Diskusi Publik: Menelaah Ketentuan Pelanggaran HAM Berat dan Tindak Pidana Penyiksaan dalam RKUHP

Pada hari Rabu, 18 September 2019, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengadakan diskusi publik dengan judul “Menelaah Ketentuan Pelanggaran HAM Berat dan Tindak Pidana Penyiksaan dalam RKUHP”. Bertempat di Brownbag, Menteng, diskusi ini menghadirkan tiga orang pembicara yaitu Bivitri Susanti dari STHI Jentera, Asmin Fransiska dari Unika Atmajaya, dan M. Choirul Anam dari Komnas HAM. Diskusi ini diadakan untuk memberikan pemahaman kepada publik mengenai kondisi RKUHP saat ini, terutama dalam kaitannya dengan upaya-upaya pengusutan dan penyelesaian terhadap terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat dan penyiksaan, serta kaitannya dalam menjamin fair trial dalam proses penegakan hukum.

Dalam diskusi ini, para pembicara menekankan pentingnya menunda pengesahan RKUHP karena draf RKUHP yang ada saat ini masih memiliki banyak kekurangan, termasuk dalam ketentuan-ketentuan mengenai Pelanggaran HAM Berat dan Tindak Pidana Penyiksaan. Salah satu aspek yang ditekankan adalah masih belum selarasnya dua ketentuan tersebut dalam RKUHP dengan ketentuan internasional yang ada. Terkait Pelanggaran HAM Berat, misalnya, draf KUHP justru menghilangkan berbagai kekhususan dalam Statuta Roma seperti penyetaraan hukuman untuk berbagai jenis pelanggaran HAM, asas-asas hukum yang dikecualikan seperti ne bis in idem dan non retroaktif, sampai kewenangan Komnas HAM sebagai penyelidik independen yang berpotensi dihilangkan.

Berkaitan dengan tindak pidana penyiksaan, ternyata pasal-pasal dalam RKUHP belum mengadopsi ketentuan dalam Statuta Roma secara utuh. Hal ini terlihat dari belum adanya pengaturan mengenai pertanggungjawaban komando, ancaman hukuman yang terlalu rendah, dan definisi penyiksaan yang terlalu sempit.

Berdasarkan diskusi ini, disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai Pelanggaran HAM Berat dan Tindak Pidana Penyiksaan dalam RKUHP masih memiliki berbagai kelemahan sehingga tidak layak untuk diundangkan dengan rumusan yang ada saat ini. Untuk itu, Pemerintah dan DPR idealnya tidak terburu-buru dalam mengesahkan RKUHP dengan melakukan carry over RUU ini kepada DPR periode selanjutnya untuk melakukan pembahasan ulang ketentuan-ketentuan yang bermasalah dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat sipil, akademisi, affected groups, dan kelompok masyarakat lainnya.