Kultur Kekerasan Masih Terus Berlanjut: Hentikan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Warga Pakel, Banyuwangi, Jawa Timur

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras tindakan brutalitas aparat kepolisian Polresta Banyuwangi terhadap warga Pakel, Banyuwangi yaitu Wulan, Esa, Fausi, dan Har pada hari Kamis (14/1/2022) malam sekitar pukul 00.05 WIB. Berdasarkan informasi yang kami terima, beberapa korban  mengalami cedera di bagian kepala, rahang dan badan karena diinjak-injak dan dipukuli oleh sekitar 25 orang polisi dengan 2 mobil masuk ke area lahan dengan dalih melakukan pengontrolan pasca warga Pakel melakukan syukuran di posko utama. Bahkan diketahui adanya suara letusan senjata api. Kasus tersebut merupakan salah satu tindakan represif kepolisian terhadap warga Pakel yang terus berusaha berjuang menduduki kembali lahan mereka yang dirampas oleh PT. Bumi Sari sejak 24 September 2020. Tindakan represif tersebut telah mengakibatkan 13 orang korban kriminalisasi sepanjang 2 tahun terakhir warga Pakel yang sedang memperjuangkan keadilan agraria.

KontraS menilai, peristiwa tersebut telah menambah catatan hitam semangat reforma agraria. Peristiwa yang terjadi ini merupakan konsekuensi moril atas pernyataan Presiden Joko Widodo terkait arahan kepada Kapolri untuk dapat melakukan pengawalan investasi[1]. Selain itu, setidaknya KontraS mencatat sepanjang tahun 2021 terdapat 15 kasus kekerasan oleh institusi Polri yang disertai tindakan kriminalisasi dalam sektor bisnis keamanan. Peristiwa kekerasan tersebut jelas telah mencederai beberapa ketentuan-ketentuan hukum dan hak asasi manusia yaitu UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu, brutalitas pihak kepolisian telah mencederai peraturan Pasal 8 ayat (2) Perkap No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, Perkap Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain aturan secara nasional, dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 34/169 tentang Etika Berperilaku Bagi Penegak Hukum (UN Resolution on Code of Conduct for Law Enforcement) yang juga menyebutkan bahwa aparat penegak hukum boleh menggunakan tindakan keras hanya bilamana benar-benar diperlukan dan hanya sejauh yang diperlukan bagi pelaksanaan kewajiban mereka, termasuk dalam hal ini penggunaan senjata api dianggap merupakan langkah yang ekstrim, serta perlu dilakukan segala upaya untuk menutup kemungkinan bagi penggunaan senjata api.Selain upaya kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, kami juga mendapatkan informasi terkait kehadiran secara tiba-tiba aparat TNI yang kemudian menjadikan Desa Pakel sebagai lokasi latihan militer oleh pasukan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Kehadiran aparat TNI tersebut menimbulkan kepanikan bagi warga Pakel terlebih lagi pelatihan militer tersebut hanya berselang sehari dengan agenda Pemeriksaan Setempat Pengadilan Tata Usaha Negara (PS PTUN) Surabaya yang dijadwalkan pada 12 November 2021. Dekatnya jadwal latihan militer dengan jadwal PS PTUN tersebut rawan memunculkan konflik yang terjadi di masyarakat sendiri.

KontraS juga mencatat setidaknya secara umum sepanjang tahun 2021 terdapat 76 kasus kekerasan yang diduga dilakukan oleh institusi Polri di Jawa Timur yang mana Jawa Timur merupakan Provinsi dengan tingkat kasus kekerasan oleh kepolisian tertinggi diantara beberapa provinsi lainnya di Indonesia. Jumlah angka kasus yang tinggi menunjukkan bahwa pendekatan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian mengesankan bahwa pemolisian di daerah Jawa Timur jauh dari nilai-nilai pemolisian yang lebih humanis. Hal tersebut sudah sepatutnya menjadi bahan evaluasi Polri sebagai institusi penegak hukum. Disamping itu, pola kekerasan yang terus berulang tersebut juga menunjukkan mekanisme pengawasan yang masih lemah terhadap sikap dan tindak anggota kepolisian di lapangan, baik pelanggaran etik, pelanggaran disiplin, maupun pelanggaran pidana.

