Peredaran Obat Palsu dan Kedaluwarsa: Negara (Kembali) Gagal Hadir

Peredaran Obat Palsu dan Kedaluwarsa: Negara (Kembali) Gagal Hadir

Ditengah trauma publik atas peredaran vaksin palsu, juga kegagapan negara dalam memenuhi pemulihan anak – anak dan keluarga yang menjadi korban vaksin palsu, negara kembali meneror publik atas kelalainya dalam mencegah dan menghentikan peredaran obat palsu dan kedaluwarsa.

Peredaran obat palsu nyata menunjukan wajah palsu negara. Negara terlalu sering gagal hadir dalam memenuhi hak warga warga negara atas jaminan kesediaan obat yang baik dan sehat, standar tertinggi untuk kesehatan fisik dan mental (pasal 12 Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Pembinaan dan pengawasan standar pelayanan kefarmasian dan apotek  tidak berjalan baik (Permen No 35/2014), UU perlindungan konsumen 8/1999 gagal dijadikan rujukan.

Hak atas kesehatan mencakup hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi kesehatan terhadap akses ke layanan kesehatan dan faktor penentu kesehatan. Akses ke obat-obatan merupakan bagian integral dan fundamental dari hak atas kesehatan, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan akses ke obat-obatan untuk semua.

Dalam kasus vaksin palsu BPOM dan Kemenkes mengatakan kecolongan, lantas dalih apalagi yang hendak dikatakan ketika obat palsu muncul.  Munculnya berita obat palsu tidak hanya menandakan kelalaian, melainkan juga cukup menunjukan adanya pembiaran yang dilakukan selama ini. Pasalnya, mulai dari kasus vaksin palsu sampai obat palsu, respon dari BPOM dan Kemenkes baru dilakukan pasca mendapat laporan pengaduan dari korban.

Respon negara seringkali gagap, penutupan toko-toko obat di beberapa pasar menunjukkan ketidaksiapan dan ketidakjelasan cara kerja pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini. Penutupan tidak menjawab penyelesaian masalah secara konstruktif dan komprehensif. Respon tersebut tidak jauh berbeda dengan penanganan vaksin palsu, pemerintah mengerdilkan masalah kasus obat palsu ini menjadi kejahatan antara produsen obat palsu dan pihak penjual obat. Seolah penutupan terhadap toko obat adalah bentuk tegas dari pemerintah, padahal di sisi lain belum berhasil mengungkap jalur peredaran obat tersebut secara menyeluruh serta keterlibatan berbagai aktor dibalik bisnis obat yang diduga telah berlangsung sejak lama.

Dalam hal ini, Negara memiliki tanggung jawab utama untuk meningkatkan akses terhadap obat-obatan; sebagaimana disebutkan dalam Milenium Development Goals bahwa penyediaan obat yang berkualitas adalah tanggung jawab bersama. Untuk mewujudkan hak tersebut, koordinasi antara BPOM dan Kemenkes harus terjalin baik mulai dari tahap produksi, distribusi, maupun tahap pengawasan dan evaluasi. Serta, penyediaan obat-obatan berkualitas baik yang terjangkau untuk semua. Negara memiliki andil dalam mengontrol, mengawasi, peredaran obat di masyarakat yang selanjutnya, dilegitimasi dalam bentuk kebijakan.

Dari perspektif hak atas kesehatan, akses terhadap obat-obatan haruslah adil. hak atas kesehatan dalam segala bentuk dan semua levelnya mengandung elemen yang penting dan terkait, di antaranya: (1) Ketersediaan; (2)Aksesbilitas; (3) Penerimaan; dan (4) Kualitas.

 

Dalam kerangka pemenuhan hak atas obat yang baik dan hak atas kesehatan, KontraS mendesak;

1.     Presiden dan DPR RI melakukan evaluasi menyeluruh atas kinerja BPOM dan Kementerian Kesehatan atas beredarnya obat palsu dan kedaluwarsa. Tindakan yang diambil harus memberikan efek jera dan perubahan – perubahan yang progresif dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat untuk mendapatkan obat yang baik dan kesehatan yang tinggi;

2.     ORI memeriksa seluruh institusi publik terkait untuk dimintai pertanggungjawaban atas mal admisnistrasi yang dilakukan institusi publik yang lalai dan gagal mencegah peredaran obat palsu;

3.     Komnas HAM segera memeriksa institusi negara yang diduga terkait dalam dugaan pelanggaran hak atas obat yang baik dan kesehatan yang tinggi, sebagai hak asasi manusia yang seharusnya dipenuhi oleh negara

4.     Kepolisian RI melakukan penyidikan secara profesional dan progresif dengan membongkar semua jaringan terkait, termasuk jaringan dalam institusi publik dan institusi negara yang terkait

5.     Kementrian Kesehatan membuat kerangka hukum yang memadai mengenai informasi kualitas obat, baik kategori  obat palsu maupun obat generik; pemerintah juga harus dapat mempublikasikan informasi harga yang tersedia agar masyarakat mendapat panduan yang jelas dalam memilih dan menggunakan obat

 

 

Jakarta, 13 September 2016

 

Haris Azhar, S.H., MA

Koordinator KontraS

 

Contact Person: Rivanlee (081391969119)