Ultimatum Suciwati Untuk Presiden RI: Hentikan Pembelaan Diri dan Lempar Tanggungjawab

Ultimatum Suciwati Untuk Presiden RI
Hentikan Pembelaan Diri dan Lempar Tanggungjawab

Saya Suciwati istri Munir bersama dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyesalkan dengan sangat atas buruknya respon Presiden Joko Widodo dalam menindaklanjuti Putusan Komisi Informasi Pusat No. 025/IV/KIP-PS-A/2016 tertanggal 10 Oktober 2016, Putusan tersebut menyatakan bahwa dokumen TPF Munir adalah informasi publik yang harus diumumkan kepada masyarakat.

Kami menemukan dugaan kelalaian dan ketidakpatuhan hukum dibawah administrasi pemerintahan Joko Widodo. Pemerintah mengaku tidak memiliki dokumen tersebut meski mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah secara resmi menerima dokumen TPF Munir pada 24 Juni 2005. Respon tersebut menunjukan kepanikan pihak istana melalui klarifikasi bahwa mereka tidak bisa mengumumkan dokumen TPF Munir karena tidak menyimpan dokumen dimaksud, dan membela diri dengan mengatakan bahwa dokumen TPF Munir seharusnya disimpan oleh mantan Presiden SBY.

Bahwa kelalaian dan ketidakpatuhan ini adalah pelanggaran serius yang tidak hanya berkenaan dengan keberadaan dokumen atau sekedar persoalan surat menyurat di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Dokumen TPF Munir adalah manifestasi dari tafsir kebijakan negara untuk menyelesaikan kasus Munir, yang disusun atas mandat Presiden, melibatkan institusi negara dan perwakilan masyarakat sipil yang kredibel, termasuk juga kerjasama pihak internasional, sehingga sudah seharunya diumumkan dan ditindaklanjuti untuk menunjukan bahwa negara ini serius atas hasil kerja dan kebijakan yang diputuskannya.

Bahwa kelalaian dan ketidakpatuhan ini telah merugikan saya, Suciwati, sebagai keluarga korban, selama 12 tahun terjadi ketidakpastian hukum karena tidak adanya tindaklanjut yang memadai dalam mengusut konspirasi pembunuhan Munir. Oleh karenanya, perintah Presiden Joko Widodo kepada Jaksa Agung untuk menemukan dokumen tersebut sama sekali tidak menjawab persoalan ini dan juga tidak dapat menggugurkan kewajibannya untuk segera mengumumkan hasil rekomendasi TPF Munir.

Bahwa kelalaian berupa hilangnya dokumen TPF Munir dan ketidakpatuhan berupa tidak diumumkan hasil penyelidikan munir kepada publik dapat mengarah pada pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 52, 53, 55 UU No 14 tahun 2008  Komisi Informasi Publik  yang pada pokoknya menyebutkan bahwa setiap Badan Publik atau Seseorang yang tidak menyediakan informasi publik, menghilangkan dokumen informasi publik dapat dikenakan hukuman pidana 1- 2 tahun dan atau denda sebesar Rp. 5.000.000 – 10.000.000 (Lima – Sepuluh Juta Rupiah)

 

Oleh karenanya melalui ultimatum ini kami kembali mengingatkan Presiden untuk;

  1. Menghentikan pembelaan diri dan melempar tanggungjawab atas kelalaian pemerintah dalam menyimpan dokumen TPF Munir.
  2. Tidak menunda dan mengulur waktu untuk segera mengumkan hasil penyelidikan TPF Munir.
  3. Memerintahkan, mengawal dan memastikan seluruh jajaran dan lembaga negara yang terkait untuk menindaklanjuti rekomendasi dan temuan TPF Munir.

 

 

Jakarta, 19 Oktober 2016

 

Suciwati

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan