Pemerintah Indonesia Segera Memberhentikan Praktek Tokenisme terhadap Demokrasi melalui Bali Democracy Forum dan Segera Jalankan Secara Nyata Nilai-Nilai Demokrasi

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti beberapa hal tentang penyelenggaraan The 14th Bali Democracy Forum yang dilaksanakan di Bali. Tema yang dibawa tahun ini adalah “Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice during the Pandemic”. Dalam acara ini, 3 isu besar yang akan dibicarakan adalah kemiskinan, ketidaksetaraan, dan inklusivitas.

KontraS berpendapat bahwa iklim Demokrasi di Indonesia masih dikatakan tidak baik mengingat beberapa indikator yang kurang berjalan. Indonesia kerap menggaungkan penegakan demokrasi dalam kehidupan sistem politiknya. Namun pada pelaksanaannya justru kontradiksi dengan cita-cita yang diinginkan tersebut. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya pembungkaman suara-suara rakyat melalui produk-produk hukum.

Pelanggaran Demokrasi yang berujung pada banyaknya pelanggaran HAM bisa dilihat dari situasi militeristik Papua yang kian memburuk. Hal tersebut terlihat dari banyaknya warga sipil yang terbunuh, banyak penduduk yang mengungsi sehingga hilangnya rasa aman bagi warga negara. Hal tersebut tidak mungkin terjadi di negara demokrasi. Selain itu, absennya komitmen negara dalam memenuhi HAM juga terlihat dari mandeknya ratifikasi International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance. Hal tersebut menimbulkan terkendalanya pemenuhan hak korban-korban penghilangan paksa di Indonesia.

Perilaku tokenistik dan performatif pemerintah bisa dilihat dengan diadakannya Bali Democratic Forum. Melalui acara tersebut, pemerintah terlihat ingin menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa Indonesia merupakan negara yang melaksanakan demokrasi dengan baik tanpa hambatan. Namun pada nyatanya, Indonesia masih jauh dari hal tersebut. Indonesia masih jauh dari nilai-nilai demokrasi kesetaraan, inklusivitas. Hal ini juga terlihat dari tidak dimasukkannya Organisasi Masyarakat Sipil ke dalam acara inti BDF. Hal ini merupakan sebuah ironi bagi acara yang mengusung tema besar Demokrasi.

Sudah seharusnya, ajang BDF dapat menjadi evaluasi bersama antar negara terkait situasi demokrasi dan menciptakan good governance dengan tidak hanya merayakan perayaan semu, namun juga implementasi konkret tentang pemajuan demokrasi dan HAM. Berdasarkan hal di tersebut, KontraS mendesak Pemerintah Indonesia untuk secara nyata menjalankan nilai-nilai Demokrasi dengan cara:

  1. Memberhentikan persekusi terhadap Pembela Hak Asasi Manusia dan berikan perlindungan dari segala ancaman serta selesaikan pelanggaran HAM berat yang terjadi di berbagai wilayah Papua;
  2. Segera ratifikasi International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance;
  3. Mencabut atau mengubah peraturan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi;
  4. Menjalankan standar-standar internasional mengenai hak-hak sipil dan politik manusia dan menjalankan rekomendasi dari masyarakat internasional termasuk isu-isu yang berkaitan dengan hak-hak sosial dan politik. 
  5. Membuka pintu seluas-luasnya untuk pemajuan demokrasi melalui evaluasi dan rekomendasi bersama baik dari organisasi masyarakat sipil nasional maupun internasional dengan melibatkan sepenuhnya komponen masyarakat sipil tersebut. 

 

Jakarta, 09 Desember 2021

Badan Pekerja KontraS

 

Fatia Maulidiyanti

Koordinator