Penempatan TNI di Jabatan Sipil: Dwifungsi atau Disfungsi?

Pada hari Jumat, 1 Maret 2019, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melaksanakan diskusi publik bertajuk “Ngobrolin Dwifungsi Disfungsi TNI”. Diskusi ini diadakan guna merespon perkembangan terkini diskursus mengenai posisi TNI dalam kehidupan bernegara yang tidak henti-hentinya menjadi pembicaraan hangat sejak dimulainya era reformasi. Sebelumnya, kami sudah menduga bahwa ada upaya-upaya sistematis yang ditempuh oleh TNI guna memperluas fungsi dan wewenangnya dalam berbagai sendi kehidupan bernegara melalui penempatan purnawirawan TNI dalam lingkar utama Presiden, penempatan anggota TNI aktif sebagai kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan pembuatan nota kesepahaman dengan berbagai lembaga yang memperluas fungsi TNI sampai masuk ke ranah sipil. Upaya ini kemudian muncul lagi diawal tahun 2019 dalam bentuk wacana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) agar anggota TNI aktif dapat menduduki jabatan-jabatan eselon 1 kebawah di berbagai kementerian. Wacana ini dikeluarkan oleh Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan langsung disambut dengan baik oleh berbagai pejabat lainnya seperti Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Komjen (Purn) Syafruddin, dan Presiden Joko Widodo. Diskusi ini diisi oleh Haris Azhar S.H., MA., selaku Direktur Eksekutif Lokataru, Soleman B. Ponto S.T., M.H., selaku Kepala Badan Intelijen Strategis TNI 2011- 2013, dan I Made Suwandi MSoc.Sc, Ph.D, selaku Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara.

Diskusi ini mengundang pembicara dari berbagai latar belakang agar dapat menghadirkan diskursus yang substantif baik dari perspektif hukum, sosial, politik, dan kebudayaan terkait isu penempatan anggota TNI aktif pada jabatan-jabatan sipil. Adapun peserta yang hadir dalam diskusi ini memiliki latar belakang yang beragam mulai dari mahasiswa, jurnalis, sampai aktivis. Harapannya, diskusi ini dapat memperkaya pemahaman publik mengenai bahaya wacana penempatan anggota TNI aktif di jabatan-jabatan sipil terhadap kondisi demokrasi serta supremasi sipil di Indonesia yang merupakan bagian dari amanat reformasi 20 tahun silam.