#MunirAdalahKita dan Kisah Para Pembela HAM di Indonesia

#MunirAdalahKita dan Kisah Para Pembela HAM di Indonesia

 

Ada banyak alasan mengapa Bali tidak henti-hentinya memesona, bukan hanya karena obyek-obyek wisatanya yang selalu memanjakan mata, tapi juga kisah-kisah keseharian masyarakat Bali yang membuat KontraS angkat topi.
 
Dari sekian kota di Indonesia, kami memilih Bali, untuk menjadi kota pamungkas rangkaian #MunirAdalahKita. Alasannya? Tentu bukan hanya karena Bali terkenal atau tepat untuk bekerja sambil berlibur, melainkan karena Bali sudah, masih, dan sedang memiliki gerakan masyarakat sipil yang keren sekali yakni gerakan Bali Tolak Reklamasi. Tak bisa dihitung jari lagi jumlah elemen masyarakat yang bergabung dalam gerakan Bali Tolak Reklamasi, ini sekaligus jadi bukti, bahwa masyarakat Bali peduli akan lingkungan; bahwa masyarakat Bali tidak begitu saja tergiur aroma sedap uang investasi; bahwa masyarakat Bali menolak untuk tunduk pada tindak eksploitasi alam yang tidak mengedepankan Hak Asasi Manusia.
 
Lalu, apa hubungannya #MunirAdalahKita dengan gerakan Bali Tolak Reklamasi?
 
Bila anda #masihingat, sejak awal gerakan Bali Tolak Reklamasi yang kemudian menjadi sebuah aliansi lintas sektoral bernama Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) menggemparkan Indonesia–bahkan dunia, tidak sedikit pula hambatan yang menimpa gerakan ini. Perusakan atribut, tindak kekerasan, dan kriminalisasi terus 'dialamatkan' dengan berbagai modus kepada para aktivis ForBALI. Hal ini yang membuat KontraS, khususnya dalam agenda membumikan #MunirAdalahKita, merasa bahwa Bali dengan segala ritme gerakan perjuangan hak asasi manusia-nya adalah kota yang tepat untuk memutar film tentang Munir sekaligus berbincang tentang kisah-kisah pembela hak asasi manusia di Indonesia yang penuh warna, namun minim penghargaan apalagi perlindungan dari negara. 
 
Acara bertajuk "#MunirAdalahKita: Kisah Para Pembela HAM di Indonesia" diselenggarakan atas hasil kerjasama dengan ForBALI dan Taman Baca Kesiman pada Minggu, 4 Desember 2016 di Taman Baca Kesiman, Jl. Sedap Malam, Denpasar. 
 
Kami tak menyangka bahwa minat masyarakat Bali begitu besar terhadap acara ini, sehingga jumlah pengunjung yang datang mencapai 120 orang — bahkan diantaranya berasal dari luar Denpasar. Acara dimulai dengan sambutan hangat dari pihak KontraS dan Taman Baca Kesiman, dilanjutkan dengan talkshow seru bersama Haris Azhar (koordinator KontraS) dan I Wayan 'Gendo' Suardana (koordinator ForBALI), dan ditutup pemutaran film pendek "Munir: Korban Cuci Tangan Negara" serta "Garuda's Deadly Upgrade. Di penghujung malam, pengunjung dan teman-teman dari KontraS serta Taman Baca Kesiman juga sempat berdiskusi santai seputar aktivitas dan tantangan menjadi pembela hak asasi manusia di Indonesia.
 
Dengan diselenggarakannya acara kolaboratif tersebut, KontraS berharap terjalin sebuah hubungan solidaritas perjuangan yang makin baik antara para pembela hak asasi manusia di Jakarta, Bali, dan seluruh Indonesia. Agar, perlawanan terhadap bentuk-bentuk intimidasi dan kriminalisasi apalagi ancaman nyawa yang ditujukan kepada para pembela hak asasi manusia semakin kuat. Kisah perjuangan Munir yang 'dibungkam negara' 12 tahun lalu, bisa terus jadi inspirasi bagi kita bahwa yang harus kita takuti adalah rasa takut itu sendiri karena rasa takut menghilangkan akal sehat dan kecerdasan kita. Panjang umur, perjuangan!