada Seri I Melacak Jejak Putusan-Putusan yang Ditumpulkan (Putusan Muhamad Mukhtar), Tim Pembela Indonesia Berantas Mafia Narkoba telah mengangkat kejanggalan Operasi Controlled Delivery yang tidak sesuai dengan standar dan prinsip utama, sebagaimana diatur di dalam intsrumen internasional UN Convention Against Illicit Traffic in Narcotics Drugs and Psychotropic Substance (1988). Kali ini Tim akan mengangkat berkas kedua yakni Putusan Achmadi. Dalam putusan ini ada situasi-situasi hukum yang nampak terpotong, tidak ditindaklanjuti, sehingga konsekuensinya adalah publik tergiring pada konteks pemidanaan narkotika. Padahal ada kejanggalan mekanisme aliran uang yang belum tereksplorasi dengan baik dan bisa dijadikan bukti petunjuk mengapa sindikat narkoba –tidak hanya berfokus pada Fredy Budiman dkk- masih berurat berakar di Indonesia?
Pada Seri II ini kami akan mengangkat berkas putusan Achmadi. Tidak hanya kita mengetahui peran dari Achmadi, kita juga akan lebih banyak mengetahui hal-hal yang luput dan sayangnya tidak pernah ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum selama 4 tahun ketika vonis dijatuhkan. Sebagai ilustrasi kami ingin tambahkan bahwa di dalam berkas Achmadi terdapat 3 nama yang memiliki peran-peran khusus: (1) Fredy Budiman berperan sebagai pengatur orang-orang di lapangan untuk mempercepat proses pengeluaran barang hingga barang masuk ke dalam gudang penyewaan (OPERATOR), (2) Hani Sapta berperan untuk mengenalkan, membuka jaringan pelabuhan, mempermudah administrasi dokumen dalam mengeluarkan barang dari pelabuhan, (3) Chandra Halim berperan sebagai penghubung produsen barang di Tiongkok. Diapun diketahui berperan sebagai orang kepercayaan dari produsen. Tiga peran di atas sebenarnya ditampilkan untuk mempertegas logika BNN bahwa kejahatan 1,4 juta pil MDMA ini masuk dalam kategori transnational organised crime.
Pada temuan kami di berkas putusan Achmadi, terlihat mencolok bahwa tim penyidik dan majelis hakim hanya berfokus pada kejahatan narkotika sesuai UU No. 35/2009, yang berpijak pada beberapa hal yakni: (1) aktor-aktor lapangan, (2) operasi controlled delivery dan (3) model penghukuman. Akan tetapi putusan ini masih belum bisa menguatkan bahwa Peristiwa Mei 2012 adalah sebuah kejahatan yang terorganisir, sistematis dan oleh karenanya bisa diuji sebagai salah satu benchmark transnational organised crime –sebagaimana yang ingin dibuktikan oleh BNN- yang didukung penuh oleh PBB melalui Un Convention Against Transnational Organised Crime (2000), karena ada poin ketidakdetilan dalam membongkar aliran uang yang meskipun jumlahnya tidak terlalu besar (lih. Poin 3), namun signifikan dalam memastikan argumentasi bahwa hati dan pikiran publik.
Aparat penegak hukum belum menggunakan semangat, “always follow the money” dalam konteks ini. Oleh karena itu, adalah sebuah keharusan bagi publik untuk mendorong pemerintah menyegerakan pembentukan tim independen di bawah Presiden Joko Widodo guna mempertegas komitmen Indonesia untuk memutus mata rantai transnational organised crime di Indonesia.
Jakarta, 15 Agustus 2016
Tim Pembela Indonesia Berantas Mafia Narkoba