Duka Duri, Duka Rakyat Indonesia: Lawan Terus Penggusuran Berkedok Relokasi!

Duka Duri, Duka Rakyat Indonesia
Lawan Terus Penggusuran Berkedok Relokasi!

Pagi ini (28/9) kita melihat sebuah tindak brutalitas dan kesewenang-wenangan aparat Indonesia dalam mengelola kota Jakarta. Warga yang tinggal, menetap dan membangun sejarah perjuangan kelas di perkampungan Bukit Duri, Jakarta telah dirampas hak-haknya untuk hidup menetap, memiliki rasa aman dan yang terpenting adalah kepastian hukum yang masih mereka nanti. KontraS mengetahui bahwa tindak penggusuran hari ini juga tidak memberikan agenda ganti rugi kepada para warga yang sekarang tidak jelas ke mana mereka akan beristirahat nanti malam di di hari-hari yang akan datang. Aksi penggusuran juga diketahui masih akan terus dilakukan dalam beberapa hari ke depan.

Tindakan Gubernur Ahok dengan menginstruksikan tidak kurang dari 550 personel gabungan untuk membongkar paksa perkampungan tepi sungai Ciliwung ini menunjukkan watak busuk dari petinggi negara dengan dalih relokasi. Bahwa negara tidak akan bertanggung jawab dengan hajat hidup ribuan warga Bukit Duri ataupun warga-warga lainnya di Jakarta yang sejak beberapa tahun ini menjadi korban perampasan hak-hak asasi manusia atas nama ketertiban, penataan kota dan penegakan peraturan.

Bagi KontraS, ratanya rumah-rumah di perkampungan Bukit Duri adalah simbol dari ratanya harapan kita untuk bisa memiliki pemimpin yang peduli dengan warga terlepas apapun status sosial, tingkat ekonomi dan akses politiknya. Penderitaan warga Bukti Duri, Kalijodo dan kampung-kampung kota lainnya yang mulai digusur oleh Pemda DKI Jakarta menunjukkan ada tantangan dan ancaman yang besar untuk mengelola kota-kota di Indonesia ramah HAM dan hukum. Menghadirkan kesetaraan sosial, menjawab problem urbanisasi, menghadirkan akses warga tanpa diskriminasi tidak boleh dipandang sebagai hambatan dari pembangunan sebuah kota.

Dalam pandangan hak asasi manusia dan kota, HAM mengenal makna ko-eksis yang bisa ditafsirkan sebagai berfungsinya mekanisme-mekanisme ekonomi, sosial dan politik dalam menghadirkan ruang-ruang partisipasi warga. Menyediakan suatu mekanisme inklusif dan tidak diskriminatif di dalam perencanaan kota dapat digunakan sebagai alat untuk mengahdirkan standar hidup yang layak kepada setiap warga. HAM juga memberikan konteks pertanggungjawaban kepada si penjalan kewajiban (negara) untuk mengadopsi langkah-langkah terbaik –melalui kebijakan dalam menyediakan sarana tempat tinggal yang inklusif kepada kelompok masyarakat yang rentan digusur. Makna aspirasi, kesempatan untuk bertahan hidup di kota Jakarta tidak bisa sekadar hadir dan dikerdilkan melalui kantong-kantong suara menjelang pemilu, pilkada dan ajang-ajang elite partai politik.

Fakta penggusuran hari ini menunjukkan bahwa praktik  brutal ini bukan sekadar perkara hilangnya rasa kemanusiaan seorang Gubernur kota Jakarta yang bernama Ahok. Ini adalah perkara keadilan sosial yang tidak pernah dinikmati secara setara oleh seluruh rakyat Indonesia. Negara telah lama kehilangan makna keadilan dan solidaritas sosial ketika berhadapan dengan kemiskinan, kekumuhan dan pembangunan.

Wilayah Bukit Duri bukanlah masalah yang harus disingkirkan, karena mereka toh juga telah memberikan solusi kepada Gubernur Ahok melalui program penataan kampung dan agenda ekonomi sosial warga lainnya. Dalam kesedihan, marah dan rasa duka yang mendalam KontraS ingin memberikan salut yang setinggi-tingginya kepada seluruh pegiat Sanggar Ciliwung Merdeka. Merekalah yang telah mengajarkan kita semua bagaimana melakukan perlawanan dengan sebaik-baiknya. Perjuangan gerakan kota yang dikawal Sanggar Ciliwung Merdeka adalah perjuangan yang harus kita tiru. Konsistensi, daya tahan advokasi dan totalitas perjuangan adalah semangat baik yang harus ditularkan untuk mendapatkan keadilan dan kesetaraan hak asasi manusia di Indonesia. Luka dan amarah ini harus kita kelola dengan baik untuk kembali merebut agenda-agenda rakyat dan kemanusiaan dengan menyatukan seluruh komponen warga untuk melawan setiap bentuk kebijakan yang anti HAM, anti warga, anti partisipasi.

 

 

Jakarta, 28 September 2016

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar, S.H., MA

Koordinator