Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras atas tindakan Kepolisian Daerah (Kapolda) Bengkulu dan Polresta Barelang yang hanya menghukum secara etik/disiplin terhadap anggota kepolisian yang diduga melakukan penyiksaan kepada Alm. Sahbudin di Bengkulu dan Alm. Henry di Batam.
Bahwa Sahbudin bin Japarudin merupakan warga Desa Batu Raja Rejang, Kec. Hulu Palik, Kab. Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Sahbudin diduga mengalami penyiksaan berujung pada kematian, sesaat setelah ditangkap oleh Polsek Kerkap dan Polres Bengkulu Utara. Sahbudin ditangkan atas dugaan kejahatan melakukan penyerangan terhadap anggota kepolisian.
Korban mengalami penyiksaan yang begitu keji tampak dari beredarnya rekaman video dengan durasi sekitar 30 (tiga puluh) detik yang memperlihatkan korban disiksa dengan cara ditendang dan diancam akan ditembak, selain itu kondisi korban sudah dalam keadaan luka-luka lebam serta memar di bagian muka dan di sekujur tubuhnya.Pada 9 Desember 2020, keluarga korban mendapatkan informasi bahwa Sahbudin telah meninggal dunia.
Selain Sahbudin, ada juga dugaan kasus penyiksaan terhadap Henry Alfree Bakari di Batam. Pada 6 Agustus 2020, Henry dituduh terlibat atas kasus kejahatan narkotika. Dalam proses penangkapan yang dilakukan penyidik Polresta Barelang, henry diduga mengalami sejumlah tindakan penyiksaan dan membekas pada tubuh korban.
Pada 7 Agustus 2020, saat korban dibawa ke rumahnya oleh Polisi, keluarga melihat kondisi wajah korban yang sudah lebam-lebam. Bahkan warga setempat melihat korban sudah berjalan pincang, badannya lemas dan mengeluh kehausan meminta air. Keesokan harinya, pada 8 Agustus 2020, keluarga korban diinformasikan bahwa Henry meninggal dunia, Saat mendatangi rumah sakit, didapati korban dengan kondisi yang tidak wajar selain luka lebam, kepala korban dibungkus dengan plastik hitam.
Bahwa atas kedua peritsiwa ini, pendamping hukum keluarga korban telah berupaya dengan mengajukan pengaduan ke sejumlah lembaga negara, baik Kompolnas RI, Komnas HAM, bahkan kepada institusi kepolisian agar kasus ini dapat diungkap secara tuntas dan diproses secara pidana.
Sayangnya, desakan baik dari pendamping hukum dan KontraS tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Polda Bengkulu dan Polresta Barelang lebih memilih memeriksa secara internal. Tindakan tersebut merupakan bukti bahwa ada upaya yang sistematis melindungi terduga pelaku penyiksaan dengan hanya memproses secara displin/etik dan tidak melanjutkannya ke proses pidana. Hal ini merupakan bentuk penghinaan terhadap hak asasi manusia dan melukai rasa keadilan bagi keluarga korban.
Padahal, sebelumnya Komnas HAM pernah mendorong Kapolda Bengkulu untuk dapat memberikan sanksi pidana jika ditemukan tindak kekerasan dalam kasus Sahbudin dan juga telah memperoleh fakta bahwa telah terjadi kekerasan kepada Henry.
Kami ingin menegaskan bahwa penyiksaan merupakan perbuatan yang dilarang dan menurut prinsip hak asasi manusia, hak untuk tidak disiksa merupakan hak yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini sebagaimana diatur dalam Konvenan Hak Sipil dan Politik maupun Konvensi Menentang Anti Peniksaan. Seharusnya terduga pelaku penyiksaa dapat diproses secara pidana dan ada beberapa Pasal Pidana yang memungkinkan untuk digunakan oleh Penyidik atas kasus ini, yaitu:
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 354 KUHP
Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian. yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Sulitnya menuntut anggota kepolisian yang melakukan tindakan penyiksaan membuktikan bahwa penegakan hukum kita sedang dalam fase darurat impunitas, kondisi dimana negara memberikan pembebasan atau pengecualian dari tuntutan atau hukuman atau kerugian kepada seseorang yang melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM).
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, kami mendesak:
Jakarta, 18 Agustus 2021
Badan Pekerja KontraS,
Fatia Maulidiyanti
Koordinator
Narahubung : Andi Muhammad Rezaldy – 087785553228