Diteror Preman Tambang, Petani Yang Melakukan Aksi Jalan Kaki Ke Jakarta Dari Mojokerto Datangi KOMNAS HAM

JAKARTA – Ahmad Yani (45), Heru Prasetyo (25) dan Sugiantoro (31), tiga petani asal desa Lebak Jabung, Kabupaten Mojokerto, mendatangi dan mengadu pada Komnas HAM. Mereka kebingungan mencari perlindungan akibat teror dari preman sewaan perusahaan tambang yang tengah menjarah pasir dan batu andesit di desa mereka. “Kami diintimidasi akan dibunuh, dilaporkan polisi, bahkan diancam akan dijadikan Salim Kancil kedua, setelah awal Januari kemarin kami melaporkan penambangan kepada Gubernur Jawa Timur,” tutur Ahmad Yani.

Ahmad Yani adalah satu di antara 80 persen warga yang menolak tambang di desa dengan penduduk sekitar 1.700 jiwa tersebut. Mayoritas menolak kehadiran perusahaan tambang CV Sumber Rejeki dan CV Rizky Abadi yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan didesa mereka. Kedua perusahaan tersebut memulai penambangan sejak 7 Desember 2019. Warga kemudian beramai-ramai melaporkan kasus penambangan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pada 7 Januari 2020 lalu.

Selepas menggelar demonstrasi di kantor gubernur, satu per satu rumah warga didatangi oleh preman perusahaan. Mereka mengintimidasi warga, termasuk Ahmad Yani agar tidak memprotes penambangan yang terjadi di Lebak Jabung. Yani was-was dan memutuskan pergi ke Kota Mojokerto untuk mencari keamanan. Tak berapa lama, dua warga lain penolak tambang, Heru Prasetyo (25) dan Sugiantoro (31), menyusulnya untuk memberi dukungan. “Saat itu kami bertiga memutuskan untuk jalan kaki ke Jakarta, bermaksud bertemu Pak Jokowi untuk mencari keadilan.”

Pada 26 Januari 2020, tiga petani ini memulai berjalan kaki menyusuri jalan Mojokerto – Jakarta bermodalkan secarik bendera Merah-Putih, beberapa pakaian ganti, dan uang saku Rp 602.000 yang berasal dari donasi para warga Lebak Jabung yang mendukung mereka untuk menemui Presiden Joko Widodo. Yani dan dua kawannya berjalan menyusuri jalur Selatan mulai Mojokerto, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Sragen, Boyolali, Salatiga, hingga Semarang.

Setelah Senin (2/2) kemarin mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk melaporkan kasus perusakan lingkungan dan dugaan pidana lingkungan oleh aktivitas pertambangan, hari ini (7/2) ketiganya mendatangi Komnas HAM untuk mengadukan teror dan intimidasi oleh preman perusahaan tambang. Tidak hanya kepada mereka bertiga saja teror dan intimidasi ini dilakukan oleh preman, namun juga ditujukan kepada keluarga mereka.

Jum’at pukul 10.10 Ketiga Petani Mojokerto yang melakukan Aksi Jalan kaki Mojokerto – Jakarta bersama Koalisi yang diwakili oleh KontraS, LBH Jakarta, KIARA dan JATAM diterima oleh Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Amiruddin. Dalam pertemuan tersebut, Amiruddin berjanji akan mengirim surat desakan ke Gubernur Jatim dan Polda Jatim guna menjamin pemenuhan hak warga, baik hak atas rasa aman maupun hak atas lingkungan. Selanjutnya Komnas HAM akan berupaya untuk meneruskan surat tuntutan warga kepada pihak Presiden Joko Widodo baik melalui juru bicara Presiden maupun Kantor Staff Presiden.

Amiruddin dalam pertemuan tersebut juga akan mengupayakan Komnas HAM untuk melakukan kunjungan langsung lapangan ke Lebak jabung, Kabupaten Mojokerto.

Selanjutnya, ketiga perwakilan warga ini akan tetap bertahan di Jakarta hingga besa bertemu dengan Jokowi dan mengadukan langsung permasalahan kerusakan lingkungan yang terjadi di desanya.

Mencuatnya kembali konflik-konflik akibat pertambangan yang terus terjadi belakangan ini menimbulkan pertanyaan terkait komitmen penataan kawasan di Jawa Timur oleh pemerintah. Telah berulang kali wilayah di Jawa Timur bergejolak akibat dibukanya kawasan-kawasan pertambangan yang menyebabkan ancaman terhadap keselamatan ekologis wilayah tersebut.

Data yang dihimpun melalui Korsup KPK (Koordinasi-Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk Pertambangan Mineral dan Batubara menunjukkan bahwa per 29 Agustus 2016, jumlah IUP di Jawa Timur mengalami penurunan bila dibanding data Kementrian ESDM di tahun 2012 yaitu dari 378 IUP di tahun 2012 menjadi 347 IUP di tahun 2016. Namun terdapat peningkatan signifikan terhadap luasan lahan pertambangan. Jika di tahun 2012 luas lahan pertambangan di Jawa Timur hanya 86.904 hektar, pada tahun 2016 tercatat luasan lahan pertambangan di Jawa Timur mencapai 551.649 hektar.

