Siaran Pers Jelang 19 Tahun KontraS: Tantangan Hak Asasi Manusia Ternyata Adalah Negara Belum Dewasa

Siaran Pers Jelang 19 Tahun KontraS
Tantangan Hak Asasi Manusia Ternyata Adalah Negara Belum Dewasa

Download laporan lengkap temuan KontraS di sini

 

Kondisi HAM di Indonesia saat ini masih jauh dari ideal. Gerakan HAM saat ini menghadapi tantangan lebih sulit karena:

  1. Negara masih terus permisif terhadap pelaku pelanggaran HAM, hanya merespons pelanggaran HAM secara artifisial dan pasif bahkan hanya demi keuntungan populisme semata; Negara terus memberikan privilege kepada para pelanggar HAM baik individu–individu maupun korporasi;
  2. Pemerintah dibangun oleh kompromi dan kolusi dengan para pelanggar HAM atas nama konsolidasi politik yang semu, tujuan politik yang pragmatis,  dan tujuan pembangunan, perekonomian yang meminggirkan Hak – hak rakyat
  3. Kondisi tersebut membuat pelanggaran HAM terus terjadi, termasuk model pelanggaran HAM yang terpolarisasi, seperti makin menguatnya korporasi, pemerintah daerah, dan aktor – aktor sipil yang anti demokrasi.

 

Situasi ini tidak hanya menghina martabat korban dan rakyat yang dipinggirkan hak – haknya, tetapi juga semakin menggerus kualitas demokrasi dan prinsip penegakan hukum (rule of law).

Lebih menantang atau menyulitkan lagi karena semua praktik-praktik dan kebijakan – kebijakan  yang melanggar HAM tersebut dikemas dengan isu-isu yang populis tetapi bias kelas dan menegasikan korban dan kelompok rentan;

Hal ini misalkan, dalam isu hak-hak sipil politik:  pemerintah menggunakan isu-isu populis untuk mendapatkan dukungan seperti mempraktikan hukuman mati, pemberantasan terorisme, pemberantasan narkotika, pendekatan keamanan Papua atas nama nasionalisme dan seterusnya. Namun,  tindakan atau kebijakan ini tidak disertai dengan standar dan prinsip-prinsip HAM, budaya  penegakan hukum yang kokoh dan independen, juga reformasi sistem pemidanaan dari mulai tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan sampai dengan penahanan.

Dalam hal hak-hak ekonomi, sosial dan budaya kebijakan atas nama pembangunan, peningkatan ekonomi, pembukaan investasi besar-besaran menjadi prioritas pemerintah, namun dalam kebijakan tersebut menegasikan hak-hak masyarakat, meminggirkan mereka menjadi korban dan pesakitan akibat kebijakan populis tersebut.

Hal tersebut mengakibatkan perjuangan kelompok  korban kurang mendapat empati dan dukungan bahkan dari mereka yang saat ini mendukung di pemerintahan.

Di konteks lain, KontraS akan terus menjadi rumah sekaligus alat bagi korban dan masyarakat untuk secara jelas, keras terhadap siapapun yang menjadi penguasa, dan akan terus mengoreksi negara untuk memenuhi kewajibannya menghormati, memenuhi, melindungi HAM.

 

 

Jakarta, 14 Maret 2017

 

Yati Andriyani

Koordinator KontraS