Pameran Suara Dari Timur: Papuaku, Papuamu?

Pameran Suara Dari Timur: Papuaku, Papuamu?

 

Berangkat dari kepedulian akan Papua, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KontraS) bekerjasama dengan TEMPO Media Group menggali lebih dalam tentang nilai kebiasaan Papua yang bisa memberi dampak positif terhadap resolusi konflik. Dalam proses menggalinya, tim dari KontraS dan TEMPO hidup bersama masyarakat hukum adat di Papua, tepatnya di sepuluh kabupaten yakni: Jayapura, Wamena, Timika, Biak, Nabire, Boven Digoel, Fak-Fak, Sorong, Yahukimo dan Merauke.

Sepuluh kabupaten ini memiliki kelompok adat yang masih menghidupkan nilai-nilai kebiasaan hukum adat yang sifatnya sangat positif dan konstruktif untuk merawat relasi horizontal dan vertikal. Hasilnya, kami mendapatkan banyak cerita tentang harapan baik yang sebelumnya tidak pernah muncul sebagai bagian informasi yang kita dapatkan sehari-hari di Indonesia.

Tidak hanya berhenti sampai ‘turun lapangan’, KontraS dan TEMPO juga merekam kehidupan adat secara langsung dan mendokumentasikannya menjadi foto dan video kemudian memamerkannya pada 27-30 Desember 2016 di lantai dasar Kuningan City. Ditampilkan 117 foto dalam 40 bingkai karya fotografer Rully Kesuma, Subekti, Tony Hartawan, Dhemas Revianto, M. Iqbal Ichsan, Dian Triyuli H., Frannoto, Pius Erlangga, dan Amston Probel dengan kurator Mahanizar Johan.

Pameran yang diadakan dalam kurun waktu libur pasca natal dan jelang tahun baru seperti ini, sempat menimbulkan kekhawatiran bagi KontraS dan TEMPO akan minimnya keikutsertaan masyarakat untuk menyaksikan pameran, juga untuk terlibat dalam diskusi harian yang diadakan selama pameran dengan berbagai tema, namun, berdasarkan catatan panitia, Pameran Foto Suara dari Timur: Papuaku, Papuamu? Didatangi oleh kurang lebih 500 orang selama empat hari diadakan, dengan komposisi jender yang seimbang.

Pada hari pameran resmi dibuka, yakni tanggal 27 Desember 2016, jumlah audiens yang hadir cukup mencengangkan, yakni lebih dari 200 orang, dan kebanyakan dari mereka berasal dari scope pergaulan non-aktivisme. Publik antusias menanti detik-detik jelang pameran dibuka oleh Haris Azhar (KontraS) & Mahanizar Johan (TEMPO) pada pukul 14.00 WIB dengan dipandu Timothy Marbun dan Rio Rahadian – duo jurnalis yang menjadi pembawa acara pada hari itu. Setelah resmi dibuka, publik diajak untuk memasuki area utama pameran untuk menyaksikan video dokumentasi (video teaser-nya dapat disimak di: https://www.youtube.com/watch?v=7w-YT0xAkkE).

Di hari kedua pameran, yakni tanggal 28 Desember 2016, KontraS dan TEMPO mengadakan bincang-bincang santai bersama para fotografer dan kurator – yang terlibat dalam Suara dari Timur: Papuaku, Papuamu? – untuk menceritakan pengalaman-pengalamannya ketika ‘berekspedisi’ ke sepuluh kabupaten di Papua. Bincang-bincang santai yang berlangsung mulai pukul 19.00 WIB, rupanya baru bisa usai di pukul 20.30 WIB saking banyaknya pertanyaan dan tanggapan dari peserta. Bincang-bincang berlangsung seru dan menyegarkan karena adanya pertukaran pengalaman antara audiens dan para fotografer serta kurator.

Lanjut hari ketiga pameran, yakni tanggal 29 Desember 2016. Mengangkat tema “Media dan Papua” bincang-bincang pada hari itu berlangsung pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 15.30 WIB. Hadir Suwarjono (Ketua Aliansi Jurnalis Independen Indonesia) dan tim dari KontraS serta TEMPO sebagai pemantik bincang-bincang. Seperti hari kemarinnya, sekitar 20 orang peserta aktif mengikuti diskusi dari awal sampai akhir.

Tidak terasa, Pameran Foto Suara dari Timur: Papuaku Papuamu? sudah memasuki hari keempat, 30 Desember 2016, alias hari terakhir.  Antusiasme publik yang datang ke pameran, tidak sama sekali menurun melainkan kembali meningkat. Bincang-bincang santai dengan tema “Papua dan Advokasi Hak Masyarakat Adat” yang menghadirkan narasumber dari Yayasan Pusaka pada pukul 14.00 – 16.00 WIB pun berhasil diadakan. Bincang-bincang kali ini merupakan bincang-bincang paling lama yang berlangsung dikarenakan antusiasme publik yang besar dalam melempar tanya, atau sekadar mengutarakan opini mereka tentang Papua; baik yang mereka tangkap karena pernah berkunjung langsung, atau yang selama ini disaksikan via media. Bincang-bincang di hari terakhir itu pun sekaligus menegaskan pesan utama KontraS dan TEMPO selaku penyelenggara acara bahwa tidak sulit sebenarnya untuk membangun dialog dengan masyarakat Papua, tanpa prasangka, tanpa pendekatan kekerasan.