Pertemuan Aktivis HAM dengan Ketua MPR: Membahas Komisi Kepresidenan Penyelesaian Kejahatan HAM Berat Masa Lalu

Pertemuan Aktivis HAM dengan Ketua MPR:
Membahas Komisi Kepresidenan Penyelesaian Kejahatan HAM Berat Masa Lalu

Memahami kondisi saat ini, pada 16 November 2016, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS]  bersama HS Dillon dan Amirudin al-Rahab, bertemu dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat [MPR]  Zulkifli Hasan, di ruang pertemuannya di Gedung MPR RI. Pertemuan yang berlangsung akrab selama satu jam ini membahas secara serius persoalan penyelesaian kasus kejahatan HAM berat masa lalu dan gagasan pembentukan Komisi Kepresidenan.

Dalam proses diskusi mengemuka, bahwa selama dua tahun pemerintahan Joko Widodo, pemenuhan hak-hak korban semakin terpinggirkan. Dalam banyak hal, pemerintah menempuh langkah sepihak, minim konsultasi dengan publik dan korban yang berujung pada diambilnya tindakan-tindakan di luar prosedur hukum dan perundang-undangan. Seperti tawaran penyelesaian yang digagas oleh Menkopolhukam melalui “Tim Rekonsiliasi”, “Simposium Nasional”, dan terakhir melalui “musyawarah” yang ditawarkan Menkopolhukam Wiranto, nampak seolah-olah memiliki niatan baik untuk menyelesaikan masalah kejahatan HAM berat masa lalu, akan tetapi landasan konseptualnya masih dipertanyakan.

Dalam kesempatan tersebut, Koordinator KontraS Haris Azhar meminta Zulkifli Hasan, baik posisinya sebagai ketua MPR RI maupun sebagai personal yang memiliki hubungan dan akses langsung kepada Presiden agar mengingatkan untuk memprioritaskan penyelesaian kejahatan HAM berat masa lalu.

Lebih konkrit, Haris Azhar mengusulkan pembentukan Komisi Kepresidenan. Lembaga ini bisa dibentuk melalui Peraturan Presiden dan bertanggungjawab atau berada langsung dibawah Presiden. Karena Komisi Kepresidenan bukan lembaga penegakan hukum, maka perlu dipastikan lembaga ini diisi oleh figur-figur yang berintegritas, berpihak pada keadilan dan memiliki rekam jejak kredibel pada isu kemanusiaan. Komisi Kepresidenan berkerja secara kolektif. Anggotanya bisa 5 [lima] atau 7 [tujuh] orang. Rumusan yang telah dihasilkan oleh Komisi ini bisa ditindaklanjuti oleh Presiden dengan mengintruksikan instansi-instansi dibawahnya untuk dikerjakan.

Pendapat senada disampaikan oleh HS. Dillon, mantan Komisioner Komnas HAM periode 1998-2002 dan Direktur Kemitraan untuk Reformasi Pemerintahan, menyampaikan penyelesaian masalah masa lalu ini penting untuk meluruskan penyimpangan dalam kehidupan bangsa, dan menyembuhkan luka bangsa agar beban bangsa ini tidak terus diwariskan kepada generasi mendatang. Komisi Kepresidenan diharapkan bisa menjadi solusi terbaik untuk menjembatani semua persoalan dan mempermudah Presiden dalam mengambil kebijakan penyelesaian kasus kejahatan HAM berat masa lalu.

Menyikapi usulan tersebut, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menyatakan akan segera berkomunikasi dengan Presiden. Gagasan hasil pertemuan hari ini akan kembali menjadi agenda penting Ketua MPR. Usulan pembentukan Komisi Kepresidenan patut didukung dan dilaksanakan, agar agenda penyelesaian kejahatan HAM berat masa lalu dan pembentukan Komite Kepresidenan menjadi prioritas dan segera terwujud.

Jakarta, 17 November 2016

Haris Azhar, S.H., MA