Menakar dan Memproyeksikan Komitmen HAM Pemerintah melalui Komposisi Kabinet

Pasca dilantiknya Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019-2024, KontraS memantau beberapa hal yang berkaitan dengan transisi dari pemerintahan Joko Widodo di periode pertama ke periode kedua, antara lain pidato Presiden dalam Pelantikan Periode 2019-2024 dan wacana komposisi pejabat- pejabat dalam Kabinet Kerja Jilid II. Dalam pidatonya saat dilantik, Presiden Joko Widodo sama sekali tidak membahas atau bahkan menyebutkan hal-hal yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, dan korupsi. Pertanda minimnya komitmen HAM Presiden kemudian ditambah dengan penempatan orang-orang dengan track record bermasalah di bidang HAM di kabinetnya. Kedua hal ini, ditambah dengan tidak adanya yang memegang peran sebagai oposisi di kancah perpolitikan nasional semakin meningkatkan kebutuhan adanya penguatan masyarakat sipil sebagai oposisi pemerintahan. Adapun penguatan ini dapat dimulai dengan melakukan pemetaan terhadap aktor-aktor pejabat negara, dalam hal ini para pejabat yang mendapat posisi di kabinet.

Pemetaan tersebut kemudian akan dilanjutkan dengan proyeksi terhadap komitmen HAM pemerintah selama 5 tahun ke depan. Diskusi ini akan diadakan dengan format semi-formal agar lebih mudah diterima oleh masyarakat umum, terutama kaum muda. Atas dasar tersebut, KontraS hendak mengadakan diskusi publik yang menjadi bagian dari sesi #MainDiKwitang yang berisi Diskusi Publik bertajuk “Menakar dan Memproyeksikan Komitmen HAM Pemerintah melalui Komposisi Kabinet.” Untuk memantik diskusi yang konstruktif, diskusi publik ini akan diisi oleh tiga orang narasumber yang masing-masing membawa perspektif yang berbeda terkait tema diskusi. Ketiga narasumber tersebut adalah Feri Kusuma (KontraS), Ubedilah Badrun (UNJ), dan Syahar Banu (IKAPRI).

Ubedillah Badrun mengatakan bahwa postur kabinet rezim ini tidak kompatibel untuk visi besar, di sektor HAM dan membuat rakyat sejahtera. Jabatan menteri lebih terkesan bagi-bagi kekuasaan bukan memperbaiki bangsa. Situasi ini menjadi peluang untuk membuat oposisi sebagai kekuatan politik baru.

Senada dengan Ubed, Feri Kusuma mengatakan kalau komposisi kabinet ini tidak berbeda dari sebelumnya karena masih ada keberulangan, pemilihan menteri yang juga terduga pelanggar HAM. hal ini juga selaras dengan pernyataan Syahar Banu yang mencontohkan keangkuhan Wiranto bahwa ia tidak bisa diadili. Di satu sisi ia terduga sebagai pelanggar HAM atas kasus di Timor Timur.