Ungkap Tindakan Terror Berupa Pelemparan Karung Berisi Ular di Asrama Mahasiswa Papua, Surabaya

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras tindakan terror yang dilakukan oleh sejumlah orang tidak dikenal, berupa pelemparan karung berisi ular, ke Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Dengan adanya peristiwa terror yang kembali terjadi, ditambah adanya kasus preseskusi dan ujaran rasial yang dialami mahasiswa papua beberapa waktu lalu adalah fakta bahwa Mahasiswa Papua di Surabaya rentan mengalami tindakan-tindakan yang dapat menganggu atas haknya untuk hidup dengan rasa aman dan tentram. Kemudian, peristiwa itu juga menjadi bukti bahwa aparat kepolisian telah lalai menjalankan tugasnya dalam memberikan perlindungan dan pengamanan bagi orang Papua yang menjadi korban tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.

Berdasarkan informasi yang kami peroleh, peristiwa terror itu terjadi sekitar pukul 04.19 WIB dini hari, senin, tanggal 9 September 2019. Ketika itu, saat kondisi yang masih gelap, tampak ada 4 (empat) orang tidak dikenal berpakaian preman berhenti di depan asrama. Lalu, dengan segera mereka melemparkan karung-karung tersebut ke dalam asrama. Hal itu sontak membuat para penghuni asrama ketakutan. Diketahui, setidaknya ada empat ekor ular yang dilempar ke dalam asrama. Pertama adalah seekor ular berjenis piton, di dalam karung beras ukuran 15 kilogram. Lalu ada tiga ekor ular lainnya berada di dalam karung kain yang kabur ke arah selokan di depan asrama.

Dari informasi yang kami terima, bahwa persitiwa terror itu tidak hanya sekali terjadi. Sebelumnya, pada 30 Agustus 2019 misalnya, sekitar Pukul 04.02 WIB, ada 2 (dua) orang yang tidak dikenal mendatangi asrama mahasiswa papua di Surabaya dan melakukan pelemparan cat minyak berwarna merah di depan spanduk yang terpasang di depan asrama. Setelah melakukan aksinya itu, orang yang tidak dikenal tersebut melarikan diri.

 

Kami memandang, persitiwa yang dialami para mahasiswa Papua di Surabaya pada dini hari itu, sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari konteks kasus presekusi dan ujaran rasial yang terjadi pada 16 agustus lalu, karena kasus ini terjadi dalam kurun waktu yang sangat berdekatan. Atas insiden ujaran rasial itu, Polda Jatim telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka, dengan dugaan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan diskriminasi ras dan etnis

Selain itu, kami juga menilai berbagai tindakan ancaman dan terror ini adalah salah satu bentuk upaya pembungkaman suara para mahasiswa Papua yang kritis dalam menyuarakan penyelesaian kasus ujaran rasial dan pilhan-pilihan politiknya.

Dengan lalainya aparat kepolisian dalam memberikan pengamanan kepada para korban menjadi bukti nyata bahwa negara belum memiliki komitmen yang kuat dalam memberikan perlindungan bagi setiap orang khususnya untuk para korban presekusi dan ujaran rasial. Padahal Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 jelas menyatakan bahwa korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi.

 

Lebih lanjut, kami memandang Kapolda Jawa Timur C.q. Kapolrestabes Surabaya memiliki kewajiban melakukan serangkaian tindakan hukum berupa penyelidikan dan penyidikan dengan menerapkan Pasal 368 ayat (1) KUHP, guna mengungkap siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam melancarkan aksinya dengan menebar terror kepada para mahasiwa Papua di Surabaya. Bilamana tindakan hukum itu dilakukan, kami mengingatkan kepada penyidik untuk tidak hanya mengusut sampai pada pelaku-pelaku lapangan saja, melainkan juga harus sampai pada pihak-pihak yang menyuruh melakukan tindakan – tindakan terror tersebut.

Menurut Pasal 28 G Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan pribadi dari ancaman, dengan demikian atas nama konstitusi dan Undang-Undang maka sudah sepatutnya Pemerintah harus melakukan tindakan-tindakan yang perlu guna melindungi secara maksimal terhadap para mahasiswa Papua yang berada di Surabaya agar persitiwa serupa tidak kembali terjadi.

Berdasarkan uraian dan penjelasan kami di atas, kami mendesak:

 

  1. Kapolda Jawa Timur segera melaukan evaluasi atas pengamanan asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Bilamana saat evaluasi itu ditemukan adanya kelalaian yang secara nyata dilakukan oleh anggota, maka perlu kiranya dapat diproses secara hukum;

 

  1. Kapolda Jawa Timur C.q. Kapolrestabes Surabaya segera lakukan serangkaian tindakan penyelidikan dan penyidikan atas peristiwa terror yang dialami para mahasiswa Papua di Asrama yang berada di Surabaya dengan menerapkan Pasal 368 ayat (1) KUHP;

 

  1. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta ketua Komnas HAM harus bertindak proaktif dalam merespon tindakan terror yang kerap dialami para mahasiswa papua, berupa pengawasan dan perlindungan.

 

 

 

Jakarta, 10 September 2019

 

 

 

Yati Andriyani

Koordinator

 

 

Narahubung:

Andi Rezaldy-087785553228