Mike Pence di Indonesia: Akuntabilitas HAM pada Kebijakan dan Kerjasama Harus Menjadi Landasan Diplomasi Bilateral Indonesia dan Amerika Serikat

Mike Pence di Indonesia
Akuntabilitas HAM pada Kebijakan dan Kerjasama Harus Menjadi Landasan Diplomasi Bilateral Indonesia dan Amerika Serikat

Pertemuan yang digelar hari ini, Kamis 20 April 2017 antara Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence dan Presiden Joko Widodo adalah kesempatan yang baik bagi kedua belah negara untuk mempererat posisi dan pemahaman pada ruang-ruang kerjasama yang berlandaskan semangat hak asasi manusia. Sebagaimana pernyataan yang dikeluarkan oleh Mike Pence di akun Twitternya, ia menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara demokratik ketiga terbesar di dunia, memiliki banyak kesamaan nilai yang dibagi bersama Amerika Serikat seperti kebebasan, penegakan hukum, hak asasi manusia dan keragaman agama maupun kepercayaan.

Poin tersebut penting dan harus pula dipandang penting oleh Presiden Joko Widodo. Karena KontraS memandang bahwa kunjungan diplomatik Pence di kawasan Asia –Indonesia termasuk negara yang terpilih dalam kunjungan ini- adalah tengah menunjukkan kepentingan dan perhatian serius Amerika Serikat pada dinamika kawasan dan situasi nasional di masing-masing negara. Ada beberapa isu krusial yang juga harus menjadi perhatian Indonesia, dan KontraS ingin memberikan kontribusi yang bertumpu pada standar hak asasi manusia.

Pertama, mempererat relasi diplomatik Indonesia dan Amerika Serikat juga harus diikuti dengan upaya transparansi dan akuntabilitas kedua negara pada isu-isu klasik namun mendesak, seperti agenda pengungkapan dokumen-dokumen operasi keamanan pada medio 1965-1966 di Indonesia yang menunjukkan keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat pada lintasan sejarah politik modern Indonesia yang berujung pada apa yang disebut sebagai Peristiwa 1965. Janji Presiden Barack Obama untuk membuka beberapa dokumen resmi keamanan Amerika Serikat ditahun-tahun tersebut harus mendapat perhatian serius dari kedua negara untuk ditindaklanjuti.

Kedua, agenda kerjasama potensial akan menyentuh beberapa isu pembangunan strategis. Salah satunya adalah terkait dengan keberadaan Freeport di Papua. Kedua belah negara harus bisa membawa perdebatan Freeport dan pajak yang harus dibayarkan kepada Pemerintah Indonesia melampaui diskursus yang ada. Di Papua ada persoalan yang begitu serius yakni perihal pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia yang harus bisa terusut dengan baik. Para korban harus mendapatkan keadilan dan pemulihannya. Termasuk keberadaan PT. Freeport yang telah banyak melakukan pelanggaran hukum. Rekognisi prinsip-prinsip yang diaku oleh Mike Pence atas semangat kebebasan, penegakan hukum, dan hak asasi manusia juga harus dimasukkan dalam pembicaraan Papua dan keberadaan Freeport.

Ketiga, kehadiran Amerika Serikat pada konflik Korea Peninsula yang kian mengkristal antara Korea Utara, Korea Selatan, dan Tiongkok. Ada potensi ajakan penguatan kerja sama di sektor (industri) pertahanan dan keamanan. Termasuk di dalamnya adalah perang melawan terorisme. Dalam skenario ini, maka Pemerintah Indonesia harus memiliki aturan hukum yang ketat berlandaskan pada prinsip-prinsip HAM dan beberapa kesepakatan internasional yang diatur di dalam pandangan-pandangan umum Badan Peserikatan Bangsa-Bangsa; yang juga dikembangkan di dalam prinsip Hukum HAM internasional dan Hukum Humaniter Internasional. Hal ini penting mengingat Pemerintah Indonesia juga tengah menyelesaikan pembahasan revisi UU anti terorisme yang melibatkan banyak irisan aktor keamanan di sana. Akuntabilitas HAM harus mendapatkan prioritas pada ruang kerjasama perang melawan terorisme.

Semoga beberapa pandangan KontraS di depan dapat memperkaya perspektif kehadiran Mike Pence di Indonesia. Mengingat agenda kerjasama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat akan terus berlanjut di masa depan. Utamanya kepentingan bisnis Presiden Donald Trump di Indonesia yang harus dikawal dengan ukuran-ukuran HAM dan penegakan hukum yang berjalan di tanah air.

 

 

Jakarta, 20 April 2017

 

Yati Andriyani, SHI

Koordinator

 

Sumber foto: Australia Financial Review