Usut Tuntas Dugaan Tindak Pidana Penyiksaan Berujung Kematian Oleh Anggota Polsek Lubuklinggau Utara Terhadap Alm. Hermanto Secara Transparan dan Akuntabel!

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras dugaan tindakan penyiksaan yang mengakibatkan kematian terhadap Hermanto (47) warga Sumber Agung, Lubuklinggau Utara, Sumatera Selatan. Korban diduga melakukan tindak pidana pencurian bernama Peristiwa keji tersebut terjadi pada hari Senin, tanggal 12 Februari 2022.

Berdasarkan informasi yang kami himpun, dugaan tindakan penyiksaan tersebut bermula ketika korban pulang menuju rumahnya untuk beristirahat makan siang selepas kerja. Saat sedang turun dari mobil dan belum sempat menginjakan kaki di rumahnya, kemudian korban dibawa oleh sejumlah aparat dari Polsek Lubuklinggau Utara tanpa menunjukan terlebih dahulu surat resmi pemanggilan kepolisian. Selanjutnya, pada sore hari anak korban ingin mengantarkan nasi menuju Polsek Lubuklinggau Utara. Sesampainya di sana, anak korban dilarang masuk oleh aparat penegak hukum setempat dengan alasan sedang dilangsungkan agenda pemeriksaan terhadap korban. Pada malam harinya sekitar pukul 22.00 WIB, keluarga korban mendapat kabar jika korban telah meninggal dunia. Keluarga korban kemudian menjemput almarhum di RSUD Siti Aisyah. Setelah keluarga korban dengan jenazah almarhum tiba di rumah, pihak keluarga korban baru mengetahui bahwa almarhum mendapati dugaan tindak penyiksaan di tubuh korban ditandai dengan adanya luka lebam di sekujur tubuh korban, bibir pecah, siku tangan berdarah. Karena keluarga korban tidak terima almarhum mendapat perlakuan tidak manusiawi tersebut, keesokan harinya keluarga korban mengantarkan jenazah korban ke RSU Dr. Sobirin Musirawas untuk menjalankan agenda visum.

Berdasarkan kronologi kejadian di atas, kami menemukan adanya indikasi dugaan tindak pidana penyiksaan yang mengakibatkan meninggalnya Alm. Hermanto dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Polsek Lubuklinggau Utara dalam menjalankan tugas-tugas kepolisian. Kami menilai bahwa penggunaan cara-cara penyiksaan dalam agenda penyelidikan/penyidikan oleh aparat kepolisian tidak diperkenankan dalam kondisi dan situasi apapun. Jika memang perlakuan penyiksaan terjadi terhadap korban, maka dapat dipastikan telah terjadi pelanggaran pidana, etik, prosedur pemeriksaan dan pengamanan oleh anggota Polri dalam penanganan kasus dugaan kejahatan yang dilakukan oleh korban. 

Larangan tindakan penyiksaan telah diatur lebih lanjut dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Pasal 11 ayat (1) huruf b yang menyatakan bahwa “Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan: penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan”. Lebih lanjut, apabila proses hukum dugaan tindak pidana penyiksaan tersebut ditempuh melalui mekanisme penyelidikan/penyidikan, kami menilai pasal yang tepat untuk disangkakan terhadap pelaku penyiksaan berujung kematian berdasarkan temuan fakta-fakta hukum adalah Pasal 338 KUHP yang pada intinya menyatakan bahwa “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun” atau Pasal 353 (3) KUHP perihal penganiayaan yang mengakibatkan kematian dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.

Disamping itu, kami juga mengecam pernyataan  Kabid Humas Polda Sumatera Selatan yang menyebutkan pihak keluarga menolak dilakukan otopsi jenazah korban. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, pihak keluarga korban justru dengan tegas menyatakan bahwa mereka siap jika jenazah almarhum diotopsi demi memperoleh keterangan lebih lanjut terkait dugaan tindak pidana penyiksaan yang mengakibatkan mati. Lebih lanjut, pihak keluarga korban bahkan sama sekali belum mendapat tawaran jenazah korban untuk diotopsi dari aparat penegak hukum setempat. Kami menyayangkan sikap Humas Polda Sumatera Selatan telah melakukan rekayasa informasi secara sewenang-wenang kepada publik. Padahal, selaku aparat penegak hukum sudah sepatutnya untuk memberikan keterangan sesuai dengan fakta. Hal tersebut telah mencerminkan ketidakberpihakan aparat penegak hukum setempat kepada keluarga korban dan cenderung menghalang-halangi proses pengungkapan fakta dugaan tindak pidana yang terjadi.

Atas dasar tersebut, kami mendesak:

  1. Polda Sumatera Selatan untuk segera melakukan tahap penyelidikan/penyidikan atas adanya dugaan penyiksaan yang mengakibatkan kematian yang diduga dilakukan oleh anggota Polsek Lubuklinggau Utara secara transparan dan akuntabel;
  2. Polda Sumatera Selatan dapat memberhentikan dengan tidak hormat terduga pelaku tindakan penyiksaan dan menghukum dengan hukuman maksimal apabila terbukti melakukan tindak pidana dan pelanggaran lain berkaitan dengan tindakan penyiksaan. Hal ini penting dilakukan untuk memberikan efek jera dan kejadian yang serupa tidak terjadi di kemudian hari;
  3. Komnas HAM untuk proaktif melakukan pemantauan proses hukum terduga pelaku penyiksaan berdasarkan kewenangannya terhadap dugaan pelanggaran HAM atas tindakan perampasan nyawa orang lain yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum Polsek Lubuklinggau Utara.

 

Jakarta, 4 Maret 2022
Badan Pekerja KontraS

 

Rivanlee Anandar, M. Kesos.
Wakil Koordinator

Narahubung: 0895-7010-27221 (Abimanyu Septiadji)