 

Berdasarkan hal tersebut KontraS mendesak:

Pertama Kapolda Jawa Timur untuk dengan segera menegur Kapolres Banyuwangi terhadap pengerahan anggotanya ke desa Pakel atas praktik kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang

Kedua Kapolda Jawa Timur untuk segera menindaklanjuti dugaan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama dan intimidasi oleh sejumlah oknum anggota Polres Banyuwangi  terhadap warga Pakel melalui mekanisme peradilan umum secara transparan dan akuntabel dan memerintahkan Kapolres Banyuwangi untuk menarik seluruh anggotanya, menghentikan segala bentuk pendekatan kekerasan dan mengedepankan pendekatan dialogis dalam menangani persoalan agraria struktural dengan membuka dialog dengan warga Pakel

Ketiga Komnas HAM untuk segera melakukan investigasi lapangan atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polres Banyuwangi.

 

Jakarta, 14 Januari 2022
Badan Pekerja KontraS

 

Rivanlee Anandar, S. IP.

Wakil Koordinator
Narahubung: Abimanyu Septiadji (0895701027221)

 

 

Tembusan:
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)

 

Lampiran kronologi pemukulan oleh polisi terhadap Warga Rukun Tani Sumberejo Pakel-Desa Pakel.

Bahwa pada Jum’at (14/01) Pukul 00:21 Wib 1 solidaritas berinisial ES (21) dari mahasiswa dan 3; FZ (19), HR (30) dan WL (43) warga yang menanyakan maksud adanya polisi di tengah malam berada dalam tanah sengketa Desa Pakel

Bahwa sebelum 1 solidaritas dan 3 warga mendapat kejelasan maksud polisi masuk di dalam lahan tanpa pemberitahuan telah mengalami pemukulan secara brutal, bahkan di hajar, di injak, bahkan dipukul dengan gagang senjata hingga mengalami luka bocor di kepala.

Bahwa pihak kepolisian di dalam kebun bersama dengan pihak keamanan kebun bernama MS yang turut serta mengeroyok 1 solidaritas dan 3 Warga.

Bahwa menurut keterangan ke-4 korban polisi mengancam akan menembak korban. Sedikitnya terdapat 2 mobil dengan 15 personil yang di pimpin oleh kasat dan kapolsek licin.

Bahwa ke-4 korban sempat berupaya kabur namun di kejar oleh pihak kepolisian dan 2 orang di pegang lalu dipaksa masuk ke dalam mobil beserta 1 sepeda milik warga yang di naikkan. Namun sudah dikeluarkan setelah polisi di cegat secara beramai-ramai oleh warga.

Bahwa ketika di tanya oleh warga pengakuan polisi yang menyebutkan jabatannya sebagai kasat dan kapolsek licin ditugaskan oleh atasan untuk menjaga keamanan.

Selanjutnya ketika ditanya surat perintah pihak kepolisian tidak dapat menunjukkan dan hanya membaca melalui ponsel. Seharusnya surat perintah disampaikan di awal.

Informasi tambahan bahwa sebelumnya pada Kamis (13/01) di pagi hari saat petani bekerja di kebun, menemukan 1 topi baret polisi di bawah pohon yang roboh di rusak.

Bahwa 1 solidaritas mengalami cedera luka dalam karena di injak-injak dan harus terapi pijat tradisional, 1 pemuda FZ mengalami luka lebam di pelipis kanan dan perut, HR mengalami sakit di tenggorokan karena di cekik dan di piting, serta WL yang mengalami luka bocor seperti yang disebut di atas.

[1]Lihat  https://koran.tempo.co/read/opini/470131/ancaman-jokowi-dan-tugas-polri-sebagai-pengawal-investasi