Usut Penangkapan Sewenang-wenang dan Dugaan Penyiksaan terhadap Warga Kabaena oleh Aparat TNI

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (Koalisi RSK) mendesak Menteri Pertahanan dan Panglima TNI untuk memastikan seluruh jajarannya agar tunduk pada jurisdiksi peradilan sipil/umum saat menyikapi dugaan kasus-kasus pelanggaran hukum pidana umum, baik yang melibatkan anggota TNI sebagai pelaku maupun sebagai korban. Desakan ini disampaikan Koalisi dalam menyikapi laporan adanya dugaan tindakan sejumlah anggota TNI yang melakukan penangkapan sewenang-wenang dan dugaan penyiksaan terhadap warga masyarakat Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penangkapan terhadap warga tersebut diduga terkait dengan kematian Serda Rusdi, anggota TNI AD, di Desa Emokolo Kecamatan Kabaena Utara, sekitar tanggal 19 Agustus 2020. 1 Terkait dengan hal tersebut, Koalisi menerima laporan dari warga masyarakat setempat tentang terjadinya peristiwa-peristiwa sebagai berikut.

Pertama, pada hari Sabtu tanggal 17 Oktober 2020 sekitar pukul 08.00 WITA, sekitar 8 (delapan) anggota TNI AD yang diduga berasal dari Puspomad dan Pusintelad membawa seorang warga bernama Daeng Tika ke Kendari dengan menggunakan kapal tanpa sepengetahuan keluarganya untuk diperiksa perihal kematian Serda Rusdi.

Kedua, pada hari Jumat tanggal 23 Oktober 2020, sekitar pukul 08.00 WITA, anggota TNI AD kembali membawa 7 (tujuh) orang warga ke Kendari dengan menggunakan speed boat. Ketujuh warga tersebut yaitu:

  1. Ancol, warga Desa Baliara, Kecamatan Kabaena Barat
  2. Nasur, warga Dusun Malandahi Desa Mapila Kec. Kabaena Utara Kab. Bombana
  3. Milu, warga Desa Eemokolo, Kec. Kabaena Utara
  4. Abu, warga Desa Eemokolo Kec. Kabaena Utara Kab. Bombana
  5. Nasrun, warga Desa Eemokolo Kec. Kabaena Utara Kab. Bombana
  6. Sahibu, warga Kel. Sikeli Kec. Kabaena Barat Kab. Bombana
  7. Menantu Kamrin, warga Dusun Malandahi Desa Mapila Kec. Kabaena Utara Kab. Bombana

Ketiga, berdasarkan keterangan istri salah satu korban yang dibawa ke Kendari, rumahnya didatangi oleh dua orang anggota POM yang menyatakan bahwa suaminya dipanggil lagi untuk pemeriksaan tambahan, namun ternyata dibawa keluar Pulau Kabaena dengan menggunakan speed boat. Menurut keterangan mantan Kades Batuawu, ia melihat Sahibu, salah satu dari 7 (tujuh) orang yang dibawa ke Kendari, harus diangkat ketika sedang diturunkan dari mobil karena ia tidak bisa berjalan.

Keempat, selain 8 (delapan) orang yang dibawa keluar Pulau Kabaena tersebut, terdapat salah seorang warga bernama Daud, berusia 60 tahun, warga Desa Eemokolo Kec. Kabaena Utara, Kab. Bombana, yang meninggal dunia pada tanggal 30 Oktober 2020 di Puskesmas Tedubara, Kec. Kabaena Utara, Kab. Bombana setelah terus menerus
mengeluarkan darah saat buang air besar semenjak ia dipanggil oleh pihak TNI ke kantor Koramil Kabaena.

Koalisi menilai, penangkapan terhadap warga tersebut diduga dipicu oleh kecurigaan dan aksi balas dendam atas kematian Serda Rusdi yang ditemukan meninggal sekitar tanggal 19 Agustus 2020. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap warga tersebut tentu tidak dibenarkan dalam negara hukum. Dalam negara hukum, upaya untuk menemukan fakta hukum atas sebuah peristiwa hukum seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum. Anggota TNI tidak bisa bertindak secara sendiri untuk mencari fakta hukum terkait kematian Serda Rusdi. Pengungkapan atas sebuah peristiwa hukum harus dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengacu kepada KUHAP dan dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang berwenang.

Koalisi memandang, tindakan anggota TNI yang melakukan penangkapan terhadap warga tersebut merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan tidak dibenarkan oleh hukum. Wewenang TNI sebagaimana diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sama sekali tidak mencakup tindakan penegakan hukum seperti melakukan penyelidikan, penyidikan, serta upaya paksa seperti penangkapan dan penahanan. Apalagi jika penangkapan tersebut diwarnai dengan dugaan praktik penyiksaan. Bahkan, seorang warga diduga meninggal setelah dipanggil oleh pihak TNI ke kantor Koramil Kabaena.

Koalisi menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh anggota TNI tersebut tidak sejalan dengan norma hukum dan HAM sebagaimana dituangkan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU TNI No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tindakan perampasan kemerdekaan dan penggunaan kekuatan terhadap warga oleh anggota TNI dalam peristiwa tersebut merupakan pelanggaran HAM yang patut diproses secara hukum.

Atas dasar tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
mendesak:

  1. Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan KASAD agar memberikan perhatian penuh atas tindakan anggota TNI yang terindikasi melakukan penangkapan, kekerasan, dan pelanggaran hukum serta pelanggaran hak asasi manusia terhadap sejumlah warga Pulau Kabaena. Kami meminta agar peristiwa ini diusut secara efektif, menyeluruh, imparsial, transparan, dan secara tuntas dan diproses hukum di bawah jurisdiksi peradilan sipil atau umum.
  2. Kepala Polri dan Kepala Polda Sulawesi Tenggara agar melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan perampasan kemerdekaan yang dilakukan oleh anggota TNI AD terhadap delapan orang warga Pulau Kabaena serta terhadap tewasnya seorang warga beberapa saat setelah dipanggil ke Koramil Kabaena untuk mencari dugaan adanya tindak pidana maupun penyiksaan dan perlakuan lain yang merendahkan martabat manusia dalam peristiwa tersebut.
  3. Komnas HAM-RI agar memantau dan menyelidiki kasus penangkapan dan dugaan kekerasan terhadap warga Pulau Kabaena tersebut.

Jakarta, 4 November 2020.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan

Narahubung:
Feri Kusuma (KontraS) 08118991484
Julius Ibrani (PBHI) 081314969726
Muhammad Haikal (Public Virtue) 0822-9759-1122
Ardi Manto Adiputra (Imparsial) 081261944069
Usman Hamid (Amnesty Internasional Indonesia) 0811812149