Insiden Ciracas, Bukti TNI Melampaui Batas

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan berulangnya peristiwa penyerangan MaPolsek Ciracas, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Diketahui, peristiwa penyerangan tersebut dipicu karena adanya dugaan penyebaran berita bohong yang dilakukan oleh Prajurit Dua (Prada) MI. Hal ini kemudian menyulut prajurit lainnya untuk melakukan tindakan balasan yang berdampak pada perusakan beberapa fasilitas  publik dan dugaan tindakan kekerasan baik terhadap anggota Polri maupun warga sipil.

Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, peristiwa ini bermula dari pengakuan Prada MI yang mengaku mengalami pengeroyokan oleh sejumlah warga sipil pada hari kamis 27 Agustus 2020 sekitar Pukul 22.00 WIB di sekitar Arundina Cibubur. Didasari pada informasi tersebut, beberapa orang prajurit lainnya bergerak melakukan pencarian dan pembalasan. Kemudian, pada 28 Agustus 2020 sekitar Pukul 23.00 WIB, massa sekitar ratusan orang yang terorganisir, secara acak melakukan sweeping, kekerasan dan perusakan. Kejadian ini mengakibatkan sejumlah orang mengalami luka-luka dan rusaknya fasilitas publik.

Terjadinya insiden ini, sulit rasanya untuk tidak dikait-kaitkan dengan peristiwa penyerangan Mapolsek Ciracas pada tahun 2018 lalu. Bermula dari pengeroyokan prajurit TNI oleh beberapa orang juru parkir dan kemudian terjadi perusakan serta pembakaran Mapolsek Ciracas oleh massa yang diduga tidak puas dengan penanganan kasus yang dilakukan Mapolsek Ciracas terkait kasus pengeroyokan tersebut.

Dilihat dari 2 peristiwa tersebut, dan beberapa kasus lainnya, setidaknya terlihat pola penyerangan yang mirip dengan kejadian sebelumnya yaitu dengan melibatkan jumlah massa besar, terorganisir dan melakukan perusakan terhadap Mapolsek Ciracas.

Kami berpendapat, terjadinya keberulangan peristiwa penyerangan tersebut dikarenakan ketiadaan penghukuman yang memberikan efek jera terhadap para  pelaku pembakaran Mapolsek Ciracas 2 (dua) tahun lalu, serta ketiadaan pengungkapan secara tuntas dan transparan, sehingga persitiwa serupa terjadi kembali.

Bahwa perihal kasus perusakan dan kekerasan yang terjadi beberapa hari lalu, kami menilai pemberhentian secara tidak hormat saja tidak cukup tetapi para prajurit TNI yang terlibat juga harus diproses secara hukum dan diadili melalui mekanisme peradilan umum sebab Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menyatakan prajurit harus tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.

Kultur kekerasan yang terjadi hari ini merupakan warisan yang terlembaga semenjak era Orde Baru di Indonesia, nihilnya implementasi secara menyeluruh atas pemajuan hak asasi manusia dan tidak dijadikannya Reformasi Sektor Keamanan sebagai salah satu prioritas oleh negara Ujar Fatia

Berdasarkan uraian dan penjelasan kami di atas, kami mendesak:

  1. Panglima TNI segera memerintahkan Komandan Pusat Polisi Militer TNI (Puspom TNI) untuk melakukan penyelidikan terhadap sejumlah prajurit TNI yang terlibat perusakan fasilitas dan tindak kekerasan kepada warga sipil maupun anggota Polri, baik yang terjadi 28-29 Agustus 2020 dan 11 Desember 2018 yang lalu;
  2. Komandan Puspom TNI melakukan pemeriksaan secara menyeluruh yang harus juga menyasar pada dugaan keterlibatan atasan hukum prajurit TNI yang melakukan kekerasan dan perusakan;
  3. Kapolda Metro Jaya segera melakukan pengambilalihan perkara dan melakukan penyidikan setelah Puspom TNI selesai melakukan penyelidikan agar para prajurit TNI yang terlibat dapat diproses dan diadili melalui mekanisme peradilan umum.

 

Jakarta, 31 Agustus 2020
Badan Pekerja KontraS,

 

Fatia Maulidiyanti
Koordinator

Narahubung: 087785553228