Segera Hentikan Tindakan Kekerasan dan Upaya Penggusuran Paksa Terhadap Warga Pancoran Buntu II

Forum Pancoran Bersatu dan Koalisi Rakyat mengecam keras tindakan eksesif yang dilakukan oleh PT Pertamina Training & Consulting (PTC) dalam melakukan upaya penggusuran paksa di Pancoran Buntu II pada tanggal 24 Februari dan 17 Maret 2021. PT Pertamina secara terang telah melakukan pelanggaran hukum dan mengabaikan hak asasi manusia dalam serangkaian upaya penggusuran paksa warga Pancoran Buntu II secara sewenang-wenang tanpa perintah pengadilan dengan melibatkan kelompok preman dan organisasi masyarakat yang melakukan tindak kekerasan.

Selain itu, kami juga mengkritik minimnya (atau bahkan tidak adanya) upaya Pemerintah cq. Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk mencegah terjadinya penggusuran paksa secara melawan hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh PT. Pertamina terhadap warga dalam kasus ini dan Kepolisian Republik Indonesia yang diduga melakukan tindakan pembiaran atas serangkaian tindakan penggusuran paksa disertai kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok preman dan organisasi masyarakat (ormas) yang ditengarai suruhan PT. Pertamina terhadap warga Gang Buntu 2, Jalan Pancoran Buntu Jakarta Selatan.

Pada peristiwa kekerasan terakhir di 17 Maret 2021, pengerahan sekelompok preman dan ormas berujung bentrokan yang menyebabkan 28 (dua puluh delapan) orang warga Pancoran dan massa solidaritas mengalami luka-luka berupa luka lemparan batu, luka robek bagian kepala, memar, sesak nafas karena gas air mata, patah tulang, serta terkilir. Beberapa korban juga terluka akibat tembakan senjata rakitan berjenis dorlop oleh Ormas. Pola intimidasi dengan pengerahan ormas tersebut telah terjadi beberapa kali sejak pertengahan 2020 dalam upaya pengosongan lahan di Pancoran Buntu II.

Tindakan PT. Pertamina sama sekali mengabaikan fakta bahwa area Pancoran Buntu II masih berstatus obyek sengketa di Pengadilan dan tidak dapat dilakukan eksekusi sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). PT. Pertamina juga mengabaikan fakta bahwa warga adalah penghuni yang beritikad baik dan bukan penyerobot lahan. Warga memiliki bukti-bukti yang menunjukan selama puluhan tahun terus membayar sewa lahan kepada pihak yang bersengketa dan membangun sendiri rumah yang dihuninya. Warga memiliki kedudukan hukum atas lahan dan bangunan yang dihuninya yang mana kepentingannya perlu dilindungi secara keperdataan.

Dalih “penertiban aset” yang disampaikan PT. Pertamina sejatinya adalah penggusuran paksa ketika praktiknya adalah pembongkaran paksa terhadap tempat tinggal warga dengan prosedur yang tidak layak secara hukum. Tindakan tersebut berpotensi membuat warga kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian yang telah digantungkan di lahan tersebut selama puluhan tahun serta hilangnya kohesi sosial antar masyarakat di dalamnya.

Proses penggusuran paksa dengan disertai kekerasan dan intimidasi ini jelas telah mengabaikan musyawarah yang tulus, pencarian solusi dan berbagai ketentuan terkait syarat-syarat perlindungan bagi warga terdampak pembangunan yang diatur dalam Komentar Umum Nomor 7 tentang Hak Atas Perumahan yang Layak (Pasal 11 Ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya) (General Comment No. 7 on the Right to Adequate Housing (Article 11(1) of the Covenant). Selain itu, resolusi Komisi HAM PBB Nomor 77 Tahun 1993 (Commission on Human Rights Resolution 1993/77), telah menegaskan bahwa penggusuran paksa adalah “gross violation of human rights” atau pelanggaran HAM berat. Terlebih kasus ini masih dalam proses sengketa.

