Belum hilang rasa trauma yang dialami waga Ahmadiyah Sintang akibat penyerangan dan perusakan masjid Miftahul Huda milik Jemaat Ahmadiyah di Desa Balai Harapan Kecamatan Tempunak kabupaten Sintang pada 3 September lalu, kini mereka harus dihadapkan pada rencana pembongkaran masjid menyusul terbitkan surat perintah dari Plt. Bupati Sintang, 8 September 2021. Di dalam surat tersebut, Bupati meminta Jemaat Ahmadiyah Sintang melakukan pembongkaran tempat ibadahnya selambat-lambatnya 30 hari sejak surat disampaikan, dan jika hal itu tidak dilaksanakan maka pembongkaran akan dilakukan oleh Pemkab Sintang.
Surat perintah tersebut disampaikan ketika proses penyidikan terhadap 22 tersangka pelaku tindak pidana penyerangan dan/atau perusakan masih berjalan di Polda Kalimantan Barat, dimana tentu Bangunan Masjid dan Properti lainnya yang dirusak merupakan barang bukti tindak pidana. Dengan demikian, Surat Perintah dan Rencana pembongkaran tersebut merupakan perintah yang bisa menghilangkan barang bukti. Hal ini merupakan tindakan melawan hukum dan bagian dari obstruction of justice atau mengganggu proses penegakkan hukum.
Semenjak surat disampaikan hingga kini, tidak ada respon apapun dari Pemerintah Pusat terutama dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri yang paling bertanggungjawab atas urusan Pemerintah Daerah untuk mencegah rencana pembongkaran tersebut. Alih-alih segera mengupayakan pemulihan hak korban, Pemerintah Pusat justru membiarkan pelanggaran kebebasan beragama tersebut terjadi.
Hal ini telah menjadikan Pemerintah Kabupaten Sintang semakin leluasa. Hari ini, 4 Oktober 2021, Pemda Sintang mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan izin Mesjid Ahmadiyah yang dibakar dan dirusak. Undangan diterima ketua Jemaat Ahmadiyah Sintang pada tanggal 1 Oktober 2021 melalui pesan whatsapp dari salah satu pegawai dari Kesbangpol.
Dari berbagai bukti yang ada, kuat dugaan bahwa opsi pembongkaran paksa masjid Ahmadiyah di Desa Balai Harapan tersebut didalangi oleh Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji. Dalam temuan kami, Sejak 31 Agustus 2021, Gubernur sangat aktif berperan dalam proses penutupan masjid. Dia juga bertemu dengan Aliansi Umat Islam termasuk bertemu dengan para tersangka perusakan. Dia juga menerbitkan Surat Edaran yang meminta MUI dan penyuluh agama mengelola masjid milik JAI. Kuat dugaan bahwa peran Gubernur ini memiliki motif politik tertentu.
Berdasarkan berbagai fakta tersebut, Kami Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan menyatakan sikap:
Demikian pernyataan sikap ini disampaikan.
Jakarta, 5 Oktober 2021
Jaringan Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan