Surat Terbuka: Tindak Kekerasan TNI AU Kepada Jurnalis dan Warga

No       :  /SK-KontraS/VIII/2016

Hal      : Surat Terbuka “Tindak Kekerasan TNI AU Kepada Jurnalis dan Warga”

 

Kepada Yang Terhormat

Panglima TNI

Jendral TNI Gatot Nurmantyo

Di Tempat

 

Dengan Hormat,

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Panglima TNI  mengambil tindakan yang pro aktif, profesional dan signifikan untuk penyelesaian kasus kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM terhadap jurnalis danw arga yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) dan Paskhas Lanud Suwondo Medan.

Peristiwa tersebut terjadi terhadap sejumlah warga Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia, dan Jurnalis dalam  aksi demonstrasi menyoal sengketa lahan di Persimpangan Sari Rejo, Medan Polonia, Kota Medan, Sumatera Utara, pada hari Senin, 15 Agustus 2016. Informasi yang kami terima, Lahan sengketa seluas 260 hektar di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia tersebut rencananya akan dibangun Rusunawa (Rumah susun sederhana sewa) bagi Kosekhanudnas III dan Wing III Paskhas TNI AU. Namun, sampai dengan saat kepemilikan tanah tersebut masih disengketakan kedua belah pihak, adapun tanah yang mereka diami adalah mutlak milik warga. Sesuai dengan putusan Mahkamah  Agung (MA) No.229 K/Pdt/1991, tanggal 18 Mei 1995 Junto (Jo) putusan Pengadilan  Tinggi (PT) Medan No.294/Pdt/1990/PT-MDN, tanggal 26 September 1990 jis Putusan  Pengadilan Negeri (PN) Medan No.310/Pdt.G/1989/PN.Mdn, tanggal 8 Mei 1990 yang telah  berkekuatan hukum tetap alias Incraht.

Tindakan tersebut diatas seharusnya dapat cegah. TNI yang profesional seharusnya dapat menghindari tindakan – tindakan di luar proses hukum, termasuk dalam penyelesaian sengketa lahan, seharusnya semua pihak, termasuk TNI AU setempat menghormati hak – hak warga setempat menyampaikan dan memperjuangkan hak – haknya, bukan sebaliknya warga dan jurnalis justru menjadi target kekerasan dan menjadi korban pelanggaran HAM karena tindakan  yang dilakukan anggota TNI AU setempat.  Hal – hal yang berkaitan dengan sengketa lahan, harus diselesaikan dengan mengikuti mekanisme hukum yang tersedia, termasuk menghormati putusan BPN.

Tindakan tersebut diatas bertentantagan dengan cita-cita reformasi sektor keamanan, di mana TNI adalah penjaga pertahanan profesional dan bermanunggal dengan rakyat. KontraS mencatat, sedikitnya telah terjadi 47 peristiwa bentrokan akibat sengketa lahan antara warga dan pihak TNI sepanjang tahun 2013 s/d Juli 2016, dengan alasan serupa sebagai upaya pengamanan. Di mana tindakan tersebut seringkali tumpang tindih dengan tugas penegak hukum yang ada, seperti Kepolisian dan institusi penegak hukum lainnya, termasuk institusi yang berwenang dalam menyelesaiakan persoalan sengketa lahan.

Dengan melihat beberapa kasus yang terjadi saat ini, patut diduga adanya pelanggaran Hak sipil politik berupa tindakan penganiayaan berkaitan dengan pasal 351 KUHP, pasal 33 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, pasal 7 UU No 12 tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan Perbuatan Merendahkan Martabat Manusia (pasal 12 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Dan Merendahkan Martabat Manusia dan pasal 6 tentang pelanggaran hak atas pekerjaan yang dialami oleh jurnalis, pasal 7 tentang hak setiap orang untuk menikmati kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, pasal 11 tentang standar kehidupan yang layak, dan 12 kovenan internasional hak ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob), serta pasal 3 (2) Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang menyebutkan bahwa; “Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI dibawah koordinasi Departemen Pertahanan”. Berdasarkan Tindakan kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan telah menyalahi semangat dari Undang-undang Pasal (4) No 40/ 1999 tentang Pers. Bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

 

Kondisi diatas menunjukkan bahwa telah terjadi penyalahgunaan kekuatan secara berlebihan dan menjadikan persoalan ini serius dan harus diperhatikan oleh TNI. Oleh karenanya, kami mendesak Panglima TNI untuk:

Pertama, Segera menarik seluruh anggota TNI AU yang berada di Kecamatan Sari Rejo, Medan Polonia, serta menjamin berhentinya bentuk-bentuk kekerasan dalam persoalan sengketa lahan antara TNI AU dan warga Sari Rejo, Medan Polonia, Medan, Sumatera Utara.

Kedua, Memerintahkan anggotanya melakukan penyelidikan yang mendalam terkait kasus kekerasan yang dialami oleh warga dan jurnalis, serta melakukan penindakan terhadap anggota TNI yang diketahui melakukan tindak kekerasan tersebut secara akuntabel dan trasnparan.

Ketiga, Melakukan evaluasi dan pengawasan yang ketat terhadap setiap anggotanya di lapangan dalam hal penggunaan kekuatan, khususnya tindakan-tindakan anggota yang menggunakan kekuatan secara berlebihan yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

Demikian hal ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

 

 

Jakarta, 29 Agustus 2016

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar, S.H., MA

Koordinator KontraS