Proses Persidangan Kasus Penyiksaan Berujung Kematian Alm. Jusni Penuh Keganjilan, Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia Harus Segera Turun Tangan

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan pendamping hukum keluarga korban mengajukan pelaporan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 03 Desember 2020 dan Ombudsman Republik Indonesia pada 07 Januari 2021. Pengaduan diajukan terkait banyaknya keganjilan selama proses persidangan, sehingga 11 (sebelas) terdakwa yang melakukan penyiksaan terhadap alm. Jusni divonis ringan dengan vonis yang tertinggi 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan penjara dan 2 (dua) diantara para terdakwa dipecat dari dinas militer.

Keganjilan proses persidangan tersebut beberapa diantaranya:[1] Pertama, peristiwa yang diungkapkan hanya berfokus pada peristiwa penyiksaan yang terjadi di depan masjid Jamiatul Islam, padahal masih terdapat 2 (dua) tempat terjadinya dugaan peristiwa penyiksaan yang harus diungkap dan didalami yakni peristiwa di Jalan enggani dan Mess Perwira Yonbekang 4/air.

Kedua, Oditur Militer diduga tidak berupaya mengurai dan mengungkap rantai pertanggungjawaban komando atas peristiwa penyiksaan ini, mengingat salah satu lokasi yang diduga menjadi tempat penyiksaan berada di area militer. Serta adanya kelalaian dari komandan kesatuan dalam membina para anggotanya, sehingga peristiwa penyiksaan tersebut dapat terjadi. Ketiga, surat rekomendasi keringanan hukuman dari Kepala Pusat Pembekalan Angkutan Angkatan Darat (Kapusbekangad) yang diberikan untuk para terdakwa.

Didasari pada fakta-fakta yang kami temukan di atas, kami menilai meskipun kesebalas anggota tersebut sudah diadili, namun proses hukum yang telah berjalan bukanlah proses hukum yang benar sebab tidak dapat membongkar atau mengungkap fakta-fakta peristiwa secara menyeluruh dan tuntas sehingga para terdakwa dapat divonis rendah. Lebih lanjut persidangan juga tidak mampu menyeret pertanggungjawaban komando dari atasan kesatuan para terdakwa.

Selain itu, kami berpendapat surat rekomendasi keringanan hukuman yang diberikan Kapusbekangad kepada para terdakwa diduga merupakan tindakan maladministrasi sebab tidak lazim dan tidak dapat diterima secara hukum oleh karena Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer tidak mengenal atau memberikan kewenangan hukum kepada atasan yang berhak menghukum (ankum) untuk mengeluarkan surat rekomendasi tersebut.

Berdasarkan berbagai uraian dan penjelasan di atas, KontraS mendesak:

Pertama, Komnas HAM melakukan investigasi secara meyeluruh atas kasus penyiksaan berujung pada kematian yang dialami alm. Jusni sehingga dapat mengungkap rantai pertanggungjawaban komando atas peristiwa penyiksaan yang terjadi;

Kedua, Ombudsman Republik Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Kapusbekangad atas dugaan maladministrasi yang dilakukan berupa pemberian surat rekomendasi keringanan hukuman kepada para terdakwa pelaku penyiksaan.

Jakarta, 7 Januari 2021
Badan Pekerja KontraS,

Fatia Maulidiyanti
Koordinator

Narahubung: Andi Muhammad Rezaldy (087785553228)

[1] Selengkapnya di https://kontras.org/2020/11/19/tuntutan-oditur-militer-kasus-jusni-melantur/