Pencemaran dan Kerusakan lingkungan hidup mengerikan di Indonesia saat ini yaitu Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dengan tata kelola yang sangat buruk. Terungkapnya praktik open dumping (pembuangan ilegal) dan penimbunan Limbah B3 oleh Tim Investigasi Supremasi TOTAL B3 menjadi bukti konkrit. Kegiatan ilegal ini bertentangan dengan amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 sebagaimana mestinya terdapat 4 perizinan penting yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Negara di bidang Pengelolaan Limbah B3 yaitu
– Pertama, izin untuk Penghasil Limbah B3 atas kegiatan Pengurangan Limbah B3 yang wajib dilaporkan secara tertulis dan disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI
– Kedua, izin untuk kegiatan Pengangkutan Limbah B3 dari Penghasil Limbah B3
– Ketiga, izin untuk kegiatan Penyimpanan Sementara dan Pengumpulan Limbah B3 disertai kontrak kerjasama dengan pihak Pemanfaat, Pengolah dan Penimbun Limbah B3
– Keempat, izin untuk kegiatan Pemanfataan, Pengolahan dan Penimbunan Limbah B3
Dalam hal ini, ada 2 temuan pelanggaran Pengelolaan Limbah B3 di Jawa Timur yaitu:
Mengacu pada regulasi Tata Kelola Limbah B3 yang telah disebutkan diatas dan berdasarkan temuan tersebut, setidaknya ada beberapa persoalan di sektor lingkungan hidup yaitu:
Dampak dari kegiatan ilegal ini berujung tercemar dan rusaknya lingkungan hidup dan khsusunya masyarakat yang tinggal di sekitar markas TNI AURI Raci, Kabupaten Pasuruan. Selain lingkungannya sudah tercemar, telah memakan korban yang dialami oleh warga sekitar markas yang mengalami luka akibat terperosok limbah panas batubara sebanyak 3 orang, salah satunya lumpuh sampai saat ini.
Di desa Lakardowo, penimbunan berbagai jenis limbah B3 dalam jumlah besar di lahan sekitar 3 hektar mengakibatkan pencemaran tanah dan air. Sekitar 3000 warga harus membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Bayi disana terpaksa mandi dengan air isi ulang. PT. PRIA juga melakukan kegiatan pembakaran limbah medis melalui tungku pembakaran yang berdampak pada tanaman pertanian dan perkebunan warga serta pencemaran udara karena cerobongnya terlalu rendah.
Dalam kasus “Limbah B3 di Markas TNI” setidaknya dapat diidentifikasi limbah B3 tersebut merupakan milik PT. Wilmar Nabati Indonesia, transporter utamanya adalah PT. PRIA dan PT. LEWIND, sedangkan yang memiliki izin pemanfaatan limbah B3 adalah CV. Berkat Rahmat Jaya (rekanan PT. LEWIND) dan PT. PRIA yang merupakan bagian dari PT. Tenang Jaya Sejahtera (kedua perusahaan dimiliki oleh pemegang saham yang sama). Sedangkan perusahaan yang terdaftar/memiliki izin untuk pengumpulan limbah B3 hanya 2 (dua) yaitu Primkopau I Lanud Surabaya dengan lokasi pengumpulan di markas angkatan udara Raci. Sedangkan 6 lokasi pengumpulan lainnya tidak jelas dikelola oleh siapa, dengan kata lain illegal. Asumsi lain, perusahaan transporter bekerjasama dengan pemilik lahan/lokasi sebagai tempat penimbunan limbah B3, jika pada kondisi kedua, maka transporter dapat dijatuhi sanksi baik pidana maupun sanksi administrasi.
Prinsip kehati-hatian menjadi pilihan pertama dalam pengelolaan limbah B3, karena sifat limbah B3 yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan juga manusia. Ancaman limbah B3 yang nyata adalah terjadinya pencemaran air dan tanah yang dalam waktu lama akan merubah air menjadi media penyebaran penyakit yang potensial (water borne deseasis). Setidaknya ancaman ini telah mulai terjadi di Wilayah Jawa Timur. Apabila Pemerintah tidak segera melakukan tindakan, maka ancaman di atas dipastikan akan semakin nyata. Selain ancaman limbah B3, ancaman yang berpotensi terjadi saat ini terkait dengan keselamatan pihak yang telah turut serta membantu Pemerintah membongkar praktik-praktik pengelolaan limbah B3 secara Ilegal. Untuk itu, Pemerintah termasuk institusi yang berwenang perlu memberikan perlindungan hukum terhadap Tim Investigasi Supremasi TOTAL B3 serta dibarengi agar segera melakukan penegakan hukum dengan cara memproses temuan-temuan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
Maka kami, Koalisi Supremasi TOTAL B3 Indonesia dengan tegas dan mendesak agar dilakukan upaya-upaya tindakan dan keputusan hukum yang kami uraikan dalam TUNTUTAN sebagai berikut:
Jakarta, 5 Maret 2019
Tertanda,
Koalisi Supremasi TOTAL B3 Indonesia
Ecoton
Auriga
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Indonesia Corruption Watch (ICW)
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
LBH Pers
Greenpeace