Kekerasan Aparat Terus Berlanjut di Penghujung September

Belum selesai kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama bulan September, kita kembali dihadapkan dengan upaya-upaya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menentang keras upaya-upaya represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian pada tanggal 30 September 2021 kemarin kepada beberapa elemen masyarakat di Indonesia yang sedang melakukan upaya penyampaian pendapat. Upaya-upaya tersebut menunjukkan bahwa penyampaian pendapat yang dilakukan oleh berbagai macam elemen masyarakat di Indonesia belum memiliki perlindungan secara utuh, penangkapan sewenang-wenang, penganiayaan, bentrokan, dan pembubaran paksa menunjukkan bahwa negara tidak memberikan ruang kebebasan berpendapat di muka umum.

Berdasarkan data pemantauan KontraS, upaya-upaya kekerasan yang dilakukan oleh aparat kembali terjadi pada tanggal 30 September 2021 di beberapa daerah di Indonesia antara lain Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Sulawesi Barat. Kami menilai bahwa aksi yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia merupakan bentuk kemerdekaan penyampaian pendapat yang sah sebagaimana diatur dalam instrumen hukum HAM nasional maupun Internasional. Penyampaian pendapat di muka umum baik itu di ruang publik maupun digital dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, International Covenant on Civil and Political Rights yang telah diratifikasi lewat UU No. 12 Tahun 2005. Selain itu berdasarkan pemantauan KontraS upaya pemberangusan dilakukan dengan beberapa tindakan, antara lain adalah 2 pembubaran paksa aksi, 1 peristiwa terkait penganiayaan, 1 bentrokan aksi massa dan 2 penangkapan sewenang-wenang.

Upaya-upaya pemberangusan tersebut menunjukkan bahwa kebebasan sipil kian lama kian memburuk. Dalam pemantauan KontraS juga mencatat bahwa setidaknya terdapat 7 orang luka-luka dan penangkapan terhadap 18 massa aksi. Kasus yang menjadi perhatian lebih adalah terkait penangkapan sewenang-wenang mahasiswa Papua yang melaksanakan demonstrasi untuk memperingati Roma Agreement ke-59. Dalam aksi tersebut setidaknya terdapat 17 mahasiswa yang ditangkap secara sewenang-wenang dengan menggunakan dalih Covid-19. Selain itu KontraS juga mencatat upaya penganiayaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian kepada massa aksi yang terjadi di Semarang yang menunjukkan bahwa upaya-upaya represifitas masih kerap terjadi di masa sekarang. Dalam aksi tersebut sejumlah mahasiswa dan aktivis mendapatkan tindakan represif dari aparat kepolisian ketika melaksanakan aksi peringatan Hari Oligarki dan G30S/TWK. Berdasarkan beberapa kasus yang menjadi pemantau KontraS, menunjukkan bahwa lagi-lagi negara selalu menggunakan kekuatan yang berlebih untuk memberangus kebebasan berpendapat masyarakatnya sendiri, yang sejatinya kebebasan penyampaian pendapat sudah dijamin oleh konstitusi.

Berkenaan dengan beberapa poin-poin di atas, KontraS mendesak:

  1. Presiden Joko Widodo menjamin tiap bentuk ruang dan ekspresi kritik warga negara dengan memberikan arahan tegas kepada alat negara untuk tidak dengan mudah membungkam segala bentuk ekspresi warga negara;
  2. Kapolri memerintahkan jajarannya untuk tidak melakukan tindakan sewenang-wenang dalam upaya menyikapi ruang kebebasan berpendapat di muka umum oleh masyarakat;
  3. Negara harus menjamin setiap hak dan kewajibannya dalam memberikan ruang penyampaian pendapat yang aman dan nyaman bagi masyarakatnya.

 

Jakarta, 1 Oktober 2021

Rivanlee Anandar
Wakil Koordinator KontraS