Selain itu kekerasan yang terjadi pada tanggal 17 Maret 2021, juga menunjukkan adanya pengabaian kewajiban dan tanggung jawab pihak kepolisian yang berada di lapangan yang terkesan melakukan pembiaran terhadap tindakan kekerasan, intimidasi, dan teror yang dilakukan oleh Ormas serta melakukan tindakan kekerasan dengan menembakkan gas air mata ke arah warga dan massa solidaritas. Pembiaran dan kekerasan yang dilakukan oleh polisi menyebabkan 28 (dua puluh delapan) orang warga Pancoran dan massa solidaritas mengalami luka-luka berupa luka lemparan batu, luka robek bagian kepala, memar, sesak nafas karena gas air mata, patah tulang, serta terkilir. Beberapa korban juga terluka akibat tembakan senjata rakitan berjenis dorlop oleh Ormas.

Tindakan pembiaran (omission act) dan tindakan kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian dalam bentrokan pada tanggal 17 Maret 2021 tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum dan pengabaian terhadap ketentuan konstitusi, khususnya pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang menegaskan bahwa fungsi Polri adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan melakukan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat, serta melakukan penegakan hukum. Tindakan aparat kepolisian tersebut merupakan bentuk tindak pelanggaran HAM yang acap kali dilakukan oleh petugas kepolisian saat menjalankan tugas-tugasnya, sekaligus merupakan bukti bahwa reformasi di tubuh Polri masih jauh dari harapan publik dan tidak memihak kepentingan publik.

Hak atas tempat tinggal warga Pancoran seyogyanya dijamin oleh Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Konstitusi UUD 1945 Pasal 28H Ayat (1) juncto Pasal 11 UU No. 11 Tahun 2005 tentang pengesahan kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya juncto Pasal 40 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Oleh karena itu, upaya penggusuran paksa dan tindakan premanisme yang dilakukan oleh ormas yang dibiarkan oleh pihak kepolisian jelas telah melanggar hak asasi manusia, khususnya hak ekonomi, sosial, dan budaya warga negara.

Atas dasar hal tersebut di atas, kami menuntut:

PT Pertamina Training & Consulting untuk menghentikan segala upaya penggusuran paksa sewenang-wenang dengan pengerahan massa dan pendekatan kekerasan dengan dalih apapun yang jelas-jelas melanggar hukum dan hak asasi manusia;

Presiden RI cq Kementerian BUMN selaku pemilik dari PT Pertamina Training & Consulting untuk memerintahkan dihentikannya upaya penggusuran paksa sewenang-wenang oleh PT Pertamina Training & Consulting, menghentikan pengerahan preman dan ormas serta menindaktegas PT Pertamina Training & Consulting karena telah melakukan upaya penggusuran paksa yang disertai kekerasan yang menimbulkan korban;

Gubernur Provinsi DKI Jakarta cq Walikota Jakarta Selatan untuk menjalankan tanggung jawab hukumnya melindungi hak atas tempat tinggal warga Pancoran Buntu II dari ancaman penggusuran paksa dengan memastikan tidak ada upaya penggusuran paksa apapun sebelum adanya prosedur yang layak secara hukum;

Kepolisian Republik Indonesia (MABES POLRI Cq. POLDA METRO JAYA cq. POLRES JAKARTA SELATAN cq.POLSEK PANCORAN) melakukan penegakan hukum dengan mengusut tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh preman maupun organisasi masyarakat yang mana patut diduga kuat merupakan bagian dari PT. Pertamina dan memastikan perlindungan, pengayoman kepada warga terdampak penggusuran paksa PT. Pertamina serta melakukan evaluasi dan penindakan terhadap aparat kepolisian dalam kasus ini yang melakukan pembiaran terhadap dugaan tindak pidana yang terjadi;

Mendesak Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ombudsman RI dan Lembaga terkait untuk segera turun tangan mencegah terjadinya pelanggaran HAM yang terjadi dalam kasus ini serta mengusut tuntas pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia yang terjadi, mulai dari peristiwa penggusuran paksa sewenang-wenang hingga berbagai tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap warga;

 

Jakarta, 21 Maret 2021

Forum Pancoran Bersatu

Narahubung: Jordjie – 081212630990, Ch – 081381891113, Nelson – 081396820400