Polisi Harus Netral, Hormati dan Lindungi Hak Warga Menyampaikan Pendapat!

Menyikapi rencana aksi yang akan dilakukan masyarakat diberbagai daerah di Indonesia dalam merepson penolakan pengesahatan Undang-Undang kontroversial RUU Omnibus Cipta kerja dan munculnya Surat Telegram Kapolri Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020 yang berpotensi pada penyalahgunaan fungsi kepolisian (abuse of power), Tim Advokasi Untuk Demokrasi yang terdiri dari para advokat, pengacara publik dan paralegal dari berbagai organisasi bantuan hukum dan/ atau organisasi masyrakat sipil dan individu yang mendedikasikan diri dalam penegakan demokrasi dan negara hukum serta penghormatan hak konstitusional warga negara mengingatkan agar kepolisian untuk netral serta memberikan jaminan penghormatan dan perlindungan kepada masyarakat yang hendak menggunakan haknya menyampaikan pendapat dimuka umum. Hal-hal tersebut didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:

  1. Hak menyampaikan pendapat adalah hak asasi manusia, hak konstitusional yang dilindungi oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan hak ini tidak memerlukan izin kepolisian. Sesuai dengan UU No.9 tahun 1998 hanya membutuhkan pemberitahuan kepada kepolisian dan menjadi Kewajiban Kepolisian untuk memberikan jaminan penghormatan dan perlindungan terhadap hak menyampaikan pendapat dimuka umum sebagaimana ketentuan Pasal 13 UU 9/1998 “dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.
  2. Surat Telegram Kapolri Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020 berpotensi membuka ruang penyalahgunaan fungsi kepolisian (abuse of power) karena bertentangan dengan fungsi dan kewenangan kepolisian sebagaimana peraturan perundang-undangan. Telegram tersebut menunjukkan hilangnya netralitas kepolisian dalam menjalankan tugasnya sesuai UU Kepolisian.untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Kepolisian adalah alat negara untuk penegakan hukum yang adil dan beradab oleh karenanya tidak boleh berpolitik apalagi menjadi alat pemerintah. Polisi harus independen dan tidak diskriminatif dalam menegakkan hukum. Oleh karena itu Surat Telegram Kapolri Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020 semestinya batal demi hukum dan tidak diberlakukan.

  3. Mengingatkan Kepolisian RI untuk tidak menjadikan Covid 19 alasan untuk menghalangi atau membubarkan pelaksanaan hak menyampaikan pendapat dimuka umum. Hak menyampaikan pendapat dimuka umum adalah hak konstitusioanl warga negara yang dijamin konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang dapat dilaksanakan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Bahkan Pasal 18 UU No. 9/1998 mengancam pidana terhadap tindakan yang menghalanghalangi pelaksanaan hak warga dalam menyampaikan pendapat dimuka umum. Pembatasann Hak  menyampaikan pendapat dimuka umum hanya boleh dilakukan atas dasar Undang-Undang. Sampai hari ini tidak ada UU yang melarang tetap dilaksanakannya hak menyampaikan pendapat ditengah pandemic. Meski pelaksanaan protocol kesehatan tetap harus dilakukan. Polisi harus independen dan tidak diskriminatif dalam menegakkan hukum. Sebelum munculnya aksi masyarakat terhadap penolakan RUU Omnibus Law ini juga telah ada berbagai aksi dan kegiatan namun tidak ada ancaman penerapan pasal pidana dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. khususnya ketika DPR dan Pemerintah yang terus membahas UU Omnibus Law Cipta Kerja meski ditengah ancaman pandemi Covid 19. Karena itu jangan kemudian ketika rakyat sebagai pemilik kedaulatan turun ke jalan mengkritik pemerintah dan DPR, kepolisian berlaku diskriminatif

  4. Pemerintah dan Kepolisian untuk sungguh-sungguh tunduk dan patuh terhadap konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakat yang menjalankan hak asasinyanya untuk menyampaikan kemerdekaan dimuka umum termasuk berbagai peraturan internal kepolisian sebagai pedoman kepolisian dalam melayani masyarakat yang menjalankan haknya menyampaikan pendapat dimuka umum khususnya Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian;

  5. Mengingatkan Kepolisian untuk belajar dari kesalahan dengan tidak melanggar hukum dan bertindak diluar hukum dengan menggunakan kekuatan berlebihan dalam penanganan aksi unjuk rasa sebagaimana terjadi dalam berbagai penanganan aksi reformasi dikorupsi yang justru mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia dan jatuhnya korban jiwa yang sampai hari ini belum tuntas pengusutannya;

  6. Mendesak Komnas HAM dan lembaga negara lainnya untuk aktif untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan memastikan hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat dimuka hukum dihormati , dilindungi oleh Pemerintah, DPR dan aparat penegak hukum.

  7. Mengajak Pers dan seluruh elemen masyarakat untuk terus bersama-sama menjaga tegaknya nilainilai demokrasi, konstitusi dan negara hukum untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial seluruh rakyat indonesia.

Jakarta, 6 Oktober 2020
Tim Advokasi untuk Demokrasi
LBH Masyarakat – YLBHI – KontraS – LBH Jakarta – LBH Pers – LBH Muhamadiyah – LBH Ansor
– AMAR Law Firm – KASBI – KPBI – Paralegal Jalanan – WALHI – JATAM – Imparsial – ICJR

Narahubung:
Tim Advokasi untuk Demokrasi: 081913091992 / 081214194445