Dengan mengacu angka dalam dua dokumen ini maka kenaikan jumlah lahan pertambangan di Jawa Timur mencapai 535% hanya dalam jangka waktu 4 tahun saja. Sementara menurut pernyataan kepala ESDM Jawa Timur pada tahun 2019 terdapat 400 aktivitas pertambang ilegal tercatat ada di seluruh 29 kabupaten dan kota di Jawa Timur.

Semakin menjamurnya pembukaan kawasan pertambangan baik yang legal maupun illegal ini ditengarai juga disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan material pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Eksploitasi tambang juga terjadi di area yang tak seharusnya ditambang, seperti persawahan atau daerah lain yang bukan wilayah pertambangan menurut peta perencanaan pemerintah daerah setempat. Banyak terjadi modus di mana tambang-tambang illegal mengatasnamakan izin yang sudah ada sebelumnya, sehingga perusahaan tambang dapat menghindari kewajibannya serta agar bisa menambang di kawasan-kawasan terlarang untuk aktivitas pertambangan.

PERJALANAN TAMBANG DI LEBAK JABUNG

Tambang batu andesit telah masuk Desa Lebak Jabung sejak awal 2000-an. Penambang melakukan pengerukan pasir dan batu andesit secara liar di Sungai Boro, hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Jawa Timur. Bekas penambangan itu meninggalkan parit dan lubang-lubang raksasa yang merusak areal pertanian Desa Lebak Jabung. Pada 2015 warga memprotes dan melaporkan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Mojokerto. Ketika itu, penambangan liar ditutup disertai surat pernyataan dari para penambang bahwa tidak akan melakukan penambangan lagi.

Warga setempat kemudian mulai melakukan upaya pemulihan lingkungan melalui organisasi Gabungan Komunitas Peduli Lingkungan (Gakopen) yang diprakarsai sejumlah kampus lokal di Mojokerto. Mereka melakukan penanaman pohon di bantaran Sungai Boro (Selo Malang) dan wilayah-wilayah yang gundul akibat penambangan dan perambahan di wilayah Hutan Lindung. Gakopen juga mengembangkan Desa Wisata pada 2018 dengan program wisata religi seperti situs peninggalan Majapahit, wisata kuliner dan wisata alam river tubing.

Pada 11 Oktober 2018, tiba-tiba CV Sumber Rejeki melakukan sosialisasi rencana di Balai Desa Lebak Jabung terkait rencana pertambangan yang akan mereka lakukan. Namun warga menolak rencana penambangan karena berdampak kerusakan lingkungan dan rusaknya sumber air yang menjadi kebutuhan warga desa sehari-hari.

Setahun kemudian, atau Pada 7 Desember 2019, perusahaan kemudian mendatangkan satu unit eskavator untuk melakukan penambangan. Perwakilan perusahaan menunjukkan surat izin tambang sekaligus melakukan penambangan batu andesit hingga 20-25 truk per hari. Pada 23 Januari 2020, perusahaan menambah jumlah eskavator untuk melakukan penambangan di Desa Lebak Jabung. Sejak itu penambangan makin masif dilakukan di bantaran dan badan Sungai Boro, persis di dekat Kawasan Hutan Lindung yang dikelola Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Gebangsari (Perhutani), Mojokerto.

Keputusan Gubernur Jawa Timur nomor: P2T/74/15.02/X/2019 tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi An. CV SUMBER REJEKI

Dasar dikeluarkannya IUP OP:

  1. Surat Direktur CV Sumber Rejeki dengan nomor: 002/VIII/2019 tanggal 22 Agustus 2019 perihal Permohonan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
  2. Berita Acara Peninjauan Kesesuaian Lahan Izin Usaha Pertambangan tanggal 8 Februari 2019.
  3. Rekomendasi Teknis (IUP) Operasi Produksi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur nomor: 545/2452/124.2.3/2019 Tanggal 16 Oktober 2019.

Desakan warga Desa Lebak Jabung:

  1. Menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar menutup dan mencabut pemberian izin tambang kepada CV Sumber Rejeki dan CV Rizky Abadi.
  2. Mendesak Presiden Joko Widodo memberikan keadilan dengan menjamin areal pertanian dan desa wisata yang tengah dirintis oleh warga Lebak Jabung.
  3. Mendesak Presiden Joko Widodo menjamin hak kelola hutan dalam secara legal bagi masyarakat Lebak Jabung.
  4. Mendesak agar menghentikan penggunaan areal Perhutani sebagai jalan yang dilalui penambang Galian C.

 

Perwakilan Warga Lebak Jabung, Mojokerto

Ahmad Yani – Sugiantoro – Heru Prasetyo

 

Narahubung:

  1. Ahmad Yani (0821-3914-1437 / 0822-5736-8811)
  2. JATAM – Ahmad Saini (085387333124)
  3. KontraS – Falis (082111992119)
  4. LBH Jakarta – Charlie Albajili (081224024901)

 

Aliansi Penolak Tambang Lebak Jabung, Mojokerto:

Gabungan Komunitas Peduli Lingkungan (Gakopen),Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Ecoton-Inspirasi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), WALHI Jatim, Save Trowulan Majapahit, KontraS, FNKSDA