19 Tahun Tragedi Wasior: Negara Harus Bertanggungjawab

13 Juni 2001 telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM berat di tanah Papua.  Tepatnya di Desa Wonoboi, Wasior. Aparat keamanan patut diduga telah melakukan  pembunuhan di luar proses hukum terhadap 4 orang penduduk sipil yaitu atas nama Daud Yomaki, Felix Urban, Henok Marani, dan Guntur Samberi; 39 orang mengalami penyiksaan dalam peristiwa ini, 5 orang  dihilangkan secara paksa, dan 1 orang mengalami pelecehan seksual. Hasil penyelidikan pro-justisia Komnas HAM menyatakan bahwa Tragedi Wasior merupakan pelanggaran HAM berat. Sampai dengan sembilan belas tahun,  negara terus mengingkari untuk bertanggungjawab  atas persistiwa ini. Pemerintah terus melanggengkan impunitas di Papua yang berdampak pada berulangnya kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.

Hasil penyelidikan Komnas HAM atas peristiwa ini (2003) bernasib sama dengan berbagai pelanggaran HAM berat lainnya, tidak ditindaklanjuti Jaksa Agung ke tahap penyidikan dan penuntutan, serta mengalami bolak balik berkas antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM. Korban dan keluarga korban peritiwa Wasior tidak saja menjadi korban pelanggaran HAM berat, tetapi juga terus menjadi korban ketidakpastian keadilan dan diskriminasi hukum. Pengingkaran dan impunitas kasus ini juga berdampak pada berulangnya kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.  Peristiwa  Wasior seharusnya tidak mengalami penundaan dalam penyidikan dan penuntutan karena kasus ini terjadi setelah tahun 2000, sehingga tidak membutuhkan rekomendasi DPR RI dan Keputusan Presiden untuk menggelar pengadilan HAM atas peristiwa ini. Kehendak dan keberanian politik dari pemerintah melalui Presiden akan sangat menentukan untuk penyelesaian kasus Wasior dan kasus-kasus pelanggran HAM lainnya yang terjadi di Papua.

Impunitas terhadap kasus pelanggaran HAM berat Wasior adalah cerminan dari iktikad buruk pemerintah dalam upaya menyelesaikan konflik di Papua. Alih-alih memberikan keadilan bagi korban dan penegakan HAM di Papua, yang terjadi justru kekerasan, diskriminasi, pemidanaan pasal makar (tahanan politik) dan pembungkaman kebebasan berpendapat, berekspresi untuk Papua dan di tanah Papua terus terjadi.

Untuk itu KontraS mendesak;

Pertama, Jaksa Agung melakukan penyidikan kasus Wasior Wamena sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM;

Kedua, Presiden  mengambil langkah politik menyelesaiankan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua; termasuk kasus Wasior Wamena

Ketiga, Pemerintah menghentikan segala bentuk praktik kekerasan, pelanggaran HAM, pendekatan keamanan, dan berbagai upaya pembungkaman demokrasi dan HAM untuk Papua; menjamin kebebasan berpendapat, berekspresi untuk Papua dan di tanah Papua

 

Jakarta, 13 Juni 2020

 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

Amos Waropen – Perwakilan Korban Wasior 2001