Diskusi Publik: Tentang Antologi Cerita Pendek Berita Kehilangan: Ketika Sastrawan Indonesia Melawan Lupa

Pada sabtu, 29 Mei yang lalu KontraS mengadakan diskusi publik bertajuk “Tentang Antologi Cerita Pendek Berita Kehilangan: Ketika Sastrawan Indonesia Melawan Lupa” dalam rangka memperingati pekan penghilangan paksa. Diskusi Publik pada saat itu diisi oleh beberapa narasumber yang terdiri dari Linda Christanty, Fitri Nganthi Wani, Ida Fitri, Mardian Saigan, Sabda Armandio, dan Syahar Banu serta dimoderatori oleh Ahmad Sajali. Diskusi publik itupun dibuka oleh Tioria Pretty sebagai Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dengan memberikan sambutan. Dalam sambutannya, Pretty mengungkapkan mengenai tingginya animo masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam submisi Berita Kehilangan. Selain itu, ia juga mengungkapkan tujuan pembukaan submisi ini adalah kurang populernya isu penghilangan paksa di dalam masyarakat. Harapannya concern masyarakat terhadap isu ini dapat meningkat setelah adanya buku Berita Kehilangan.

Dalam diskusi dijelaskan oleh Syahar Banu bahwa buku Berita Kehilangan merupakan bentuk lain dari kampanye pekan penghilangan paksa yang biasanya dilakukan dalam bentuk offline yang saat ini sulit untuk dilaksanakan. Pekan penghilangan paksa ini pada umumnya diperingati oleh seluruh dunia yang memiliki kesamaan motif yang mana untuk bentuknya berupa represif usaha untuk bersuara. Banu menjelaskan bedanya penculikan dan penghilangan paksa dengan menjelaskan bahwa penghilangan paksa terdapat suatu unsur politik di dalamnya. KontraS sempat takut para penulis yang mengikuti submisi tidak mengetahui esensi penghilangan paksa. Hal ini terbukti dalam beberapa submisi, terdapat penulis yang menulis tetapi tidak sesuai dengan esensi penghilangan paksa. Banu juga menjelaskan betapa pentingnya ratifikasi penghilangan paksa, dengan adanya ratifikasi tersebut, maka terdapat jaminan untuk tidak adanya penghilangan paksa di masa depan. Banu kemudian menambahkan alasan mengapa buku ini dijual dan tidak dibagikan secara gratis adalah karena untuk mendukung bantuan terhadap keluarga korban penghilangan paksa.

Menurut Wani, Perjuangan tidak dapat selesai hanya dalam hitungan hari saja. Ia menambahkan bahwa revolusi baru benar-benar terjadi apabila kita memiliki tekad yang kuat terhadap apa yang kita cintai. Dalam diskusinya, Wani menceritakan mengenai perbedaan kondisi saat ayahnya hilang dan saat ayahnya masih ada. Wani menambahkan minat menulis yang ia miliki ia dapat justru bukan dari sosok ayah melainkan dari ibunya.

Linda takjub dengan penulis yang ada cenderung relatif muda yang menandakan adanya memori kolektif mengenai penghilangan paksa. Linda juga mengapresiasi submisi yang diadakan oleh KontraS dalam diskusi publik tersebut. Linda mengungkapkan adanya penghilangan paksa yang terus menerus terjadi diakibatkan oleh adanya impunitas. Menurut Linda, buku Berita Kehilangan ini akan menjadi museum memori yang personal bagi siapapun yang memilikinya. Kemudian dalam diskusi tersebut, Linda menceritakan bahwa pada masa otoritarian, para penulis terinspirasi novel-novel yang dilarang karya Pramoedya Ananta Toer.

Dio mempercayai bahwa tidak ada karya yang bebas nilai. Dengan demikian, pastinya ada suatu keberpihakan dalam suatu karya yang senetral apapun. Hal ini dikarenakan saat kita hendak membuat karya pastinya kita akan membutuhkan suatu inspirasi maupun referensi yang akan membentuk persepsi penulis. Dari hal ini kemudian ditemukan pentingnya ada seorang kritikus yang dapat memberikan kritik terhadap isi dari tulisan seseorang. Dalam Berita Kehilangan, Dio melihat adanya tulisan fiksi yang konkret. Sebuah tulisan dapat mempengaruhi para pembacanya, oleh karena itu kita harus berhati hati dalam menulis. Dio menambahkan jangan sampai kita memberikan perspektif yang tidak berpihak kepada korban.

Seno Gumira Ajidarma yang merupakan salah satu penulis tamu Antologi Berita Kehilangan sempat hadir di dalam webinar. Namun karena ada kepentingan yang lain, ia pamit sebelum sempat memberikan testimoni pada publik. Kepada seluruh panelis webinar, Seno menulis di kolom pesan, “Saya pesan aja agar usaha Kontras didukung sepenuhnya. Salam dan selamat berjuang!”

Ida memberikan testimoninya mendapatkan informasi mengenai submisi ini dari Facebook Linda Christanty. Ida menjelaskan bahwa beberapa orang justru berada di tempat yang salah sehingga ia menjadi korban penghilangan paksa seperti yang ia tulis dalam cerpennya. Dengan demikian siapapun dapat menjadi korban penghilangan paksa.

Mardian Sagian menceritakan pertama kali ia mengetahui sumbisi ini di social media, yang pertama kali ia pikirkan adalah pemberangusan PGRS Paraku. Dari hal ini ia terinspirasi untuk membuat cerpen dari hal tersebut yang ia masukkan dalam submisi Berita Kehilangan. Kemudian dalam diskusi tersebut ia menceritakan sinopsis cerpen yang ia buat tentang kedua orang yang berseberangan hukum.

Diskusi Publik pada hari itu diakhiri dengan cara pemberian closing statement dari masing-masing narasumber yang mengisi acara tersebut. Para narasumber juga ikut mengajak untuk membeli buku Berita Kehilangan yang dijual seharga Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) yang keuntungannya 100% ditujukan untuk membantu keluarga korban penghilangan paks

Tautan diskusi :