Menyikapi Pergantian Panglima TNI dan Agenda Reformasi Sektor Keamanan

Panglima TN Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam waktu dekat ini akan memasuki masa pensiun .Panglima TNI baru diharapkan bisa membawa TNI menjadi aktor pertahanan yang semakin profesional dan modern serta dapat mendorong proses reformasi TNI.

Kami memandang sudah semestinya Presiden Jokowi untuk segera melakukan proses pergantian Panglima mengingat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam waktu dekat akan memasuki masa pensiun. Ada tiga alasan mengapa pergantian Panglima TNI penting dan perlu segera dilakukan;. Pertama, mengacu pada UU TNI, pergantian Panglima TNI membutuhkan persetujuan DPR. Dengan pengajuan nama calon Panglima TNI baru sebagai pengganti Gatot Nurmantyo dari sekarang tentu akan memberikan keleluasaan bagi DPR untuk mencermati dan memerika profil kandidat sebelum memberi keputusan. Dengan begitu, pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dapat dihindari. Kedua Kedua, memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk ikut berpartisipasi dalam mencermati sosok kandidat calon Panglima TNI. Meski pemilihan Panglima TNI merupakan hak prerogratif Presiden, namun sangat penting bagi Presiden untuk mempertimbangkan dan mencermati masukan dari publik. Ketiga, semakin cepat proses pergantian Panglima TNI dilakukan akan sedikit banyak membantu memperlancar proses ‘transisi’ manajerial  organisasi di dalam tubuh Mabes TNI.

Kami menilai bahwa pergantian Panglima TNI ke depan sudah seharusnya dijalankan dengan mempertimbangkan pola rotasi atau dijabat secara bergiliran oleh tiap-tiap matra atau Angkatan. Hal ini juga telah ditegaskan dalam Pasal 13 (4) UU TNI yang menyatakan bahwa jabatan panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Artinya, jika melihat Panglima TNI saat ini yang berlatarbelakang Angkatan Darat, maka posisi Panglima TNI berikutnya harus dirotasi kepada Angkatan Udara (AU) atau Angkata Laut (AL).

Penerapan pola rotasi jabatan Panglima TNI tentu saja penting bukan hanya karena telah dimandatkan oleh UU TNI, tetapi juga demi membangun soliditas dan profesionalitas di dalam tubuh TNI. Pola rotasi jabatan Panglima TNI akan semakin menumbuhkan rasa kesetaraan dalam TNI. Rasa setara ini akan menjadikan aspek kesatuan antarmatra lebih baik.

Lebih jauh, kebijakan merotasi jabatan Panglima TNI berikutnya kepada Matra Udara atau Laut juga selaras dengan agenda kepentingan pemerintah untuk membangun dan memperkuat kekuatan maritim Indonesia. Dalam upaya mendukung itu, rotasi jabatan Panglima TNI yang sekarang dijabat oleh Matra Darat kepada Angkatan Udara atau Angkatan Laut sangat penting. Membangun maritime security membutuhkan pembangunan kekuatan terintegrasi antar angkatan udara dan angkatan laut dengan tidak meninggalkan kekuatan angkatan darat.

Kami juga mendesak Presiden untuk secara serius mencermati setiap calon kandidat Panglima TNI baru. Dalam konteks ini, pergantian Panglima TNI harus juga dijadikan sebagai momentum untuk membangun TNI yang profesional: tidak berpolitik, memiliki kompetensi dalam bidangnya dan tunduk pada perintah otoritas sipil. Apalagi di tengah kondisi politik penyelenggaraan agenda politik elektoral, seperti Pilkada serentak tahun 2018, Pileg dan Pilpres 2019. Di tengah dinamika politik itu, tentu dibutuhkan Panglima TNI baru yang tegas dan mampu menjaga netralitas dan profesionalisme militer.

Proses pergantian Panglima TNI oleh Presiden tidak boleh dilepaskan dari kerangka untuk membangun sektor pertahanan Indonesia yang kuat dan modern ke depan serta kepentingan melanjutkan agenda reformasi sektor keamanan. Dalam konteks itu, sangat penting bagi Presiden untuk mencermati dan memilih sosok kandidat Panglima TNI ke depan yang bisa mendukung arah reformasi sektor keamanan dan pembangunan kekuatan pertahanan ke depan selaras dengan visi pemerintah.

Dalam konteks pembangunan kekuatan TNI, misalnya, Panglima TNI baru perlu meningkatkan modernisasi Alutsista yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan prajurit demi terciptanya tentara yang profesional dan modern sehingga di segani di kawasan. Meski demikian, upaya pembangunan kekuatan itu tentunya juga harus diimbangi dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran militer, khususnya dalam pengadaan Alutsista.

Terakhir, masih belum selesainya sejumlah agenda reformasi TNI yang dicanangkan sejak reformasi bergulir tahun 1998, tentunya juga menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh Panglima TNI baru. Beberapa agenda tersebut antara reformasi sistem peradilan militer,  peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Dalam konteks ini, Presiden Jokowi penting untuk memilih dan mendorong Panglima TNI baru berkomitmen melanjutkan sejumlah agenda reformasi TNI yang tertunda

Koalisi Masyarakat Sipil

IMPARSIAL, Elsam, KONTRAS, Setara Institute, HRWG, Institut Demokrasi, Indonesian Corruption Watch (ICW), Lingkar Madani Indonesia