Reformasi Pusat-Pusat Penahanan Tidak Dapat Ditunda

Reformasi Pusat-Pusat Penahanan Tidak Dapat Ditunda

Reformasi pusat pusat penahanan khususnya Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) tidak dapat ditunda-tunda lagi. Persoalan Lapas bukan hanya sekedar persoalan kasuistik yang hanya dilihat peristiwa per peristiwa. Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Penyidik Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin dan beberapa narapidana kasus Korupsi di Lapas Sukamiskin hanya satu dari banyak akibat yang ditimbulkan dari lemah dan rusaknya pengelolaan Lembaga Pemasyarakatan selama ini. Sehingga langkah-langkah reaksioner dan sesaat dalam penanganan masalah ini tidak akan menyelesaiakan persoalan.

Kami memandang setidaknya terdapat 8 (delapan) persoalan yang harus segera dibenahi atau direformasi dalam pengelolaan pusat-pusat penahanan atau Lapas, antara lain  (1) Persoalan over capacity jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan; (2) budaya atau praktik koruptif; (3) Budaya atau praktik-praktik kekerasan dan penyiksaan sebagai sebuah penghukuman yang masih kerap terjadi, baik dilakukan oleh petugas lembaga pemasyarakatan maupun antar tahanan; (4) Pemidanaan penjara untuk kasus-kasus kejahatan kecil dan pecandu narkotika; (5) Penjara khusus kasus korupsi yang berujung pada diskriminasi, jual beli fasilitas dan perpanjangan rantai dan budaya koruptif; (6) Intervensi atau pengusaan, dan minimnya kordinasi dan sinergi  aparat penegak hukum lain dalam penanganan tahanan kasus-kasus  tertentu yang berada di bawah lembaga pemasyarakatan (narkotika, terorisme dan korupsi) yang berada di bawah lembaga pemasyarakatan; (7) Buruknya kualitas dan akses dari standar minimum para terpidana di pusat-pusat penahan; (8) Mininmnya akuntabilitas, transparansi dalam manajemen dan birokrasi di pusat-pusat penahanan atau lembaga pemasyarakatan. Sementara dari pemantauan yang kami lakukan kasus-kasus yang cenderung sering terjadi adalah kerusuhan atau bentrokan, penyiksaan dan tindakan kekerasan lainnya, peredaran narkotika, jual beli fasilitas, akses keluar Lapas, penyuapan.

Merujuk pada hal-hal diatas, respon atau tindakan yang dilakukan oleh Kementeian Hukum dan HAM dan Ditjen Pas yang bertanggungjawab atas masalah ini akan sia-sia, jika tindakan yang dilakukan hanyalah bersifat reaksinor semata dalam bentuk pemusnahan dan penyitaan barang-barang atau fasilitas, dan sidak atau operasi yang bersifat sesaat. Dalam hal ini perubahan dan pendekatan yang lebih struktural dan implementatif baik dari hulu sampai hilir harus dilakukan. Cara ini mengharuskan penanganan persoalan Lapas didukung oleh kebijakan hukum dan politik yang memadai, paradigma pemasyarakatan yang kuat, sumber daya yang berintegritas baik di level jabatan struktural di Kementrian sampai dengan di tingkat lapangan di lembaga pemasyarakatan.

Selain itu sudah penting untuk mendorong adanya otoritas lembaga-lembaga pengawas eksternal yang memiliki kemampuan untuk menggelar evaluasi menyeluruh atas situasi dan evaluasi kebijakan atas keberadaan pusat-pusat penahanan di Indonesia, mengingat Kementerian tidak banyak mengambil langkah strategis dalam mengawal evaluasi lembaga pemasyarakatan di Indonesia.

 

Jakarta,

Badan Pekerja

 

Yati Andriyani
Koordinator KontraS