Presiden Harus Bentuk Tim Investigasi Independen untuk Perkara Novel Baswedan

Presiden Harus Bentuk Tim Investigasi Independen untuk Perkara Novel Baswedan
Empat puluh hari pasca penyerangan, Kepolisian belum juga mendapat titik terang

Pada 11 April 2017, Novel Baswedan diserang dengan air keras oleh orang tidak dikenal, yang mengakibatkan mata kiri Novel harus dioperasi karena kerusakan pada saraf matanya cukup parah. Empat puluh hari sejak penyerangan tersebut, Polri belum juga dapat menemukan pelaku penyerangan, apalagi oknum yang diduga menyuruh melakukan penyerangan tersebut.

Penyerangan terhadap Novel Baswedan ini tidak dapat dilepaskan dari statusnya sebagai salah seorang penyidik senior di KPK. Telah banyak perkara korupsi yang melibatkan para pejabat publik dan penyelenggara negara, dan berhasil diungkap oleh Novel Baswedan dan timnya, dan yang terkini adalah penanganan perkara korupsi KTP Elektronik (KTP-El).

Sebagaimana diketahui, perkara korupsi KTP-El ini diduga melibatkan banyak pihak dan kepentingan, sehingga bukan tidak mungkin ada oknum-oknum yang merasa kepentingannya terganggu dan berusaha merintangi proses hukum yang sedang berjalan. Upaya tersebut diwujudkan dalam bentuk penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Dugaan ini bukan tanpa dasar, karena beberapa waktu sebelum penyerangan terhadap Novel terjadi, saksi Miryam S. Haryani, mencabut seluruh BAP-nya di muka persidangan. Pencabutan kesaksian tersebut diduga karena Miryam diancam oleh oknum tertentu, hingga akhirnya KPK mengambil langkah tegas untuk memproses kejadian tersebut menggunakan pasal tentang pemberian keterangan palsu.

Salah satu akibat yang juga ditimbulkan dari pemeriksaan Miryam sebagai saksi dan pencabutan BAP Miryam S. Haryani di muka persidangan adalah, DPR RI sempat menggulirkan wacana pelaksanaan hak angket terhadap KPK. Hak angket ini bertujuan untuk meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam yang diduga menyebutkan nama-nama anggota DPR RI.

Sejak kejadian pada 11 April 2017 hingga kini, penanganan perkara penyerangan terhadap Novel Baswedan oleh Polri, belum juga menemukan titik terang. Padahal penyerangan terhadap Novel akan menjadi preseden buruk bukan saja terhadap para aparat penegak hukum lain, tapi terutama terhadap upaya pemberantasan korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada perlindungan yang cukup bagi orang-orang atau lembaga yang berupaya memberantas korupsi.

Lambannya kerja Polri ini sangat mengkhawatirkan dan menimbulkan tanda tanya bagi publik. Bagian reskrim umum Polri terkenal dengan kerja cepatnya dalam mengungkap perkara-perkara pidana yang rumit. Masih melekat dalam ingatan publik bagaimana dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) minggu, Tim Gabungan Polda Metro Jaya telah berhasil menangkap tersangka pelaku pembunuhan sadis di Pulomas. Respon yang cepat dari Polri, tidak terlihat dalam penanganan perkara Novel Baswedan ini.

Berangkat dari beberapa permasalahan di atas, kami menuntut agar:

  1. Pemerintah mengambil langkah tegas dengan cara membentuk Tim Investigasi Independen, agar penanangan perkara Novel Baswedan dapat dilakukan hingga tuntas;
  2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dugaan terjadinya perintangan atau penghalang-halangan penanganan perkara korupsi (obstruction of justice) dalam penyerangan terhadap Novel Baswedan.

 

 

Jakarta, 22 Mei 2017

 

Koalisi Peduli KPK

Amnesty Internasional Indonesia

Indonesian Corruption Watch (ICW)

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN)

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)