Surat Terbuka: Desakan untuk Segera Memberi Persetujuan Izin Prakarsa Penyusunan RUU Pengesahan Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa

No  :  

Hal : Surat Terbuka: Desakan untuk Segera Memberi Persetujuan Izin Prakarsa Penyusunan RUU Pengesahan Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa

 

Kepada Yang Terhormat,
Presiden Republik Indonesia
Ir. Joko Widodo
di– Tempat  

 

Dengan hormat,

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai bagian dari Koalisi Indonesia Anti Penghilangan Paksa bersama dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil dan pegiat HAM lainnya, dengan ini hendak meminta agar Presiden segera memberi persetujuan atas permohonan izin prakarsa penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa yang telah diajukan Menteri Hukum dan HAM bersama Menteri Luar Negeri pada akhir Agustus 2021.

Persiapan ratifikasi telah kembali dimulai tahun ini oleh Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri dengan melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kantor Staf Presiden. Dalam pernyataan publik 25 Agustus 2021, Kementerian Hukum dan HAM bersama Menteri Luar Negeri menyatakan telah mengajukan permohonan izin prakarsa melalui Sekretariat Negara pada akhir Agustus 2021. Hal ini sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kementerian Hukum dan HAM juga menyatakan telah menyusun linimasa kerja agar dokumen ratifikasi sesegera mungkin dapat diserahkan ke DPR dan dapat diratifikasi sebelum hari HAM Internasional 10 Desember 2021. Jika hal ini terwujud, maka Indonesia akan menjadi Negara pertama di Asia Tenggara yang mengesahkan Konvensi ini.

Kami mengingatkan bahwa Pengesahan Konvensi Anti Penghilangan Paksa adalah salah satu rekomendasi DPR pada tahun 2009 kepada Pemerintah sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk mencegah praktik penghilangan paksa di Indonesia kedepan. Sebelumnya pada 27 September 2010, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Konvensi ini. Namun hingga saat ini, setelah 11 tahun berlalu, Indonesia masih belum menyelesaikannya dengan ratifikasi. Adapun sebagai anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022, sesungguhnya Indonesia telah meratifikasi 8 dari 9 konvensi HAM internasional, kecuali Konvensi Anti Penghilangan Paksa, yang mana merupakan instrumen penting untuk mencegah tindak penghilangan orang secara paksa di masa depan.

Indonesia juga belum memiliki instrumen untuk mencegah terjadinya tindak penghilangan orang secara paksa. UU Pengadilan HAM No. 26/2000 hanya mengatur tindak penghilangan paksa yang menjadi bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan. Sementara itu, KontraS mencatat bahwa penghilangan paksa masih sangat rentan terjadi di Indonesia kedepannya. Sebagai contoh pada aksi masyarakat sipil Reformasi Dikorupsi 24-30 September 2019, KontraS menerima 390 pengaduan masyarakat atas keluarganya yang ditangkap, hilang dan tidak diketahui keberadaannya. Pengaduan akhirnya bisa diklarifikasi dalam waktu berminggu-minggu lamanya, setelah tim pengacara publik menyisiri tempat-tempat penahanan dan keluarga mendapat surat pemberitahuan dari aparat yang berwenang. Oleh karena itu, ratifikasi Konvensi ini juga sangat mendesak dan penting (urgent) untuk mendorong peningkatan profesionalisme aparat Negara yang berwenang melakukan upaya penangkapan dan penahanan, seperti Polri atau penyidik PNS. Setelah izin prakarsa diberikan, poin penting berikutnya ialah kami meminta agar Presiden menjamin transparansi, dan membuka partisipasi publik seluas-luasnya untuk terlibat dalam mengawal pembahasan RUU yang berlangsung di DPR.

Demikian surat ini kami sampaikan. Kami berharap desakan ini bisa segera ditindaklanjuti dan izin Prakarsa penyusunan RUU Pengesahan Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa dapat segera diberikan kepada Pemrakarsa. Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terima kasih.

 

Jakarta, 14 September 2021
Badan Pekerja KontraS,

 

Fatia Maulidiyanti
Koordinator

Klik disini untuk melihat surat terbuka selengkapnya