Pemerintah Harus Tegas dan Serius Tuntaskan Kasus Munir

Siaran Pers Bersama

 “PEMERINTAH HARUS TEGAS DAN SERIUS TUNTASKAN KASUS MUNIR”

15 Tahun Terbunuhnya Aktivis HAM Munir

 

 

“PR kita adalah pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus Mas Munir. Ini juga perlu diselesaikan”

 Presiden Joko Widodo, 4 September 2016

 

Koalisi Keadilan untuk Munir resah atas berhentinya pengungkapan kasus aktivis HAM Munir Said Talib yang dibunuh pada 7 September 2004. Namun, setelah 15 tahun berlalu, Pemerintah baru mengadili pelaku lapangan, sementara dalang yang bertanggungjawab atas peristiwa ini belum pernah diadili.

Pada September 2016 lalu, dalam sebuah pertemuan dengan para pakar hukum di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan komitmennya untuk menyelesaikan kasus Munir. Pernyataan ini sedikit memberikan kelegaan akan adanya langkah-langkah konkrit Pemerintah untuk mengungkapan siapa dalang pembunuhan terhadap Munir, meski kemudian pernyataan tersebut tidak pernah terwujud hingga saat ini.

Kami memandang, pengungkapan kasus Munir tidak akan sulit jika Pemerintah benar–benar mau membuka dan mengumumkan isi laporan yang disusun oleh Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir (TPF Munir). Apalagi Tim yang dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 111 Tahun 2004 ini telah bekerja selama 6 (enam) bulan dengan melakukan pendalaman fakta, termasuk mengumpulkan keterangan saksi dan bukti–bukti lainnya. Sejumlah nama –di luar Pollycarpus-disebutkan dalam laporan guna diselidiki lebih lanjut karena diduga terlibat pembunuhan Munir. Tapi keengganan Pemerintah untuk mengumumkan isi laporan tersebut menimbulkan tanda tanya besar mengenai siapa saja yang diduga terlibat dan mengapa hingga saat ini tidak pernah diadili di pengadilan.

Segala upaya telah dilakukan oleh Koalisi, termasuk dengan mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat (KIP) pada tahun 2016 saat dikabarkan kalau laporan TPF tersebut tidak di Kementerian Sekretariat Negara. Upaya hukum ini menghasilkan sebuah fakta bahwa dokumen laporan TPF adalah dokumen yang terbuka untuk publik, sehingga tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk menolak mengumumkan laporan tersebut.

Alih-alih melaksanakan putusan tersebut dengan mengumumkannya, Presiden melalui Kemensetneg justru mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan alasan bahwa laporan tersebut tidak dimiliki atau dikuasai oleh Presiden maupun Kemensetneg.

Alasan–alasan ini, justru diafirmasi oleh PTUN yang mengabulkan keberatan tersebut dengan menyatakan bahwa dokumen laporan TPF bukan merupakan dokumen publik sehingga karenanya tidak dapat diakses oleh publik. Pernyataan ini pun diperkuat oleh adanya putusan Kasasi Mahkamah Agung pada tahun 2017, meski hingga saat ini kami masih belum menerima salinan putusan tersebut. Lambannya pengiriman salinan putusan Mahkamah Agung ke Suciwati selaku istri dari korban maupun kuasa hukumnya merugikan yang bersangkutan untuk dapat melanjutkan langkah hukum lainnya.

Kami mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo harus menunjukkan sikap tegas atas komitmennya yang disampaikan dalam forum tahun 2016. Kami juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk:

  1. Segera mengumumkan seluruh hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir kepada masyarakat sebagai bentuk amanat Perpres No. 111 tahun 2004 serta menindaklanjuti rekomendasinya hingga tuntas;
  2. Bersikap tegas dan serius dalam upaya pengungkapan kasus pembunuhan terhadap Munir, dengan memanggil Jaksa Agung, Kapolri, Menteri Hukum dan HAM, maupun pejabat terkait guna menentukan langkah konkrit Pemerintah untuk menyelesaikan kasus Munir;
  3. Memerintahkan Jaksa Agung untuk mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan pengadilan yang membebaskan mantan Deputi V BIN Muchdi PR dengan memperkuat seluruh bukti-bukti yang ada beserta bukti yang baru agar dapat digunakan dalam upaya PK tersebut;
  4. Mendorong amandemen UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dengan memasukkan ketentuan khusus tentang perlindungan pembela HAM agar kasus-kasus kekerasan terhadap pembela HAM tidak terulang di kemudian hari.

Jakarta, 6 September 2019

Koalisi Keadilan untuk Munir

Suciwati

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

Amnesty Internasional Indonesia

Imparsial

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta)

Asia Justice and Rights (AJAR)

Alghiffari Aqsa

Bivitri Susanti