Presiden Jokowi, Tolak Ide MenkumHAM untuk Membebaskan Koruptor!

Negeri ini sedang berduka. Wabah virus Corona telah memakan ratusan korban jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Namun, di tengah situasi pelik seperti ini tiba-tiba Menteri Hukum dan HAM menggunakan dalih virus Corona untuk membebaskan narapidana korupsi dengan cara merevisi Peraturan Pemerintah  No 99 Tahun 2012 (PP 99/2012). Tentu kebijakan ini bertolak belakang dengan upaya negara yang sedang memerangi kejahatan kerah putih tersebut. 

Ide MenkumHAM ini lahir ketika melaksanakan rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI beberapa waktu lalu. Saat itu dengan alasan maraknya masyarakat yang terpapar virus Corona dan padatnya lembaga pemasyarakatan maka mestinya narapidana-narapidana kasus korupsi dapat dibebaskan. Hal yang cukup aneh, MenkumHAM mengatakan bahwa narapidana kasus korupsi yang mendapat pembebasan adalah mereka yang berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa hukuman.

Setidaknya ada 5 (lima) alasan yang mudah dipahami oleh masyarakat untuk membantah argumentasi MenkumHAM itu:

1. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang telah merugikan keuangan negara, merusak sistem demokrasi, dan melanggar hak asasi manusia. Sehingga, negara tidak bisa dengan semudah itu untuk membebaskan narapidana kasus korupsi begitu saja.

2. Pembebasan narapidana kasus korupsi hanya akan menjauhkan efek jera bagi pelaku. Bayangkan, dengan mudahnya pada narapidana terbebas dari hukuman maka ke depan para calon koruptor tidak akan takut lagi untuk melakukan kejahatan korupsi. Tentu ini akan merugikan khalayak masyarakat luas sebagai pihak yang paling terdampak atas kejahatan tersebut.

3. Jumlah tahanan narapidana kasus korupsi hanya 0,7% dari total keseluruhan narapidana di lembaga pemasyarakatan. Dari total 262.600 orang penghuni lembaga pemasyarakatan, hanya 2.162 orang jumlah narapidana kasus korupsi. Jadi, tidak tepat ketika ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa over kapasitas lembaga pemasyarakatan disebabkan oleh terpidana kasus korupsi.

4. Narapidana kasus korupsi tidak pernah merasakan padatnya lembaga pemasyarakatan. Sebagaimana diketahui bahwa beberapa stasiun televise pernah meliput potret kebobrokan pengelolaan lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Terjadi ketimpangan yang luar biasa antar narapidana, misalnya, narapidana kasus korupsi dapat menempati sel mewah dan mendapatkan fasilitas khusus lainnya. Sangat berbeda dengan narapidana lainnya yang menempati sel sempit dan amat sangat rawan terpapar penyakit.

5. Rencana MenkumHAM untuk membebaskan narapidana kasus korupsi seakan-akan tidak menghargai kerja keras penegak hukum dalam meringkus pelaku kejahatan. Kejaksaan, KPK, dan Kepolisian adalah pihak yang paling dirugikan dengan kebijakan ini. Sebab, jerih payah tiga instansi penegak hukum tersebut rasanya sia-sia saja karena pelaku korupsi dapat dengan mudah untuk tidak menjalani masa hukuman.

Penting dicatat wacana yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan HAM untuk merevisi PP 99/2012 bukan hal yang baru. Dalam catatan ICW setidaknya untuk kurun waktu 2015-2019 Yasonna Laoly telah melontarkan keinginan untuk merevisi PP 99/2012 sebanyak empat kali. Mulai dari tahun 2015, 2016, 2017, dan pada tahun 2019 melalui Revisi UU Pemasyarakatan. Isu yang dibawa selalu sama, yakni ingin mempermudah pelaku korupsi ketika menjalani masa hukuman.

Dapat dibayangkan ketika aturan ini berlaku maka nama-nama seperti OC Kaligis (advokat, suap Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara) dan Jero Wacik (mantan Menteri ESDM, suap dana operasional Menteri) dapat dengan mudah mendapatkan hadiah pembebasan oleh pemerintah. Belum lagi nama-nama besar lainnya: Setya Novanto (mantan Ketua DPR RI, korupsi KTP-Elektronik), Patrialis Akbar (mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, suap uji materi undang-undang), dan Suryadharma Ali (mantan Menteri Agama, korupsi dana haji) bukan tidak mungkin di masa mendatang akan lebih mudah mendapatkan pengurangan masa hukuman.

Bersama dengan itu juga saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas revisi UU Pemasyarakatan. Hal yang cukup mengecewakan adalah PP 99/2012 dinyatakan tidak berlaku dalam aturan ini. Sehingga sama saja, jika niat dari MenkumHAM ini ditolak oleh Presiden, proses legislasi yang menguntungkan koruptor pun sebenarnya tetap berjalan di DPR.

Sehingga melalui petisi ini, kami meminta:

Presiden Joko Widodo untuk menolak ide MenkumHAM yang ingin membebaskan narapidana kasus korupsi;

Petisi ini diinisiasi oleh:

Lembaga:

1. Indonesia Corruption Watch

2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

3. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan

4. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta

5. Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas

6. Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada

7. Transparency International Indonesia

8. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

Individu:

1. Erry Riyana Hardjapamekas (Pimpinan KPK 2003-2007)

2. Moch Jasin (Pimpinan KPK 2007-2011)

3. Abraham Samad (Pimpinan KPK 2011-2015)

4. Busyro Muqoddas (Pimpinan KPK 2011-2015)

5. Bambang Widjojanto (Pimpinan KPK 2011-2015)

6. Saut Situmorang (Pimpinan KPK 2015-2019)

7. Agus Rahardjo (Pimpinan KPK 2015-2019)