Kwitangologi! vol.3

September 2019 menjadi alarm bagi bangkitnya kembali anak muda-melalui mahasiswa dan pelajar-untuk menyuarakan kondisi dan tuntutannya kepada pemerintah kepada pemerintah atau situasi demokrasi, hak asasi manusia dan penegakan korupsi yang memburuk. aksi massa yang berlangsung sejak 23 hingga 30 september selain menjadi seuah ikan bagi bangkitnya mahasiswa, juga menunjukkan semakin obatnya negara atas kondisi yang akan menimpa warga negaranya. bagaimana tidak, dari 7(tujuh) tuntutan yang disuarakan, tidak satu pun diwujudkan. setidaknya sampai zine ini terpublikasikan.

kumpulannya kembali mahasiswa, secara besar-besaran setelah 21 tahun, mengingatkan kembali tentang reformasi 98. kondisi ada beberapa hal yang berbeda, namun yang jelas ada satu hal yang berubah, yakni kekerasan aparat. Berdasarkan data dari Tim Advokasi Reformasi Dikorupsi yang digawangi oleh beberapa NGO di jakarta, menerima 390 aduan peserta aksi yang mendapatkan kekerasan dari aparat di lapangan. AKsi mehasiswa boleh jadi baru kembali terjadi setelah 21 tahun, namin kekerasan aparat tetap abadi.

kekerasan aparat juga terlegitimasi beberapa bulan kemudian dengan pengakuan dari dua anggota brimob yang mengaku menjadi penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang kini mata kirinya tidak lagi bisa melihat. Sialnya, tanpa ba-bi-bu, mereka mengaku begitu saja atas alasan personal dan kepolisian tidak melanjutkan penanganannya sampai ke dalang dari kasus Novel.

Nampaknya memang negara sudah hampir kehilanan daya humornya. Kalian bisa melihat seorang menteri membuat ricuh satu negara dan menggeser topik nasional karena kelakuannya. Kalian bisa saja melihatnya saat mengusung kebijakan nyeleneh seperti memberi “cuti” pada koruptor atau lain waktu bisa lihat menteri tersebut berperan ganda dalam dua hari, hari pertama ia menjadi petugas pantai, hari kedua ia menjadi menteri untuk membahas satu kasus korupsi. Kalian sudah bisa bayangkan jika seorang menteri saja melakukan seperti itu teru-terusan tanpa adanya ketegasan dari pimpinannya, maka kalian sudah dapat bayangkan kualitas dari pemimpin tersebut.

Atas serangkaian kasus di atas, negara turut andil dalam memperburuk kondisi demokrasi dan situasi hak asasi manusia, bahkan diprediksi akan semakin memburuk selama beberapa tahun kedepan gejala-gejala yang sudah terlihat belakangan ini. maka, konsekuensi logis dari buruknya negara dan situasi yang ditimbulkannya menuntut publik untuk lebih giat lagi merongrong atau bahkan mengigit mereka yang melupakan kewajibannya sebagai pejabat negara. Tenagayang lebih ini dimiliki olej anak muda, pelajar dan mahasiswa, juga tidak melupakan peran masyarakat sipil untuk bergabung, bersuara, menuntut perubahan dan menjadi bagian dalam memperbaiki kondisi demokrasi dan hal asasi manusia

maka dari itu, Zine Kwitangologi vol. 3 ini mengambil tema Muda-Muda Bersuara

Unduh file selengkapnya di sini