Praktik Penyiksaan oleh Aparat Kembali Terulang, Kemanusiaan Diabaikan

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan KontraS Sumatera Utaramengecam keras dan menyayangkan terulangnya kembaliperbuatan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat keamanan, kali ini berupa tindakan penyiksaan dan penembakan sewenang-wenang yang terjadi di kota Jakarta Utara dan kota Medan pada beberapa waktu yang lalu.

Adapun 2 (dua) kasuspenyiksaan dan penembakan sewenang-wenang tersebut, yang telah kami terima ialah sebagai berikut:


Pertama,dugaan praktik penyiksaan yang berujung pada kematian dialami Jusni (24) pada 09 Februari 2020 di daerahkota Jakarta Utara. Bahwa tanpa alasan yang jelas, Jusni yang ketika itu bersama dengan teman-temannya saat hendak pulang dari café dragon star, dipukul pakai botol minuman, diduga tindakan pemukulan tersebut dilakukan oleh salah seorang anggota TNI. Tidak menerima atas tindakan tersebut, kemudian terjadi perkelahian dan diketahui terdapat teriakan dari salah seorang anggota TNI memerintahkan temannya untuk mencabut Pistol. Mengetahui hal itu, Jusni dan beberapa temannya melarikan diri karena ketakutan. Lebih lanjut, Jusni ditangkap dan mengalami penyiksaan yang begitu keji di beberapa tempat. Korban disiksa dengan cara dipukul, ditendang, ditabrak dengan motor, dihantam dengan meja, dipukul pakai tongkat hingga disabet pakai hanger. Jusni dinyatakan meninggal dunia sekitar tanggal 13 Februari 2020 setelah mengalami koma beberapa hari. Bahwa atas peristiwa ini diketahui tedapat 11 (sebelas) anggota TNI dari kesatuan Yonbekang 4/Air diadili namun terdapat berbagai kejanggalan. (Kronologi lengkap, tuntutan dan foto terlampir).


Kedua,penyiksaan dan penembakan sewenang-wenang dialami sdr, Kamiso di Medan pada tanggal 27 Oktober 2020. Ketika itu sdr, Kamiso terlibat perkelahian dengan Aiptu Robin Silaban yang bermula dari penembakan sewenang-wenang yang dilakuan oleh anggota Polri tersebut kepada dirinya. Usai korban menyerahkan diri atas peristiwa tersebut, ia dibawa ke Polsek Percut Sei Tuan dan kemudian dibawa lagi ke suatu tempat yang ia tidak diketahui lokasinya sebab kedua mata Kamiso ditutup dan tangannya diborgol kebelakang. Berbagai peristiwa penyiksaan dialami oleh sdr.Kamiso berupa penyekapan selama 2 malam, tubuhnya ditendang, dan pemukulan di bagian mulut menggunakan benda keras hingga kedua kakinya ditembak oleh Polisi. Pasca kejadian penembakan tersebut, Kamiso tidak langsung mendapatkan penanganan medis, proyektil peluru dibiarkan bersarang di kakinya selama kurang lebih 12 hari. (Kronologi lengkap, tuntutan dan foto terlampir).

Kami berpendapat tindakan yang dilakukan baik oleh anggota TNI dan Polri tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvenan Menentang Penyiksaan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Selain itu, peristiwa-peristiwa tersebut juga telah menambah deretan panjang catatan hitam perbuatan tidak manusiawi yang kerap dilakukan oleh aparat kemanan. Didasari pada pemantauan KontraS terkait institusi TNI selama Oktober 2019-September 2020, kami menemukan 76 peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan ataupun  melibatkan anggota TNI. Angka ini mengalami peningkatan dari jumlah kekerasan dan pelanggaran HAM tahun 2018-2019 yang berjumlah 58 peristiwa.Lalu terkait institusi Polri, kami menemukan (periode Juli 2019 – Juni 2020) tercatat telah terjadi 921 peristiwa kekerasanoleh pihak kepolisian, sebanyak 1.627 jiwa luka-luka, dan sebanyak 304 jiwa tewas.

Berdasarkan fakta-fakta dam penjelasan di atas, KontraS mendesak:

  1. Presiden Republik Indonesia C.q. Menteri Luar Negeri meratifikasi Optional Protocol Convention Against Tortutre—OPCAT. Serta mendorong dibentuknya UU tentang Penyiksaan;
  2. Presiden Republik Indonesia bersama-sama dengan DPR RI segera melakukan revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer guna mendorong transparansi dan akuntabilitas para anggota militer yang terlibat melakukan kejahatan;
  3. Panglima TNI dan Kapolri melakukan evaluasi secara serius dan menyeluruh di dalam institusinya, agar praktik-praktik penyiksaan dan penembakan secara sewenang-wenang tidak kembali terjadi;
  4. Lembaga pengawas negara seperti Komnas HAM, Ombudman Republik Indonesia, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus bergerak aktif dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan aparat kemanan.

Jakarta, 15November 2020
KontraS dan KontraS Sumatera Utara

Narahubung:

  1. Andi Muhammad Rezaldy-KontraS (087785553228)
  2. Ali Isnandar-KontraS Sumut (085262262506)

kronologis sekelengkapnya klik disini